Jakarta –
Eiichiro Honma berusia 13 tahun saat ia dan empat pelajar asal Jepang lain berlayar ke Massachusetts, Amerika Serikat pada 1867. Ia seharusnya akan kembali merantau dengan ilmu militer untuk menjadi prajurit samurai, tetapi perjalanan mengantarkan Honma jadi insinyur.
Anak keluarga samurai itu semula menyusuri Samudra Pasifik untuk mendaftar di akademi militer di Worcester, Massachusetts. Keinginannya untuk jadi prajurit samurai selaras dengan status keluarganya sebagai unsur pemerintahan Jepang saat itu.
Calon Samurai Menjadi Insinyur
Honma lahir pada Zaman Edo atau Zaman Tokugawa, yang berlangsung pada 1603-1868. Zaman ini dikenal dengan pertumbuhan ekonomi, kestabilan populasi, tatanan sosial ketat, dan kebijakan luar negeri isolasionisme untuk tidak terlibat dengan negara asing, baik kerja sama maupun perang.
Namun, kekuasaan dinasti keshogunan Tokugawa berakhir dalam pemerintahan Jepang saat Honma tiba di AS. Ia pun tidak wajib jadi prajurit seperti keluarganya.
Kebebasan baru ini ia manfaatkan dengan mendaftar ke Massachusetts Institute of Technology (MIT), kampus yang kini menjadi perguruan tinggi terbaik dunia versi QS World University Rankings 2025.
Calon mahasiswa baru ini memilih teknik sipil pada 1870 sebagai bidang ilmu untuk ditekuni. Empat tahun kemudian, ia lulus sebagai wisudawan pertama MIT asal Jepang.
“Honma mungkin mengira akan menjadi perwira militer, tetapi saat ia masuk MIT, ia ingin melakukan hal lain.Dan hal lain itu adalah teknologi paling mutakhir pada masanya: rel kereta api,” kata Hiromu Nagahara, seorang profesor sejarah di MIT, dikutip dari laman kampus.
Kelak, Honma kembali ke tanah airnya. Ia menjadi insinyur rel kereta api yang salah satunya kenamaan dengan menangani jalur kereta api di pegunungan, Usui Pass, Jepang.
Honma dan Masa Kuliah
Ada sejumlah pendapat soal penyebab keruntuhan keshogunan dan Jepang terpaksa membuka diri pada mancanegara. Salah satunya yakni kelaparan, pergantian tingkat ekonomi antara masyarakat petani dan samurai, kesenjangan teknologi dan persenjataan dengan Barat, dan intrusi kapal perang Eropa yang tengah bertikai, dan serangan AS
Kondisi di Jepang pada akhir Zaman Edo tampak tidak memungkinkan para remajanya berlayar ke AS. Namun, kedatangan Honma bertepatan dengan MIT yang baru membuka kelas pada 1865 kendati sudah berdiri sejak 1861.
“Kelahiran MIT pada tahun 1860-an bertepatan dengan periode pergolakan politik, ekonomi, dan budaya yang besar di Jepang. Itu adalah momen unik ketika ada keinginan untuk pergi ke luar negeri dan kesediaan pemerintah (Jepang) untuk membiarkan orang pergi ke luar negeri,” kata Nagahara.
Christine Pilcavage, Direktur Pelaksana Program MIT-Jepang, mengatakan Honma semasa kuliah cukup disambut teman-teman asal Barat dan keluarganya. Ia menduga, mungkin status sosial Honma di Jepang juga berpengaruh. Sebab, ia terkadang dipanggil ‘Prince’ atau pangeran oleh teman-temannya.
“Ia diundang ke rumah orang pada hari Thanksgiving. Ia tampaknya tidak menghadapi prasangka yang ekstrem. Masyarakat menyambutnya dengan baik,” kata Pilcavage.
Mengikuti Jejak Honma
Setelah Honma, ada Takuman Dan, mahasiswa S1 asal Jepang kedua di MIT. Mengenal MIT dari seniornya tersebut, Dan yang juga dari keluarga samurai tergerak untuk mempelajari teknologi.
Mahasiswa angkatan 1878 tersebut lalu belajar teknik pertambangan di MIT. Setelah lulus, Dan menjadi insinyur pertambangan di Mitsui pada 1888 dan menjadi ketua dewan konglomerasi Mitsui pada 1914. Takuman Dan kelak diundang ke kampus sebagai alumni kehormatan MIT pada 1910 dan 1921.
Dan yang berpaham internasionalisme dan percaya akan kerja sama antarbangsa mengembuskan napas terakhir pada 1932. Ia dibunuh di luar kantor pusat Mitsui di Tokyo atas kejahatan terorisme nasionalis.
Di samping Dan, ada Kiyoko Makino yang tercatat sebagai perempuan Jepang pertama dan mahasiswa internasional perempuan pertama yang mendaftar di MIT. Makino belajar biologi di MIT pada 1903-1905.
Kisah Makino sebagai mahasiswa Jepang di AS sempat diabadikan di surat kabar New England, AS. Makino kelak pulang ke Tanah Air menjadi guru biologi SMA dan penulis buku teks Physiology of Women.
Diceritakan di Pameran Kampus
Setelah lulus 150 tahun yang lalu, sosok Honma bersama Dan dan Makino dikisahkan dalam pameran From Samurai into Engineers di Hayden Library, MIT, hingga 19 Desember mendatang.
Nagahara mengatakan, kisah ketiganya menunjukkan pilihan pendidikan dan karier para remaja yang merantau ke luar negeri, sejarah Jepang membuka diri ke mancanegara, perkembangan MIT sebagai institusi pendidikan yang dikenal secara internasional, dan sejarah perjalanan kehidupan modern.
Pameran ini salah satunya lahir dari kelas Modern Japan yang diampu Nagahara pada musim semi 2024 lalu. Para mahasiswanya turut menyusun riset dan menulis ringkasan sejarah yang terkait dengan pameran.
Sementara itu, penelitian dan koleksinya difasilitasi Perpustakaan MIT. Surat-surat para mahasiswa, skripsi, soal-soal, dan dokumen lainnya juga ditampilkan pada pameran arsip tersebut.
Gambar tangan Honma yang berupa jembatan rel kereta api rangka besi juga dipamerkan di sana. Gambar tersebut berasal dari skripsinya di MIT.
(twu/pal)