Jakarta –
Kebutuhan anak-anak saat berkembang tak hanya soal pelatihan intelektual tapi yang terpenting kecerdasan emosionalnya. Pakar tentang manajemen emosional, Bernard Golden, mengatakan kecerdasan emosional penting agar anak mampu memahami dan mengelola perasaannya.
“Mengajarkan keterampilan untuk memahami dan mengelola perasaan sangat penting demi anak-anak, baik untuk kesejahteraan emosional mereka maupun untuk meningkatkan keterbukaan mereka terhadap pembelajaran,” ucapnya.
Faktanya, sering kali orang tua luput dari kalimat yang ia ucapkan kepada anak setiap harinya. Ini karena orang tua memiliki banyak pemicu stres dan rangsangan. Pada akhirnya, sering kali orang tua merasa semua orang kekurangan waktu dan kesabaran.
Padahal, jika kita memiliki anak, sangat penting untuk untuk mendukung kebutuhan anak-anak, terutama dalam perkembangan kecerdasan emosional mereka.
Pendidik lulusan Harvard University dan peneliti kecerdasan emosional (EQ), Jenny Woo, memiliki tiga kalimat yang selalu ia ucapkan untuk meningkatkan kecerdasan emosional anaknya. Apa saja kalimat itu? berikut ini ulasannya, seperti dilansir dari CNBC.
3 Kalimat yang Bisa Meningkatkan Kecerdasan Emosional Anak
1. “Coba, bagaimana kamu bisa menggambarkan perasaanmu?” atau “Apa yang sedang dirasakan?”
Orang tua harus memahami bahwa anak-anak belum bisa mengekspresikan perasaan mereka seperti orang dewasa. Ketika mereka mengamuk, bisa jadi itu sedih. Jika mereka murung, bisa jadi mereka merasa kesepian.
Alih-alih berpikir mereka sedang mengamuk atau murung, orang tua harus fokus pada perasaan anak yang sebenarnya. Bantu mereka dengan membiasakan mengucapkan kalimat yang menggambarkan emosi spesifik, seperti frustrasi, kecewa, gugup, marah, kesepian, dan seterusnya.
Dengan membekali anak-anak dengan kata-kata yang lebih spesifik, orang tua bisa mengajarkan anak untuk mengenali dan mengartikulasikan emosi mereka.
Bagaimana cara menerapkannya? Orang tua dapat memasukkan kosakata emosional ke dalam rutinitas sehari-hari anak-anak, di antaranya dengan:
– Saat mendengarkan atau menyanyikan sebuah lagu, gambarkan perasaan yang ditimbulkan oleh lagu tersebut dalam diri Anda.
– Saat menonton acara TV bersama, bicarakan tentang kemungkinan emosi yang mungkin dirasakan karakter dan bagaimana perasaan Anda dalam situasi yang sama.
– Menjelang akhir hari, berbicaralah dengan anak tentang emosi yang dialami hari itu.
“Kesalahan terbesar yang saya amati adalah ketika orang tua memberi label emosi sebagai ‘baik’ atau ‘buruk’. Daripada menghakimi suatu perasaan, orang tua harus fokus membantu anak-anak mereka memahami apa yang diungkapkan oleh perasaan tersebut tentang nilai-nilai dan kebutuhan mereka,” ucap Woo.
2. “Aku (ibu/ayah) tidak dalam kondisi terbaik hari ini dan ini tidak masalah”
Tidak selamanya orang tua harus menyembunyikan perasaannya di depan anak. Sebab, jika anak memahami, ini menjadi tidak realistis bagi mereka.
Saat orang tua mengajarkan anak mengekspresikan emosi, tapi justru orang tua memendam emosi mereka
Maka dari itu, orang tua juga harus memberikan contoh ekspresi emosi yang sehat dengan membagikan perasaannya dalam cara yang dapat dipahami oleh anak-anak.
“Ini tidak berarti membebani mereka dengan masalah kita, namun menunjukkan bahwa merasakan berbagai emosi dan mendiskusikannya secara terbuka adalah hal yang wajar,” kata Woo.
Misalnya, jika kita marah karena kewalahan, alih-alih menyembunyikan rasa bersalah dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa, kita bisa menggunakannya sebagai momen pembelajaran untuk mengatasi emosi yang sulit.
Jujurlah kepada anak tentang kenapa Anda marah, lalu beri contoh langkah-langkah untuk meminta maaf dengan baik. Ini akan memberi anak pelajaran tentang pentingnya membicarakan tindakan dan bagaimana cara bertanggung jawab dengan kesalahan.
3. “Perasaan kamu nyata dan valid”
Orang tua harus menjaga perasaan anak-anak dengan cara belajar mengaturnya bersama. Hal yang wajib dihindari adalah meremehkan masalah emosional mereka dengan kalimat yang buruk seperti, “Aduh” atau “Itu bukan masalah besar”.
Bagi seorang anak, perasaan adalah hal yang sangat nyata dan dapat menyita banyak waktu. Jadi, perasaan apa pun yang dirasakan anak adalah penting.
Maka dari itu, orang tua harus mengakui pengalaman emosional anak terlebih dahulu dan kemudian memberi contoh ekspresi emosional.
“Meskipun mereka tidak selalu dapat mengontrol apa yang terjadi pada diri mereka, mereka memiliki kekuatan untuk mengatur cara mereka merespons situasi yang menyakitkan dan memicu kecemasan,” papar Woo.
Untuk mengakui perasaan anak, bisa dengan: “Kamu sedang merasa (sedih, marah, kecewa), ya? Ibu/ayah bantu, ya.”
Dalam penelitiannya, Woo menemukan bahwa anak-anak yang cerdas secara emosional dan tangguh menunjukkan lebih banyak strategi penanggulangan yang kreatif.
Mereka bisa mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan dengan menarik-menghembuskan napas, lalu membuangnya ke sebuah objek seolah-olah perasaan buruk itu ikut terbawa.
Bisa juga dengan cara bersenandung atau bernyanyi. Sebab, bersenandung dapat membantu menenangkan pikiran dan tubuh anak.
(faz/nwk)