Jakarta –
Terpecahnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi tiga kementerian berbeda ikut mengubah segala elemen yang ada di dalamnya. Termasuk posisi badan lain seperti Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa).
Terkait perpecahan ini, Badan Bahasa dalam Taklimat Media Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2024 menyematkan posisinya berada di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen). Meski begitu, posisi ini menurut Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra, Drs Imam Budi Utomo MHum bisa saja berubah.
“Karena kami sendiri juga belum mengetahui nanti ke depannya seperti apa. Apakah tetap di Kemendikdasmen ataukah di Kemenbud (Kementerian Kebudayaan) atau mungkin berdiri sendiri sebagai sebuah badan di bawah presiden. Kami juga belum tahu,” katanya kepada wartawan di The Sultan Hotel & Residence Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Sabtu (26/10/2024).
Ikut Amanah Undang-Undang
Menambahkan Imam, Kepala Pusat Pembinaan Bahasa dan Sastra Dr Ganjar Harimansyah SS MHum menyebut, posisi Badan Bahasa kini mengikuti amanah undang-undang (UU) yang ada. Ia menyinggung terkait UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
“Kalau menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang lambang negara dan simbol negara di pasal 41 dan 45 disebutkan lembaga bahasa yang menangani pengembangan, pembinaan, perlindungan, dan penginternasionalan bahasa itu harus ada di kementerian yang menangani pendidikan,” tuturnya.
Ganjar juga menjelaskan di pasal 29 dalam UU yang sama dijelaskan kewajiban penggunaan bahasa Indonesia. Pasal tersebut berbunyi:
“Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.”
Sehingga menurut Ganjar bila Badan Bahasa masuk ke kementerian lain, seperti melanggar peraturan yang telah ditetapkan di UU No 24 Tahun 2009.
“Jadi kalau memaksakan kami masuk di kebudayaan berarti melanggar Undang-Undang 24,” ucapnya lagi.
Badan Bahasa dan Kementerian Pendidikan
Tetapi benarkah Badan Bahasa memang harus berada di kementerian pendidikan?
Bila melirik sejarah kehadirannya dikutip dari laman resmi Badan Bahasa, lembaga ini memang tak bisa lepas dari kementerian yang berkaitan dengan pendidikan. Sejarah dimulai pada tahun 1930-an ketika pemerintah kolonial Belanda mengadakan penelitian tentang kebudayaan di Indonesia.
Penelitian ini disalurkan melalui Lembaga Pendidikan Universiter. Pada tahun 1955, lembaga itu berganti nama menjadi Yayasan Sulawesi Selatan tenggara yang berkedudukan di Makassar.
Yayasan itu bertujuan mengadakan penelitian bahasa dan kebudayaan di daerah Makassar. Tetapi tak hanya satu, ada yayasan lainnya yang juga mempunyai tujuan yang sama, bernama Yayasan Kirtya Liefrinck van der Tuuk di Bali.
Dipimpin oleh Dr R Goris, ia kemudian bekerja sama dengan cabang lembaga yang berada di bawah naungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Pasca kemerdekaan kehadiran Badan Bahasa terus berkembang, berikut rentetan sejarahnya.
1. Tahun 1947
Bahasa dan kebudayaan Indonesia menarik perhatian para sarjana. Terbentuk sebuah lembaga yang disebut dengan Instituut voor Taal en Cultuur Onderzoek (ITCO) yang bertujuan menampung kegiatan ilmiah universitas, terutama dalam bidang bahasa dan kebudayaan.
ITCO terbentuk dari Fakultas Sastra dan Filsafat yang berada di bawah naungan Departemen van Onderwijs, Kunsten en Wetenschappen (Kementerian Pengajaran, Kesenian, dan Ilmu Pengetahuan). Sejak saat itu hubungan Badan Bahasa yang dalam perkembangannya terus berganti nama berkaitan dengan dunia pendidikan.
Bila di ranah para sarjana hadir ITCO, pemerintahan di tahun yang sama meminta dibentuknya sebuah lembaga negara untuk menangani pemeliharaan dan pembinaan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Perintah ini disampaikan oleh Mr Soewandi yang kala itu selaku Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan kepada RT Amin Singgih Tjitrosomo.
Tetapi di tahun 1947, lembaga belum bisa terbentuk. Karena para ahli dan sarjana bahasa banyak yang mengungsi ke luar kota Jakarta.
2. Tahun 1948
Di tahun 1947, pemerintah kembali menugaskan RT Amin Singgih Tjitrosomo menyiapkan pembentukan lembaga bahasa secara lengkap. Beberapa bulan setelah itu, dibentuklah suatu lembaga otonom yang berada langsung di bawah Jawatan Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan bernama Balai Bahasa.
3. Tahun 1952
Atas dasar Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 1 Agustus 1952, Balai Bahasa menjadi bagian Fakultas Sastra, Universitas Indonesia.
4. Tahun 1959
Pada tahun 1959, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 69626/B/S, tanggal 1 Juni 1959, Lembaga Bahasa dan Budaya berganti nama menjadi Lembaga Bahasa dan Kesusastraan. Sejak saat itu, lembaga kebahasaan ini terlepas dari Fakultas Sastra UI dan posisinya langsung di bawah Departemen Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.
5. Tahun 1966
Lembaga Bahasa dan Kesusastraan berubah nama dan berdiri sendiri menjadi Direktorat Bahasa dan Kesusastraan berdasarkan Surat Keputusan Presidium Kabinet Nomor 75/V/Kep/i/1966, tanggal 3 November 1966.
6. Tahun 1969
Direktorat Bahasa dan Kesusastraan kembali berubah nama menjadi Lembaga Bahasa Nasional. Kedudukannya beralih ke Direktorat Jenderal Kebudayaan.
7. Tahun 1974
Pada tahun 1974 terjadi reorganisasi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Lembaga Bahasa Nasional kembali berubah namanya menjadi Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Kedudukannya di tahun ini berada langsung di bawah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
8. Tahun 2000
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kembali berganti nama menjadi Pusat Bahasa. Namun, keberadaannya tetap berada di bawah Menteri Pendidikan Nasional.
9. Tahun 2010
Pada tahun 2009 Pemerintah dan DPR RI periode 2004-2009 mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara Serta Lagu Kebangsaan. Peraturan inilah yang disebutkan Ganjar sebelumnya.
Beli dilihat dalam aturan tersebut, lembaga kebahasaan diatur dalam Pasal 41-45. Namun tidak dijelaskan secara rinci di mana posisi lembaga kebahasaan.
Posisi ini diperjelas dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Di sana Pusat Bahasa berganti nama menjadi Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa di bawah Kementerian Pendidikan Nasional.
Mengacu hal tersebut, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa menjadi unit utama (Eselon I) di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Namun dengan hadirnya pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto, belum ada ketetapan terbaru terkait posisi Badan Bahasa.
Namun hingga kini, Badan Bahasa masih mengikuti apa yang tertera dalam ketentuan yang ada. Yakni berada di bawah Kementerian Pendidikan dan lebih mengacu pada Kemendikdasmen.
(det/nwy)