Jakarta –
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Amich Alhumami mendorong perguruan tinggi dapat menambah prodi baru berbasis science, technology, engineering, dan mathematics (STEM).
“Banyak negara memiliki ilmuwan pada kelompok hard sciences (STEM) dan itu yang kurang (di Indonesia). Dengan memproduksi bidang keahlian atau sarjana lulusan STEM lebih banyak, maka nanti akan pelan-pelan meningkatkan jumlah ilmuwan,” ujar Amich dikutip dari laman Puslapdik, Kemdikbud, Selasa (17/12/2024).
Menurut Amich, dengan meningkatkan jumlah prodi di bidang STEM ini akan turut meningkatkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) Indonesia. Pada tahun 2022, peringkat PISA Indonesia masih ada di peringkat ke-69 dari 80 negara.
Prodi STEM di RI Masih Sedikit
Dalam Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDDikti) tahun 2022, jumlah prodi STEM masih sedikit dibandingkan prodi bidang sosial dan humaniora. Per tahun tersebut, ada 16.979 prodi non STEM dan 13.047 Prodi berbasis STEM.
Sementara berdasarkan data tahun 2020, ada lebih dari 6,1 juta mahasiswa yang memilih prodi non STEM. Sementara untuk prodi STEM, baru ada 2,8 juta mahasiswa.
Kemudian, menurut data World Bank tahun 2020, jumlah mahasiswa lulusan prodi STEM di Indonesia baru 18,47 juta orang. Jumlah tersebut masih jauh jika dibanding dengan negara lain.
Vietnam telah mencetak lulusan bidang STEM syakni 23,38 juta orang, Thailand 27,31 juta orang, Malaysia sebanyak 37,19 orang, dan Singapura 34,3 juta orang.
Kurangnya Prodi STEM Membuat Jumlah Peneliti Minim
Jika dilihat dari persebaran wilayahnya, kampus-kampus yang sudah banyak memiliki prodi STEM terdapat di sebagian besar Pulau Jawa. Lalu, sebagian besar lagi di Pulau Sulawesi dan Sumatera.
Data PDDikti tahun 2022 juga kembali menunjukkan bahwa dari 1 juta penduduk di Indonesia, baru ada 1595 peneliti. Adapun jumlah peneliti yang terdaftar bergelar S3 hanya ada 2.024 dari 1 juta orang.
Jumlah ini jauh tertinggal dari negara tetangga seperti Singapura. Di negara tersebut ada 7,225 lulusan S3 dari 1 juta penduduk.
(cyu/nwy)