Jakarta –
Sekolah Kedinasan merupakan pendidikan tinggi yang bisa dipilih para siswa setelah menamatkan sekolah menengah. Namun, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, Riset, dan Teknologi (Mendikristek) Prof Satryo Soemantri Brodjonegoro memiliki pendapat lain.
Seperti diketahui, Sekolah Kedinasan merupakan pendidikan tinggi di bawah Kementerian dan Lembaga pemerintah dengan pola ikatan dinas. Artinya, para mahasiswa Sekolah Kedinasan akan bekerja di kementerian-kementerian tertentu setelah lulus.
Durasi pendidikan di Sekolah Kedinasan berlangsung selama 3-4 tahun dengan gelar Diploma atau Sarjana Terapan. Total, ada 170 Sekolah Kedinasan yang tersebar di Indonesia.
Namun sebelum menghasilkan lulusan bergelar, Sekolah Kedinasan awalnya hanya memberikan kursus jabatan kepada para pejabat publik. Salah satunya Politeknik Keuangan Negeri Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (PKN STAN).
Sejarah Sekolah Kedinasan Berikan Pelatihan
PKN STAN mulai memberikan kursus jabatan Ajun Akuntan pada tahun 1952. Kursus tersebut diselenggarakan di Bandung dan Jakarta untuk Ajun Akuntan Pajak (AAP) dan Ajun Akuntan Negara (AAN), demikian seperti dilansir dari laman resmi PKN STAN.
Lambat laun, PKN STAN membuka pendaftaran untuk umum dan menyelenggarakan perkuliahan jenjang Diploma dan Sarjana. Kini, STAN menyediakan pendidikan tinggi pada bidang keuangan negara dengan spesialisasi tertentu seperti Akuntansi, Perpajakan, Pajak Bumi dan Bangunan/Penilai, Kebendaharaan Negara, Kepabeanan dan Cukai, dan Kepiutanglelangan.
Menanggapi fenomena berubahnya fungsi Sekolah Kedinasan dari lembaga pelatihan menjadi penyelenggara pendidikan tinggi, Prof Satryo berpendapat jika Sekolah Kedinasan seharusnya mendidik untuk kebutuhan instansinya sendiri.
“Harusnya kedinasan itu hanya mendidik untuk kebutuhan kantornya sendiri. Tidak dibenarkan dia untuk menerima umum,” jelasnya kepada detikEdu di kantornya, Gedung Kemendiktisaintek, Jl Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta, Jumat (10/1/2025).
Apabila Sekolah Kedinasan sudah memenuhi kebutuhan, maka tak perlu membuka pendaftaran. Tapi, Sekolah Kedinasan bisa membuka pelatihan untuk para pegawainya.
“Untuk berapa orang, nah, itu harus dikaitkan dengan formasi. Dia punya formasi baru misalnya tahun ini untuk berapa orang,” ujarnya.
Boleh Terima Siswa SMA, Tapi…
Saat ditanya mengenai apakah Sekolah Kedinasan boleh menerima siswa SMA, Satryo mengatakan bisa. Namun, harus dengan formasi tertentu. Setelah lulus, para alumni juga diminta untuk bekerja di kementerian dan lembaga terkait.
“Boleh SMA. Tapi lulusannya pakai formasinya dia berapa. Ada formasi nggak. Jangan lepas ke umum,” ujarnya.
Ia mencontohkan jika suatu departemen membutuhkan 10 formasi, maka departemen tersebut bisa merekrut 10 formasi untuk mengikuti pelatihan dalam Sekolah Pendidikan. Namun, para lulusan ini wajib bekerja di departemen tersebut.
“Jadi misalnya Departemen X, dia butuh orang untuk posisi tertentu. Misalnya 10 orang. Ya udah, ikut 10 boleh gratis kuliahnya. Tapi lulus 10 pakai semua di situ. Jangan lepas ke umum,” pungkasnya.
(nir/nwk)