Jakarta –
Indonesia masih mengalami banyak ketertinggalan dalam pendidikan tinggi, dibandingkan negara-negara ASEAN maupun Asia lainnya. Tingkat keberlanjutan ke pendidikan tinggi masih mengalami banyak tantangan, khususnya di kalangan masyarakat berpendapatan rendah.
Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi Indonesia memang meningkat dari 13,10% pada 2005 menjadi 31,45% pada 2023. Namun, masih tertinggal dibandingkan negara maju seperti Singapura, China, dan Amerika Serikat.
Di samping itu, rasio pelajar Indonesia yang melanjutkan pendidikan di luar negeri masih sangat rendah daripada negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam.
Berdasarkan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2025-2045 yang dikeluarkan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), rasio rata-rata mahasiswa Singapura yang melanjutkan pendidikan di luar negeri adalah 0,1238. Kemudian Malaysia 0,0499 dan Vietnam 0,0446. Sementara Indonesia sendiri 0,0062.
Alokasi Anggaran Pendidikan Tinggi Rendah
Alokasi anggaran pendidikan tinggi di Indonesia disebut masih rendah dibandingkan negara ASEAN lainnya. Kontribusi pemerintah daerah pun terbatas pada hibah lahan dan prasarana minimal.
Selain itu, ini beberapa tantangan lain dalam sektor pendidikan tinggi di Indonesia:
- Kapasitas dan kualitas infrastruktur esensial perguruan tinggi di Indonesia masih ada kesenjangan. Adapun kesenjangan teknologi juga perlu diatasi agar perguruan tinggi dapat beradaptasi pada era digital, serta menghadapi keterbatasan akses internet, listrik, hingga standar penerapan Massive Open Online Courses (MOOCs).
- Masih berdasarkan laporan yang sama, perguruan tinggi terakreditasi A/Unggul asih didominasi kampus-kampus di Pulau Jawa. Begitu pun program studi (Prodi) yang terakreditasi A/Unggul di Indonesia masih dominan di Pulau Jawa.
- Pendidikan tinggi di Indonesia masih menghadapi isu dalam menyediakan lingkungan yang sehat, aman, nyaman, dan inklusif untuk seluruh sivitas akademika. Beragam masalah seperti fasilitas ramah disabilitas yang terbatas, keamanan, dan kekerasan seksual masih jadi tantangan menciptakan lingkungan akademik yang kondusif.
- Kurangnya pemahaman, pelatihan, dan evaluasi yang tidak dilakukan secara periodik menghambat peningkatan mutu dan efektivitas sistem penjaminan mutu internal di perguruan tinggi.
- Perkembangan pembelajaran science, technology, engineering, arts, mathematics (STEAM) yang belum berkembang.
- Proporsi dosen lulusan S3 masih rendah dan distribusinya belum merata.
(nah/nwk)