Jakarta –
Pada usianya yang baru 22 tahun, Elia Laila Rizqiyah telah memiliki pencapaian yang luar biasa. Ia dinobatkan sebagai lulusan termuda S2 Universitas Gadjah Mada (UGM), terlebih dengan IPK 4.00.
Elia merupakan salah satu dari 1.560 lulusan S2 yang diwisuda pada 23-24 Oktober lalu di Grha Sabha Pramana.
Ia lulus program studi (prodi) Magister Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian UGM pada usia 22 tahun 6 bulan 19 hari. Sementara, rerata usia lulusan program magister pada periode tersebut adalah 29 tahun 6 bulan 15 hari.
Elia tentunya merasa bahagia karena semangat dan kerja kerasnya selama menempuh perkuliahan berbuah prestasi yang membanggakan pada Wisuda Pascasarjana Periode I Tahun Akademik 2024/2025.
“Tentunya sangat bersyukur bisa berkesempatan sekolah S-2 dan sampai meraih gelar,” ujarnya pada Sabtu (26/10/2024), dikutip dari laman resmi UGM.
Elia memilih prodi ilmu tanah lantaran bidang ini mampu memberinya kesempatan menjelajah dan berpetualang di lapangan.
Menempuh Magister dengan Program Fast Track
Elia menempuh Magister Ilmu Tanah UGM selama 1 tahun 11 bulan dengan program fast track. Sebelumnya perempuan asal Klaten itu menyelesaikan program sarjana dengan prodi yang sama pada 2023.
Ketika menempuh S1, fakultas membuka kesempatan kepada para mahasiswa tingkat akhir untuk mendaftar program fast track melanjutkan S2, meskipun belum lulus sarjana.
“Saya menempuh pendidikan S2 dalam usia yang lebih muda dibandingkan teman-teman sehingga saya mendapatkan pengalaman mempunyai sosok kakak yang selama ini tidak didapatkan karena saya anak adalah anak pertama,” jelasnya.
Kelulusan dengan IPK sempurna juga membuat Elia menjadi wisudawan S2 terbaik di Fakultas Pertanian UGM.
Walaupun demikian, Elia mengaku sebenarnya tak jauh berbeda dengan mahasiswa pada umumnya. Ketika S1 dahulu, ia rajin mengikuti sejumlah kegiatan kemahasiswaan seperti perlombaan dan organisasi, contohnya Keluarga Mahasiswa Ilmu Tanah (KMIT).
Ketika S2, Elia lebih banyak ikut kegiatan konferensi dan aktif membantu dosen dalam berbagai project supaya pengalamannya bertambah. Ia pun aktif menjadi Asisten Pengelolaan Air untuk Pertanian dan Asisten Kimia Tanah di laboratorium tanah Fakultas Pertanian UGM.
Pada tesisnya Elia mengambil riset mengenai adsorpsi dan desropsi fosfor di andisol pada beberapa variasi elevasi di kawasan Gunung Merbabu dan Sindoro. Tesis tersebut mengkaji pengikatan dan pelepasan unsur hara fosfor di tanah andisol dengan variabel elevasi wilayah di lereng Gunung Merbabu dan Sindoro.
Elia menjelaskan penelitian ini penting dalam bidang pertanian karena wilayah gunung kerap digunakan untuk area pertanian, khususnya hortikultura.
“Tetapi di kawasan ini punya permasalahan ketersediaan unsur hara fosfor yang rendah dan efektivitas pemupukan P yang kurang,” kata dia.
Menempuh S2 bagi Elia bukan tanpa tantangan. Di tengah kesibukannya itu Elia mengaku lelah dan penat selalu datang dan tak bisa dihindari. Maka ia mengatur kesibukannya berdasarkan skala prioritas dan memastikan setiap hari selalu ada satu hal yang sudah dikerjakan.
Setelah ini, Elia berencana untuk bekerja dan menerapkan ilmu yang sudah didapat. Ia juga berancang-ancang melanjutkan ke jenjang doktor dalam beberapa tahun ke depan.
“Mimpi itu hak semua orang tanpa terkecuali, kalau kita mampu memimpikan sesuatu artinya kita juga mampu untuk meraihnya,” ucapnya.
(nah/nwy)