Jakarta –
Bersinergi dengan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga mencanangkan program Gerakan Sekolah Sehat (GSS).
Program ini memiliki lima target atau fokus utama yakni sehat bergizi, sehat fisik, sehat imunisasi, sehat jiwa, dan sehat lingkungan. Sebagaimana disampaikan oleh Plt Direktur SMP Kemendikbudristek, I Nyoman Rudi Kurniawan.
“Gerakan Sekolah Sehat memiliki lima fokus sehat yang semuanya saling berkaitan tentunya ini untuk mendukung kesehatan peserta didik. Yaitu, sehat bergizi, sehat fisik, sehat imunisasi, sehat jiwa, dan sehat lingkungan,” kata I Nyoman dalam webinar Silaturahmi Merdeka Belajar (SMB) “Gerak Bersama Wujudkan Sekolah Sehat dan Merdeka dari Kekerasan” yang disiarkan langsung di Youtube Kemdikbud RI, Kamis (25/7).
Menurut I Nyoman, GSS diharapkan bisa mendukung realisasi dari Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
“Secara paralel, GSS juga telah melakukan kegiatan advokasi terhadap seluruh dinas pendidikan kabupaten/kota dan kami juga membina 2.260 satuan pendidikan mulai tingkat PAUD hingga SMA,” tutur I Nyoman.
Dalam webinar, hadir pula Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Kesehatan dan Pendidikan Kementerian PPPA, Amurwani Dwi Lestariningsih. Menurutnya, GSS sudah selaras dengan program ramah anak.
“Di dalam satuan pendidikan ramah anak, itu salah satu indikatornya adalah sekolah sehat ini tadi. Bagaimana dalam satuan pendidikan itu, kita melihat seluruh aspek tidak hanya fisik dan psikis anak, tapi juga jangkauan sosialnya,” tuturnya.
Manfaat Gerakan Sekolah Sehat
Selaku Kepala SMA Kristen YPKPM Ambon, Elonanamayo Laturiuw melalui GSS, siswa hingga guru dapat mengenal sekolah ramah anak hingga dampak kekerasan yang harus dihindari.
“Kita sadar tentang dampak negatif dari kekerasan atau perundungan ini, misalnya terhadap mental, fisik dan mungkin ada hambatan-hambatan belajar di sekolah,” tuturnya.
Selain itu, ia melihat GSS menjadikan siswa bukan sebagai pelapor, tetapi juga pelopor. Banyak dari siswa didiknya tak lagi takut dalam melaporkan kekerasan yang diterima atau yang mereka lihat di sekitar.
“Anak-anak juga diberikan materi tentang agen anti perundungan, anti kekerasan, sehingga mereka tahu tahapan-tahapan bagaimana melapor jika ada indikasi kekerasaan,” kata Elonanamayo.
Selain siswa dan guru, Elonanamayo menyebut GSS menyadarkan pihak lainnya seperti pegawai nonpengajar di sekolah. Sehingga, sekolahnya menjadi kompak dalam mewujudkan sekolah ramah anak dan anti kekerasan ini.
“Ada hubungan antara warga sekolah itu yang saling percaya. Terciptanya citra positif di masyarakat,” pungkasnya.
(cyu/nwk)