Jakarta –
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengingatkan bahwa guru tak hanya wajib mengajarkan kemampuan kognitif. Namun juga nilai-nilai seperti alam dan tradisional.
“Karena menurut saya yang harus menjadi grand design bagi guru adalah bagaimana guru lebih mendekatkan peserta didik dengan lingkungan alam di mana mereka berada dan lingkungan sosial di mana mereka berada,” kata Mu’ti dalam seminar Transformasi Pendidikan untuk Mempertahankan Nilai Budaya di Era Modernisasi di di Gedung Auditorium FTIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat, Tangsel, pada Jumat (22/11/2024).
Menurutnya kemampuan soft skill bisa membuka pola pikir siswa untuk mendekat kepada ilmu-ilmu alam dan tradisional. Ia berharap anak-anak Indonesia tak hanya mahir dalam akademik tapi juga kepekaan terhadap dua nilai tersebut.
“Soft skill menurut saya lebih penting untuk ditanamkan kepada para siswa karena soft skill itu memiliki fleksibilitas dan soft skill itu bisa diaplikasikan untuk berbagai keterampilan,” jelasnya.
Mu’ti yakin nilai-nilai tradisional tak akan menjadi penghambat kemajuan sebuah negara. Buktinya telah terjadi di beberapa negara contohnya Korea dengan budaya K-Pop yang mendunia.
“Banyak yang berpendapat bahwa nilai tradisional jadi penghambat kemajuan, tapi saya termasuk yang tidak percaya dengan pendapat tersebut,” kata Mu’ti.
“Korea sudah menjadi negara yang maju karena teknologinya canggih, budayanya juga sudah diekspor misalnya K-Popnya itu hingga mengembangkan ginseng, itu adalah kekayaan dari Korea,” tambahnya.
Pentingnya Siswa Punya Soft Skill agar Berkembang
Dalam pandangan Mu’ti setelah mengkaji banyak sumber bacaan, ia melihat bahwa anak-anak yang cerdas ternyata tak hanya menguasai kemampuan teknologi saja. Mereka bisa sukses karena ditunjang soft skill lain.
“Selain mereka adalah orang-orang yang cerdas, terampil menguasai teknologi yang tinggi, mereka juga adalah orang-orang yang tetap berpegang teguh pada tradisi yang baik dari masyarakat di mana pun mereka berada, mereka yang mahir berbahasa, dan mampu membangun relasi interpersonal,” bebernya.
Beberapa soft skill yang memegang kunci dan bisa beririsan dengan banyak bidang menurut Mu’ti antara lain critical thinking, collaboration, dan creativity. Ia menyebut hal-hal itu bisa ditransformasikan ke dalam berbagai bentuk pekerjaan.
“Teknologi boleh saja berubah tapi kita tak akan pernah bisa mengejar. Perkembangan teknologi itu bagai garis eksponensial dalam matematika yang teramat panjang dan kita tak bisa mengejarnya,” tuturnya.
Selain itu, berdasarkan riset yang dilakukannya, Mu’ti menemukan bahwa soft skill menjadi seorang generalis lebih menguntungkan daripada spesialis. Orang generalis bisa lebih bertahan di berbagai kondisi.
Belajar Jadi Generalis Bisa Menguntungkan
“Orang generalis itu bisa lebih survive daripada spesialis, ada buku judulnya “Range” itu menjelaskan itu mengatakan orang generalis bisa lebih bertahan,” kata Mu’ti.
Generalis sendiri adalah tipikal orang yang memiliki banyak kemampuan tetapi tak mendalam. Sedangkan spesialis adalah orang yang cuma punya satu kemampuan tetapi ahli dalam bidang tersebut.
Mu’ti mengajak anak muda untuk terus menjaga persatuan Indonesia. Ia ingin Indonesia semakin modern tanpa meninggalkan kekayaan budaya tersebut.
“Oleh karena itu, ketika kita bicara soal Indonesia, bicara soal nilai-nilai kebudayaan, soal bagaimana Indonesia dengan berbagai kekayaannya dan tradisinya tetap tumbuh menjadi negara modern,” ujar Mu’ti.
(cyu/nwk)