Jakarta –
Baru-baru ini, beberapa guru honorer di DKI Jakarta diberhentikan sepihak. Diduga, hal tersebut merupakan imbas dari kebijakan cleansing yang dikeluarkan oleh Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jakarta.
Sebanyak 107 guru honorer diberhentikan dalam waktu dua minggu di awal bulan Juli 2024. Pemberhentikan ini bertepatan juga dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
Atas kebijakan tersebut, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) menerima banyak laporan dari guru-guru bersangkutan. Temuan awal LBH mengungkap adanya pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) terkait kebijakan cleansing ini.
Pasalnya, kebijakan membuat para guru kehilangan pekerjaan secara mendadak. Selain itu, temuan lainnya adalah adanya intimidasi dan teror yang diterima guru honorer yang melakukan demo.
Dalam rangka memberikan ruang bagi para guru honorer terdampak, LBH bersama Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) membuka pos pengaduan.
“Hari ini merupakan rangkaian dari hari Senin kemarin pada 15 Juli 2024 di mana kami menerima perwakilan guru honorer yang ada di wilayah provinsi DKI Jakarta yang datang mengadukan permasalahan yang terjadi saat ini yakni adanya PHK massal akibat kebijakan cleansing,” tutur Muhammad Fadhil Alfathan selaku Kepala Advokat LBH Jakarta di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Rabu (16/7).
Fadhil melihat masalah pemutusan hubungan kerja sepihak (PHK) semacam ini dapat berpotensi massal. Ia khawatir akan ada korban lebih banyak lagi mengingat kebijakan dikeluarkan oleh langsung Disdik DKI.
“Dan kami menilai di sini ada potensi sebaran dampak dan korban yang luas,” katanya.
“Untuk memastikan dan membuat ini lebih sistematis maka menurut kami penting untuk membuat kanal pengaduan yang nantinya bisa memfasilitasi kawan-kawan guru honorer,” sambung Fadhil.
Pengaduan bisa dilakukan secara online lewat laman Fadhil mengimbau para guru yang terdampak tak lagi takut diteror atau intimidasi dalam melaporkan hal ini.
Iman Zanatul Haeri selaku Kepala Advokat P2G pun mengaku sangat kecewa terhadap kebijakan ini. Menurutnya, permasalahan ini menunjukkan bahwa tata kelola guru di Indonesia masih belum baik.
“Tata kelola guru di Indonesia kalau boleh disebut itu masih amburadul. Kejadian cleansing guru honorer di DKI Jakarta ini boleh kita sebut sebagai fenomena gunung es,” kata Iman.
Iman menuturkan bahwa pemecatan ini bisa dikatakan masif. Tindakannya sudah terjadi di beberapa daerah dan kini mencuat setelah kejadian di DKI Jakarta.
“Sedang terjadi PHK besar-besaran terhadap guru honorer di Indonesia. Sampelnya yang pertama sebetulnya tahun 2024 ini ketika kami dari P2G mendapatkan laporan dari guru-guru di Garut,” kata Iman.
Ia menegaskan kebijakan ini sangat tidak bijak mengingat guru honorer juga guru. Hak mereka telah dijamin dalam Permendikbud Nomor 10 Tahun 2017.
“Kami berharap guru honorer ini dikembalikan ke sekolah masing-masing. Kalau seluruh guru honorer di-PHK maka akan kekurangan tenaga pengajar di sekolah,” ungkapnya.
Sebelumnya Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Budi Awaluddin mengungkapkan alasan cleansing guru honorer ini.
“Guru honorer saat ini diangkat oleh Kepsek tanpa rekomendasi dari Dinas Pendidikan. Yang dibiayai oleh dana BOS. Kami melakukan cleansing hasil temuan dari BPK,” ungkapnya seperti dilansir dari detikNews.
Budi mengungkapkan jika saat ini banyak guru honorer diangkat oleh kepala sekolah tanpa adanya rekomendasi dari Dinas Pendidikan. Biaya yang dikeluarkan untuk menggaji guru honorer berasal dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK tahun 2024, ditemukan peta kebutuhan guru honor yang tidak sesuai dengan Permendikbud serta ketentuan sebagai penerima honor.
Budi menjelaskan bahwa terhitung sejak 11 Juli 2024, Disdik DKI Jakarta telah melakukan penataan tenaga honorer pada satuan pendidikan negeri di wilayah Jakarta sesuai dengan Pasal 40 (4) Permendikbud No 63 Tahun 2022.
“Sesuai Permendikbud No 63 Tahun 2022 Pasal 40 (4) bahwa guru yang dapat diberikan honor harus memenuhi persyaratan berstatus bukan ASN, tercatat pada Data Pokok Pendidikan (Dapodik), Memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) dan Belum mendapat tunjangan profesi guru,” ucapnya.
(cyu/nwk)