Jakarta –
Melihat kemungkinan keberhasilan di tengah situasi yang menghimpit, tentu bukan hal yang mudah. Namun, jika ada yang berusaha tetap optimis dan berusaha, di tengah kondisi ekonomi dan keluarga yang sulit, maka bolehlah kita ambil pelajarannya.
Seperti yang diceritakan oleh Alfin Dwi Novemyanto. Terlahir di tengah kondisi keluarga yang kurang beruntung, tidak kemudian membuatnya langsung menyimpulkan nasib.
Alfin, panggilannya, merupakan putra kedua dari keluarga yang broken home. Ibunya berprofesi sebagai pengumpul rongsokan. Sedang kedua orang tuanya telah berpisah. Laki-laki berperawakan tinggi itu menceritakan hidupnya yang banyak susah, tanpa ekspresi ratapan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alfin adalah seorang mahasiswa penerima LPDP S2 di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM). Sebelumnya, dia lulus sarjana dari Universitas Terbuka (UT).
Bagaimana Tidak Takut Gagal?
Alfin berasal dari Sragen, Jawa Tengah. Saat hendak kuliah S1 dulu, dia sempat mengurungkan niat lantaran keluarga mendorong untuk bekerja. Alhasil, Alfin sempat gap year selama satu tahun untuk bekerja sebagai operator produksi.
Walau ada banyak situasi sulit hingga akhirnya sekarang dia menjadi mahasiswa Magister UGM, Alfin mampu menjaga konsistensi dalam berusaha. Apa yang membuatnya tak takut gagal? Alfin memiliki pemikiran sendiri soal kegagalan.
“Keberhasilan itu bukan berasal dari apa yang kita capai, tapi keberhasilan itu ternilai jika kita bisa bangkit dari kegagalan,” kata Alfin kepada detikEdu (4/9/2024).
“Dalam artian kita berhasil mengalahkan diri kita,” tambahnya.
Menurutnya, saat seseorang memiliki motivasi, maka ketika gagal maka akan berjuang terus.
“Prinsip, motivasi, dan target hidup itu dibutuhkan ketika kita mau berjuang. Dan ketika kita gagal itu semangatnya kayak bangkit lagi,” imbuhnya.
Alfin mengaku, adanya target dan prinsip menjadi semacam pemacu untuk lebih semangat.
Bisa Sampai S2, Bagaimana Caranya?
Seorang guru SMA Alfin berjasa membujuknya untuk mau kuliah. Di tengah-tengah bekerja saat gap year, guru tersebut menemukannya. Guru itu pun memberi tahu Alfin adanya beasiswa Bidikmisi jurusan hukum di UT.
Jalan terang yang dibukakan untuk Alfin, disambutnya dengan kerja keras selama kuliah di UT. Alhasil, selama kuliah di sana, dia memperoleh banyak sekali prestasi.
Alfin mengaku, dia memang banyak ikut lomba karena untuk uang jajan. Menurutnya, lomba menjadi mata pencahariannya saat itu, di samping untuk mengisi CV.
“Kalau aku kerja, nanti belajarku enggak maksimal (dan) pengalamanku juga dikit. Makanya, di sini aku ikutan lomba sebanyak mungkin untuk dijadikan sebagai mata pencaharianku, notabenenya juga buat isi CV,” jelasnya.
Proses kuliah sarjana diikuti Alfin dengan sangat baik. Ini dibuktikan dengan dinobatkannya dia sebagai Mahasiswa Prestasi Utama UT hingga lulusan terbaik IPK tertinggi di UT pada 2023.
Namun, ketika dia menjalani seleksi LPDP, ada pengalaman yang sedikit menyakitkan baginya. Laki-laki kelahiran 1999 itu mengaku wawancaranya itu menyakitkan hati karena pada saat itu aku diklarfifikasi soal ke-UT-an.
“Jadi kayak (ditanya), ‘Emang kamu bisa ngikuti yang lain?’ Kamu kan enggak ada skripsi blablabla gitu,” ucapnya.
Untuk lulus di UT, Alfin menulis beberapa jurnal sebagai pengganti kelulusannya. Namun, dia tetap berhasil memperoleh beasiswa LPDP.
Demi bisa ikut beasiswa LPDP pun Alfin banyak mendapat bantuan dari orang-orang yang baik.
Alfin mendapat bantuan untuk mendaftar LPDP karena pernah membantu penelitian seseorang. Dia mengaku senang dikelilingi oleh orang-orang yang baik.
“Sempat bantu penelitian, jadi dibiayai sama orang baik. Terus direktur UT itu emang baik banget sama aku. Dia selalu memberikan atensi terbaiknya. ‘Alfin, kamu butuh apa, bilang aja ke Ibu,'” kata Alfin menirukan direktur UT saat itu.
“Aku sangat menghormati orang baik,” ucapnya sambil tersenyum.
(nah/nah)