Jakarta –
Ratusan mahasiswa Dongduk Women’s University memprotes rencana untuk mengubah universitas mereka menjadi lembaga pendidikan bersama atau co-ed. Dengan diterapkannya co-ed, kampus yang telah 76 tahun hanya menerima mahasiswa perempuan ini akan menerima mahasiswa laki-laki.
Dalam protes tersebut, sekitar 200 mahasiswa berdiri di depan gedung utama kampus pada hari Selasa (15/11) sambil memegang spanduk yang mendesak universitas.
“Komite darurat kami tidak akan menghentikan pemboikotan kelas dan protes duduk sampai kami mencapai tiga tujuan berikut,” kata komite darurat dalam Korea JoongAng Daily dikutip Jumat (15/11/2024).
“Kami menuntut agar sekolah secara resmi mengakhiri diskusi untuk mengubah [Dongduk Women’s University] menjadi lembaga pendidikan bersama, melaksanakan pemilihan langsung presiden universitas, dan mengumumkan rencana lebih lanjut untuk mahasiswa internasional sarjana laki-laki,” sambungnya.
Komite darurat, yang terdiri dari dewan mahasiswa universitas dan klub mahasiswa feminis Siren, akan melakukan diskusi dan protes. Panitia tersebut mengorganisasikan pemboikotan kelas mulai hari Selasa sambil membagikan materi kelas secara daring untuk membantu mahasiswa yang tidak menghadiri kelas.
Panitia telah menjadwalkan pertemuan dengan pejabat universitas pada hari Senin, tetapi tidak dapat bertemu dengan perwakilan hingga Selasa pagi.
Universitas tersebut mengklarifikasi jika mereka hanya membahas perubahan tersebut sebagai kemungkinan ide tanpa ada yang difinalisasi. Namun, berkas pendaftaran universitas menunjukkan enam mahasiswa laki-laki diterima di program Studi Bahasa & Budaya Korea tahun ini. Studi Bahasa dan Budaya Korea adalah program sarjana khusus untuk mahasiswa internasional, dengan penerimaan yang diputuskan melampaui kuota penerimaan reguler.
Sebagai bentuk protes, ratusan jaket Dongduk Women’s University juga diletakkan di depan gedung utama universitas. Selain itu sekitar 400 ijazah alumni dicetak dan ditempel di tanah untuk menunjukkan dukungan kepada para mahasiswa.
Insiden Mahasiswa Perempuan dengan Pria
Lee Song-yi, wakil ketua komite darurat, mengatakan para mahasiswa marah atas beberapa insiden dalam beberapa tahun terakhir, termasuk insiden tahun 2018 di mana seorang pria mengunggah foto dirinya terlibat dalam perilaku cabul di dalam kelas. Selain itu, terdapat insiden penyerangan seksual seorang profesor terhadap seorang mahasiswa.
“Di luar sekolah, ada isu-isu seperti pembunuhan Stasiun Sindang, seorang mahasiswa kedokteran yang membunuh pacarnya, insiden tendangan roundhouse Busan, wanita yang diteliti karena menggunakan gerakan mencubit jari dan seorang pria menyerang seorang wanita karena berambut pendek,” katanya.
“Meskipun universitas bukanlah tempat yang sempurna, kami merasa bebas di dalam kampus universitas, dan menyingkirkan ruang aman tempat para wanita dapat mengekspresikan pendapat mereka secara bebas bertentangan dengan tujuan pendirian universitas,” sambungnya.
Kampus Lain Melakukan Hal Serupa
Menyusul berita di Women’s University Donduk, para mahasiswa di Universitas Sungshin juga mendapati bahwa sekolah mereka akan membuka pendaftaran untuk Sekolah Internasional Kebudayaan dan Teknologi Korea bagi mahasiswa laki-laki.
Menurut pedoman penerimaan mahasiswa internasional universitas, “mahasiswa dapat mendaftar ke Sekolah Internasional Kebudayaan dan Teknologi Korea tanpa memandang jenis kelamin.”
Sekolah Internasional Kebudayaan dan Teknologi Korea adalah departemen baru yang terbuka secara eksklusif bagi mahasiswa internasional dan akan menerima pendaftaran untuk kelas perdana mulai 2 Desember.
“Universitas tidak memberitahukan berita tersebut kepada dewan mahasiswa atau mahasiswanya, mengambil keputusan sendiri dan hanya mengumumkan pedoman penerimaan,” demikian pernyataan yang dikeluarkan oleh dewan mahasiswa Universitas Wanita Sungshin pada Selasa (12/11/2024) lalu.
“Sampai kapan para mahasiswa harus diberitahu informasi penting tentang universitas tersebut secara satu arah dan tidak melalui komunikasi timbal balik?” imbuhnya.
Dewan mahasiswa menuntut universitas secara transparan berbagi rencananya dengan mahasiswa dan menghentikan rencana untuk menerima mahasiswa laki-laki.
(nir/nwy)