Jakarta –
Gigi dan tulang menjadi anggota tubuh yang tersisa ketika seorang sudah meninggal dunia. Hal serupa terjadi pada hewan dan ternyata berujung menjadi limbah.
Namun, siapa sangka limbah gigi dan tulang hewan memiliki manfaat yang belum tereksplorasi lebih jauh. Limbah ini diteliti lebih dalam oleh mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Video Gagasan Konstruktif (VGK).
Mereka adalah Aulia Pradnya Maharani, Orchidthania Putri, Gugun Hutagalung, Danial Bagus Setiawan, dan Anna Hamidah. Ketua tim, Aulia, menyebutkan gigi dan tulang hewan di Indonesia masih berakhir menjadi limbah karena dibuang masyarakat.
Padahal, gigi dan tulang dapat digunakan sebagai bahan filtrasi air limbah. Air tersebut ajdi bisa kembali jernih dan siap dipakai untuk sistem irigasi sawah.
“Sebagian besar masyarakat membuang limbah tersebut. Padahal, dalam limbah tersebut terdapat kandungan hidroksiapatit yang dapat digunakan menjernihkan air,” kata Aulia, dikutip dari rilis di laman resmi UGM, Kamis (5/9/2024).
Inovasi Hydrosan
Inovasi ini bernama “Hydrosan”. Ide awal kehadiran Hydrosan berkaitan dengan sebuah pemukiman padat penduduk di daerah Sleman, Yogyakarta.
Namun untuk memaksimalkan potensi setempat, tim mahasiswa UGM tersebut menyulap gigi dan tulang hewan sebagai filter untuk mengolah air limbah tinja penduduk sekitar.
Lantas, apa bedanya dengan sistem pengolahan air bersih yang sudah ada saat ini?
Salah satu anggota tim, Orchidthania Putri menjelaskan penelitian mereka bertitik berat pada penggunaan manfaat hidroksiapatit yang ditemukan di gigi dan tulang hewan. Pemanfaatan unsur tersebut nyatanya masih jarang digunakan.
Riset akhirnya dimulai dengan mengidentifikasi masalah dan menelusuri campuran filtrat yang akan digunakan. Mereka menggunakan limbah tinja sebagai bahan eksperimen.
Limbah tinja ini ditampung dalam suatu tempat sebelum diproses di tempat penjernihan air. Selama proses pengolahan, air akan melalui beberapa tahapan dari pembersihan, penjernihan, dan penyaringan.
Setelah dipastikan jernih, air disalurkan ke reservoir atau tempat cadangan air. Air yang sama kemudian dialirkan menuju saluran irigasi sawah.
Tidak sembarangan, para mahasiswa juga memikirkan integrasi antara reservoir dengan sistem irigasi sawah. Mereka menempatkan sensor ultrasonik untuk mendeteksi ketinggian air agar menghindari potensi banjir atau bencana lainnya masuk ke air yang telah jernih.
Mitigasi Perubahan Iklim
Melalui Hydrosan, Danial yang juga anggota tim PKM ini berharap agar inovasinya bisa memberikan dampak jangka panjang, baik bagi sistem irigasi maupun pengolahan sanitasi. Dengan begitu, inovasi mereka bisa memberi manfaat kepada para petani Indonesia.
“Tentunya kami berharap bahwa inovasi yang diusung dapat menciptakan ketahanan pangan yang ada di Indonesia, di tengah ketidakpastian iklim dan memberikan manfaat kepada para petani,” kata Danial.
Selaras dengan Danial, Orchidthania juga berharap Hydrosan bisa mengurangi limbah gigi dan tulang yang dihasilkan masyarakat. Bonusnya, masyarakat bisa memiliki air dengan kualitas baik yang bisa dialirkan ke persawahan.
“Mengurangi limbah gigi dan tulang yang dihasilkan oleh masyarakat (dapat) sekaligus meningkatkan kualitas air dan sebagai hasilnya meningkatkan kualitas hasil tani yang dihasilkan oleh sektor pertanian,” tutupnya.
(det/twu)