Jakarta –
Data Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menunjukkan, jumlah kekosongan guru secara nasional pada 2024 mencapai 150.095 guru. Jumlah ini terdiri dari 140.845 guru negeri dan 9.250 guru swasta.
Faktor kekosongan guru antara lain pensiun dan penurunan jumlah peminat profesi guru. Jumlah guru yang pensiun di Indonesia bisa mencapai 70 ribu guru per tahun, sedangkan jumlah guru yang telah lulus pendidikan profesi guru (PPG) pada 2009-2021 sebanyak 30.898 guru.
Merespons kondisi ini, rekrutmen guru aparatur sipil negara (ASN) pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) menjadi salah satu upaya pemerintah tahun ini. Selain menambah jumlah guru, rekrutmen ASN memungkinkan peningkatan kesejahteraan guru, terutama bagi yang telah tersertifikasi atau lulus PPG.
Lebih lanjut, lulusan PPG prajabatan mendapatkan afirmasi 100 persen untuk dapat memenuhi kriteria menjadi guru aparatur sipil negara (ASN).
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan PR saat ini yaitu pemerataan atau redistribusi guru yang berlebih di sekolah atau wilayah tertentu ke daerah yang kekurangan guru.
“Sebenarnya kalau nasional, rasio guru : murid kita itu sudah memenuhi. Rasio guru kita itu 1 banding 15. Oh itu sudah jauh (di atas) dari ideal. Cuma problem kita adalah distribusi guru,” ucap Mu’ti pada detikEdu saat ditemui di Gedung A Kemdikbud, Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Opsi Ubah Pasal UU
Merespons masalah pemerataan guru se-Indonesia, Mu’ti berpendapat pasal undang-undang yang mengatur wewenang distribusi guru dapat diubah dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
Dengan begitu, pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikdasmen dapat mengatur distribusi guru ASN untuk ditempatkan di wilayah NKRI yang membutuhkan berdasarkan data kementerian.
“Kalau misalnya guru itu bisa langsung di bawah pemerintah pusat, dalam hal ini kementerian pendidikan dasar menengah maka agak mudah kita mengaturnya. Kan kita punya data sekolah mana kelebihan guru yang kurang, itu kan kita punya,” ucapnya.
“Dan kita bisa kan memindahtugaskan guru itu. Karena kan sebagai ASN misalnya apakah dia PPPK, atau dia PNS, kan dia sudah menandatangani (surat pernyataan) siap ditempatkan di manapun di wilayah NKRI,” sambung Mu’ti.
Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 pasal 12, pendidikan termasuk ke dalam Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Lebih lanjut, urusan pendidikan anak usia dini dan nonformal (PAUDNI) serta pendidikan dasar (SD dan SMP) menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
Kemudian urusan pendidikan menengah (SMA dan SMK) dan pendidikan khusus menjadi kewenangan pemerintah provinsi.
Mu’ti menilai distribusi guru yang tidak merata saat ini tidak bisa dilepaskan dari bagaimana pemerintahan di masing-masing daerah, kabupaten, kota atau provinsi menata solusinya. Untuk itu, ia berpendapat agar pasal yang berkaitan dengan pemerataan guru dapat diubah.
“Tidak harus semuanya. Tapi pasal yang mengatur itu, yang dalam Undang-undang 23 (2013) itu mungkin diubah,” ucapnya.
Mengatur Pembinaan
Perubahan UU, menurutnya juga dapat menjawab aspirasi pemerintah kabupaten/kota agar wewenang pembinaan guru SLTA itu berada di tangan pemerintah kabupaten/kota.
“Karena seringkali, misalnya, daerahnya itu jauh dari ibu kota provinsi. Nah perhatiannya menjadi sangat terbatas. Sedangkan pemerintah kabupaten/kota punya kewenangan untuk melakukan pembinaan karena bukan wewenang dia; wewenangnya ada di provinsi. Sekarang mulai muncul aspirasi seperti itu,” ucap Mu’ti.
Sebelumnya, anggota Komisi X DPR Ratih Megasari Singkarru menyorot peningkatan pendidikan di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T), termasuk distribusi guru dan kesejahteraannya, agar jadi prioritas.
“Kita selalu merasa daerah itu masih sangat kekurangan guru. Sebenarnya mungkin gurunya ada, tetapi mungkin distribusinya yang kurang merata sampai ke ujung daerah. Dan kendalanya, mereka juga tidak mau ditempatkan sampai ke ujung daerah karena terkait kesejahteraan yang menurut mereka tidak sesuai dengan di mana mereka ditempatkan,” tuturnya dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR di Kompleks DPR, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
(twu/faz)