Jakarta –
Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMK/sederajat akan dihapuskan di seluruh sekolah di Indonesia. Hal tersebut merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
Dikatakan oleh Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Anindito Aditomo, ada beberapa alasan ditiadakannya penjurusan ini.
Di antaranya untuk menghapuskan privilese pada jurusan IPA, mengembangkan persiapan siswa agar fokus belajar sesuai minat dan rencana studinya, dan menghilangkan diskriminasi pada siswa yang berasal dari jurusan selain IPA.
Menanggapi kebijakan tersebut, dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Holy Ichda Wahyuni menyebut penghapusan jurusan ini dinilai baik. Utamanya demi membuang stereotipe yang beredar di masyarakat.
“Masih ada sebagian orang tua yang menganggap jurusan paling baik bagi anak adalah jurusan IPA tanpa memandang minat dan bakat,” ujar Holy, dilansir dari laman UM Surabaya, Kamis (18/7/2024).
Dampak Dihapuskannya Jurusan IPA, IPS & Bahasa
Holy menilai akan ada beberapa kelebihan dan dampak positif dari penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA. Pertama, Holy menyebut munculnya kesempatan yang luas bagi siswa.
Siswa jadi bisa belajar lebih banyak hal selain IPA saja, IPS saja atau bahasa saja. Dengan begitu, pengkotak-kotakan jurusan bisa sirna di dunia SMA.
Holy juga mengatakan siswa sudah seharusnya mendapatkan pembelajaran yang holistik. Contohnya, pembelajaran seputar reproduksi kini bukan hanya milik siswa IPA saja, tapi semua siswa berhak mengetahuinya.
Ia berharap penghapusan jurusan di SMA bisa menjadi kesempatan untuk membangun basis pengetahuan siswa. Menurutnya, sejauh ini masih banyak siswa yang memilih jurusan karena orang tua atau ikut-ikutan teman.
“Justru siswa bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya. Sebab, selama ini, siswa memilih jurusan terkadang karena dorongan banyak faktor, seperti ikut teman dekatnya, karena gengsi dan permintaan orang tua sehingga memilih IPA, nah jadi bukan karena berbasis kebutuhan, minat, dan bakat,” tegasnya.
Holy pun mengingatkan kepada para orang tua untuk tidak memandang sebelah mata kebijakan baru ini. Ia mengimbau orang tua untuk bisa lebih fokus melihat bakat dan minat anaknya, kemudian turut mendukung.
“Asumsinya agar nantinya bisa leluasa memilih jurusan saat di jenjang pendidikan tinggi. Meskipun seiring berjalannya waktu, kesadaran orang tua tentang pentingnya melihat minat bakat anak juga sudah mulai meningkat,” ujar Holy.
Di samping dampak positif terhadap perkembangan siswa, Holy menegaskan perlu adanya pengawalan terhadap kebijakan baru ini. Ia berharap penghapusan jurusan di SMA dapat dimaksimalkan sekolah dan siswa.
“Namun sekolah tetap memiliki PR untuk mengawal dan mengarahkan perancangan studi tersebut agar kebijakan ini dapat menjadi peluang bagi terwujudnya pendidikan yang holistik dan pengintegrasian yang harmoni antar disiplin ilmu sehingga siswa dapat menyerap dengan optimal,” pungkas Holy.
(cyu/pal)