Hong Kong –
Konsulat Jenderal RI di Hong Kong mengajak siswa Indonesia untuk belajar di Hong Kong dengan beasiswa Belt and Road Scholarship. KJRI Hong Kong akan mengupayakan kuota beasiswa Belt and Road yang dialokasikan untuk siswa Indonesia.
“Untuk siswa Indonesia yang sudah mendapatkan beasiswa Belt and Road sebanyak 20 orang hingga kini dan sudah lulus semua, belum ada lagi. Tahun ini sepertinya nggak ada yang lolos,” tutur Konjen RI Hong Kong, Yul Edison.
Yul menyampaikan hal itu dalam acara Binus Media Partnership Program (BMPP) di Hotel Dorsett Tsuen Wan Hong Kong, Jumat (28/6/2024).
Yul mengajak lagi siswa Indonesia untuk mendaftar beasiswa Belt and Road dari pemerintah China untuk belajar di universitas-universitas di Hong Kong. Menurutnya mahasiswa Indonesia yang melamar beasiswa ini masih terbilang sedikit.
“Coba lihat Kazakhstan yang bisa mencapai 500-an mahasiswa per tahun. Ke depan kami akan upayakan kuota beasiswa untuk mahasiswa RI,” tuturnya.
Beasiswa Belt and Road ini, imbuhnya, menanggung seratus persen biaya kuliah, biaya hidup hingga akomodasi mahasiswa.
Dalam situs Study in Hong Kong milik pemerintah Hong Kong, Indonesia termasuk designated countries (negara terpilih) beasiswa Belt and Road bersama Malaysia, Thailand, Myanmar, Mongolia dan Kazakhstan.
“Padahal Hong Kong sangat generous untuk beasiswa dari pemerintah China. Tahun ini kuota beasiswanya meningkat 50 persen,” imbuhnya.
Selain beasiswa Belt and Road, mahasiswa Indonesia juga bisa melamar beasiswa LPDP di bawah Kemenkeu. Apalagi dana LPDP di bawah Kemenkeu kini mencapai Rp 170 triliun.
“Pihak LPDP juga sudah berkomitmen untuk menjadikan kampus top di Hong Kong menjadi prioritas,” tuturnya.
Keunggulan Kuliah di Hong Kong
Konjen RI Hong Kong Yul Edison Foto: (Dok Nograhany WK/detikcom)
|
Yul pun memaparkan beberapa keunggulan kuliah di Hong Kong dibanding dengan kampus-kampus Ivy League di Amerika Serikat.
“Di Hong Kong biaya pendidikan lebih murah. Setahun 36 ribu Hong Kong Dollar untuk kuliah di kampus Hong Kong, sedangkan Ivy League di AS bisa mencapai 60 ribu US Dollar per tahun. Biaya kuliah di Hong Kong sepertiganya dari Ivy League. Perbandingannya, kalau memberangkatkan mahasiswa RI kuliah S2 ke AS 3 orang, kalau di Hong Kong bisa 8 orang,” jelas dia.
Kualitas kampus di Hong Kong, lanjut dia, juga tidak kalah bagusnya dengan di AS. Yul memaparkan ada 5 kampus Hong Kong yang masuk Top 100 Dunia berdasarkan QS World University Rankings (QS WUR) 2025, 2 di antaranya masuk Top 10 Asia yakni:
The University of Hong Kong (HKU)
Peringkat dunia: 17
Peringkat Asia: 4
The Chinese University of Hong Kong (CUHK)
Peringkat dunia: 36
Peringkat Asia: 8
The Hong Kong University of Science and Technology (HKUST)
Peringkat dunia: 47
Peringkat Asia: 11
The Hong Kong Polytechnic University (PolyU)
Peringkat dunia: 57
City University of Hong Kong (CityU)
Peringkat dunia: 62
Kondisi Mahasiswa RI di Hong Kong
Pemaparan tentang Statistik Pendidikan Hong Kong oleh Konjen RI Hong Kong, Yul Edison Foto: (Dok Nograhany WK/detikcom)
|
Kondisi mahasiswa Indonesia di Hong Kong per Juni 2024 ini, ada 700 mahasiswa yang tersebar di 5 kampus unggulan di atas.
“Sangat kecil. Dari 700 mahasiswa itu yang terbanyak di HKUST 250 orang,” ungkapnya.
Dengan jumlah itu, Indonesia penyumbang mahasiswa asing di Hong Kong nomor 3, setelah Korea dan Filipina.
Mayoritas mahasiswa RI di Hong Kong berkuliah atas beasiswa mandiri alias biaya orang tua. Mayoritas mahasiswa Indonesia ini berasal dari kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta dan Bandung, dari SMA swasta ternama dengan mayoritas mengambil jurusan Bisnis.
Dalam forum yang sama, Vice President of Binus Higher Education, Prof Harjanto Prabowo atau yang disapa Prof Har, mengatakan bahwa Binus sudah menjalin kerja sama dengan beberapa dari top 5 kampus di Hong Kong dalam program pertukaran pelajar antara lain dengan HKUST, POLYU dan CITYU.
Melalui program study abroad 3 + 1, mahasiswa yang sudah menginjak tahun ketiga bisa belajar satu hingga dua semester di kampus-kampus di Hong Kong.
“Alumni Binus di Hong Kong sendiri kini tercatat mencapai 20 ribuan, nomor dua setelah Singapura yang 200 ribuan,” tutur Prof Har.
(nwk/faz)