Jakarta –
Zona Megathrust Selat Sunda atau Sunda Megathrust menjadi lokasi yang menjadi perhatian publik. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) para ahli menyebut zona ini memiliki potensi yang berbahaya.
Karena telah menjadi zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus diwaspadai, lantaran dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu.
Istilah megathrust merujuk pada gabungan antara “mega” yang berarti besar dan “thrusting” yang merujuk pada mekanisme gempa yang naik ke atas dan berpotensi memicu tsunami. Jika digabungkan, kedua kata ini berarti potensi gempa yang dahsyat dan dapat menimbulkan tsunami.
Pakar Gempa Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Irwan Meilano ST MSc menyebutkan ada tiga kondisi untuk memahami potensi gempa menurut bukti riset. Dua di antaranya bisa ditemukan di Sunda Megathrust.
Sedangkan daerah yang memiliki tiga kondisi sesuai adalah Mentawai. Meskipun begitu, keduanya memiliki potensi gempa yang sama-sama besar dan dapat memicu tsunami.
“Kalau kita bicara tentang potensi gempa di kedua lokasi tersebut, sama-sama besar,” ujarnya dikutip dari rilis ITB, Selasa (17/9/2024).
3 Kondisi Memahami Potensi Gempa
Seperti yang disebutkan sebelumnya, ada 3 kondisi dalam memahami potensi gempa, yakni:
1. Sejarah kegempaan: tentang histori kegempaan yang pernah terjadi di daerah tersebut.
2. Data pengamatan pola kegempaan saat ini: daerah yang berpotensi mengalami gempa besar di masa depan cenderung memiliki aktivitas kegempaan yang tidak terlalu banyak saat ini.
3. Akumulasi regangan: akumulasi regangan dapat diukur melalui pengamatan deformasi, termasuk pengamatan GPS yang dikelola oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan BRIN.
Prof Irwan menjelaskan Selat Sunda hanya memiliki dua kondisi yang terpenuhi untuk memahami timbulnya potensi gempa. Hal ini memberi arti bila bukti riset di Selat Sunda tidak selengkap Mentawai.
“Karena perbedaan geografis keduanya sehingga tidak mudah untuk melakukan riset di Selat Sunda daripada Mentawai,” katanya.
Kendati demikian, kondisi ini tidak mengurangi potensi terjadinya gempa di megathrust Selat Sunda. Fenomena megathrust seperti menabung.
Akumulasi energi yang ditabung ini pada akhirnya akan dilepaskan dalam bentuk gempa, sesuai dengan hukum alam. Meskipun riset modern telah berkembang, manusia belum dapat menentukan waktu yang pasti tentang kapan terjadinya gempa.
“Terdapat potensi yang besar untuk terjadi gempa di masa depan. Berdasarkan riset modern, kita memang belum dapat menentukan waktu yang pasti tersebut,” katanya.
Wilayah Sunda Megathrust
Mengutip detikInet, lokasi Sunda Megathrust berada di bawah laut Selat Sunda yang mempertemukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia yang masuk ke bawah Pulau Jawa. Zona ini sejak lama diketahui bisa memicu gempa besar karena masih terus bergerak menghujam dengan laju 60-70 mm per tahun.
BMKG menjelaskan gempa yang terjadi dari zona ini kerap dirasakan di Jakarta dan sekitarnya karena hanya berjarak sekitar 170 km dari pusat Megathrust Selat Sunda. Widjo Kongko, Perekayasa di Balai Teknologi Infrastruktur Pelabuhan dan Dinamika Pantai Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), menyebut potensi gempa Megathrust Selat Sunda adalah M 8,7.
Sedangkan tsunami yang mungkin terjadi akibat Megathrust Selat Sunda ini diperkirakan bisa lebih tinggi dari Aceh.
Catatan Gempa dan Tsunami Selat Sunda
Meskipun Prof Irwan sebut Sunda Megathrust tidak memiliki sejarah kegempaan, beberapa gempa kuat ternyata sudah pernah terjadi di kawasan ini, seperti:
- 4 Mei 1851. Gempa kuat berpusat di Teluk Betung dan Selat Sunda terjadi, lalu muncul tsunami setinggi 1,5 meter setelahnya
- 9 Januari 1852: kembali terjadi gempa kuat yang memicu tsunami kecil
- 23 Februari 1903: tercatat gempa berkekuatan M 7,9 berpusat di Selatan Selat Sunda merusak wilayah Banten dan sekitarnya
- 26 Maret 1928: tsunami kecil teramati di Selat Sunda setelah terjadi gempa kuat
- 22 April 1958: gempa kuat di Selat Sunda diiringi kenaikan permukaan air laut
- 2 Agustus 2019: setelah 60 tahun berselang, kembali terjadi gempa berkekuatan M 7,4. Guncangan yang terjadi saat itu merupakan gempa kuat dan merusak wilayah Banten serta berpotensi tsunami.
(det/nwy)