Jakarta –
Soal penghapusan jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan Bahasa di SMA mengemuka pada masa awal tahun ajaran baru 2024/2025. Penghapusan jurusan SMA ini merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka.
Pakar pendidikan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Endro Dwi Hatmanto SPd MA PhD, menilai ada sejumlah keuntungan dari penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA, khususnya bagi siswa. Dikutip dari laman resmi kampus, berikut keuntungannya.
Hilangkan Stigma Jurusan
Menurut Endro, penghapusan jurusan di SMA mengurangi stigma bahwa jurusan IPA berisi siswa yang lebih pintar daripada siswa jurusan IPS. Karena itu, kebijakan ini memungkinkan tidak lagi ada siswa yang merasa lebih unggul berdasarkan penjurusan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Seperti zaman dahulu ada semacam stigma atau stereotipe bahwa siswa yang mengambil jurusan IPA itu lebih pintar daripada anak-anak yang mengambil jurusan IPS. Jadi seolah-olah jurusan IPA itu lebih prestisius dari pada jurusan IPS,” ucap Dosen Fakultas Pendidikan Bahasa (FPB) UMY ini.
Fokus pada Ilmu
Tidak adanya jurusan SMA menurutnya juga akan memantik motivasi peserta didik untuk makin giat memperdalam ilmu. Pada Kurikulum Merdeka, siswa dapat memilih mata pelajaran pilihan yang sebelumnya dikotakkan sesuai jurusan.
“Katakanlah misalnya anak-anak seharusnya mengambil jurusan IPS dengan stereotipe tadi (jurusan IPA lebih pintar), jadi tidak termotivasi untuk belajar. Adanya pemerataan dan persamaan antara siswa-siswa ini akan menjadikan mereka lebih termotivasi untuk belajar,” ucap Endro.
Masa Persiapan Lanjut Kuliah Lebih Panjang
Penghapusan jurusan menurut Endro juga membantu siswa secara merata memiliki waktu lebih banyak untuk bersiap masuk perguruan tinggi dengan prodi sesuai minat. Sebelumnya, siswa yang memilih prodi dengan lintas jurusan (linjur) SMA relatif memiliki waktu persiapan lebih terbatas.
“Dengan kesempatan yang lebih baik, baik anak-anak yang nantinya akan memilih jurusan (rumpun) IPA maupun IPS di perguruan tinggi sama-sama dipersiapkan lebih baik dan merata. Serta memiliki kesempatan yang sama,” kata Endro.
Tantangan Penyesuaian bagi Guru
Di sisi lain, Endro mengakui penyesuaian pada kurikulum baru dan penghapusan jurusan merupakan tantangan bagi guru.
“Tentu perubahan kebijakan ini memerlukan waktu, sumber daya, dan pelatihan bagi guru untuk beradaptasi dengan metode pengajaran baru. Saya kira akan ada perubahan-perubahan yang memerlukan waktu dan adjustment atau adaptasi,” ucapnya.
Risiko Kurang Pengetahuan?
Endro juga menyorot potensi risiko siswa kekurangan pengetahuan mendalam di beberapa bidang yang sebetulnya mereka minati usai penghapusan jurusan.
“Ada potensi pengurangan fokus tanpa spesialisasi jurusan IPA dan IPS. Siswa mungkin kurang mendapatkan pengetahuan secara mendalam di bidang tertentu yang mereka minati. Selain itu juga, bisa memengaruhi kesiapan mereka untuk pendidikan lanjut di bidang tersebut,” ucapnya.
(twu/nwy)