Jakarta –
Mahasiswa berkewarganegaraan Indonesia ditahan oleh otoritas imigrasi Amerika Serikat (AS), US Immigration and Customs Enforcement (ICE) beberapa hari setelah visa pelajarnya tiba-tiba dicabut.
Agen ICE menahan Aditya Harsono yang berusia 33 tahun itu di Marshall, Minnesota.
Pengacara Aditya, Sarah Gad mengaku prihatin dengan tren meresahkan yang menurutnya berdampak pada pelajar internasional AS dengan visa F1.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ditangkap Agen Berpakaian Preman
Pada 23 Maret 2025 lalu, Gad mengatakan kliennya telah dicabut visa pelajarnya dan ditangkap oleh agen ICE berpakaian preman empat hari kemudian.
Gad mengatakan pencabutan tersebut dilaporkan berdasarkan hukuman pelanggaran ringan atas kerusakan properti dari 2022. Namun, Gad yakin pandangan politik Aditya-lah yang membuat kliennya menjadi sasaran, seperti dikutip dari CBS News pada Rabu (16/4/2025).
Diduga pencabutan visa pelajar Aditya dan penangkapan berikutnya, terkait dengan partisipasinya dalam protes Black Lives Matter pada 2021 usai pembunuhan pria kulit hitam, George Floyd, oleh polisi AS.
Menurut istri dan dokumen pengadilan yang diserahkan oleh pengacaranya, Aditya ditangkap oleh agen ICE di tempat kerjanya di Marshall pada 27 Maret 2025, sebagaimana diberitakan oleh media setempat, The Minnesota Star Tribune, dikutip Rabu (16/4/2025).
The Minnesota Star Tribune juga telah menghubungi ICE untuk memberikan komentar tentang penahanan Aditya dan menghubungi Departemen Luar Negeri AS untuk alasan pencabutan visa pelajar Aditya.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri mengatakan lembaga tersebut tidak mengomentari kasus-kasus tertentu, dengan alasan privasi. Mereka menambahkan, semua pelancong yang masuk ke AS menjalani pemeriksaan.
“Pemerintahan Trump berfokus pada perlindungan negara dan warga negara kita dengan menegakkan standar keamanan nasional dan keselamatan publik tertinggi melalui proses visa kami,” kata departemen tersebut.
Catatan pengadilan mengatakan alasan resmi yang diberikan untuk penahanan Aditya adalah karena ia telah melewati batas waktu visa pelajarnya, yang telah dicabut empat hari sebelum penangkapannya pada Maret, yang konon karena hukuman pelanggaran ringan di masa lalu atas kerusakan properti.
Namun, istri Aditya, Peyton Harsono yakin waktu dan situasi kejadian tersebut mengarah pada hal lain. Peyton mengatakan dia yakin suaminya menjadi sasaran penangkapan karena sebuah protes pada 2021 itu.
Polisi mengatakan mereka menangkap Aditya dalam protes atas kematian George Floyd, 13 menit setelah jam malam pukul 11 malam.
Meskipun tuduhan terhadap Aditya yang disebabkan kehadiran di perkumpulan yang melanggar hukum pada periode tersebut dibatalkan, Peyton Harsono menilai agen ICE merujuk pada protes tersebut ketika menahannya. Pengacara Aditya juga setuju.
Gad dalam sebuah wawancara mengatakan pejabat federal tampaknya lebih tertarik pada riwayat protes politik kliennya daripada catatan kriminalnya.
“Itu sebenarnya bukti pertama mereka dalam nota keberatan mereka terhadap jaminan, bukan petisi pembelaan hukuman yang sebenarnya atas kerusakan properti akibat pelanggaran ringan,” kata Gad.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan pada Maret bahwa AS memiliki hak untuk mencabut visa bagi pelajar yang berpartisipasi dalam gerakan yang melibatkan tindakan seperti merusak universitas, melecehkan pelajar, mengambil alih gedung, membuat keributan, “[dan] kami tidak akan memberi Anda visa.”
Catatan kriminal publik Aditya mencakup hukuman pelanggaran ringan pada 2022 karena merusak properti karena menyemprotkan grafiti pada trailer, yang kemudian membuatnya menyelesaikan masa percobaan.
Aditya pertama kali datang ke Amerika satu dekade lalu dan telah berada di negara tersebut secara legal dengan visa pelajar, kata istrinya.
Menkum: Pemerintah Akan Berli Pelindungan
Sementara, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menjamin Pemerintah akan memberi pelindungan terhadap Aditya.
“Pada prinsipnya, bagi kami tentu perlindungan terhadap WNI kita harus kita lakukan. Itu tugas konstitusional yang tidak boleh diabaikan,” jelas Supratman di gedung Kemenkum, Jakarta pada Selasa (15/4/2025), dikutip dari detiknews.
Ia menyebut KJRI pasti memberikan pelindungan. Kendati begitu, mengenai status kewarganegaraan, menjadi wewenang Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan.
“KJRI pasti melakukan itu. Ya, makanya masalahnya sekarang Kementerian Hukum yang terkait dengan soal status kewarganegaraan di sana, kemudian juga dokumennya, kan sekarang ada beralih di Kementerian Imipas,” ujar Supratman.
(nah/nwk)