Jakarta –
Revisi Rancangan Undang-undang (RUU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) hingga kini masih menjadi polemik di tengah masyarakat. Pasalnya, Komisi X DPR RI hingga sekarang belum merilis draft naskahnya.
Berbagai kalangan jadi menanyakan perihal substansi apa saja yang akan diubah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tersebut.
Salah satu pemerhati pendidikan sekaligus Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji berpendapat bahwa isi UU Sisdiknas ini harus sesuai dengan permasalahan serta arah pendidikan di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Yang saya baca berdasarkan RUU Sisdiknas tahun 2022, secara umum prinsip-prinsip utama yang diacu dan dirujuk memang hal-hal yang sangat basic,” kata Ubaid dalam Seminar Nasional Pendidikan: RUU Sisdiknas dan Komitmen Negara dalam Pemenuhan Hak Pendidikan untuk Semua via Zoom, Selasa (29/4/2025).
Masukan JPPI terhadap RUU Sisdiknas
Menurut Ubaid, ada lima poin arah pendidikan Indonesia yang harus ada dalam substansi isi RUU Sisdiknas. Pertama, berkeadilan untuk semua. Artinya pendidikan harus menjadi hak fundamental semua orang, tanpa diskriminasi atas dasar ekonomi, gender, daerah, disabilitas, agama dan lainnya.
“RUU versi pemerintah ini soal berkeadilan untuk semua. Ini artinya tidak ada perlakuan yang dibedakan, harus semuanya punya kesempatan yang sama,” tegas Ubaid.
Kedua, Sisdiknas harus menjamin keberlangsungan pembelajaran sepanjang hayat. Pendidikan mesti dilihat sebagai proses seumur hidup, tidak terbatas pada sekolah formal.
“Dengan kata lain, UU Sisdiknas menjadi pembuka akses ke pendidikan nonformal, informal, kursus, pelatihan, dan pembelajaran berbasis komunitas sepanjang hidup,” tambahnya.
Ketiga, olah pikir, olah rasa dan olah raga. Tiga hal ini bertujuan untuk mengembangkan intelektual (pikir), fisik (raga), dan emosional-spiritual (rasa). Kurikulum tidak boleh hanya berbasis kognitif, melainkan perlu mengintegrasikan kecerdasan sosial, emosional dan jasmani.
Keempat, memerdekakan dan memanusiakan. Tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan manusia bukan mengekang dalam sistem kaku. Pendidikan harus membantu manusia menjadi agen perubahan sosial yang memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan.
Terakhir adalah mendorong peradaban yang berbudaya. Pendidikan bertujuan membangun masyarakat beradab, kritis, kreatif, menghormati nilai budaya dan kemanusiaan.
“Sehingga ukuran keberhasilan bukan hanya skor akademis, tapi bagaimana peserta didik berkontribusi pada kebudayaan, kemajuan sosial dan peradaban yang humanis,” pungkas Ubaid.
Jangan Sampai RUU Sisdiknas Timbulkan Masalah Baru
Dalam kesempatan yang sama, peneliti dari Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Badiul Hadi turut menyampaikan pendapatnya terkait RUU Sisdiknas. Ia menyoroti alokasi anggaran pendidikan yang harus jelas diatur UU Sisdiknas.
“Apakah 20% itu untuk pendidikan atau mencakup instrumen-instrumen dalam pendidikan, misalnya pegawai di kementerian atau dinas daerah, bagaimana konstruksinya,” katanya.
Ia melihat RUU Sisdiknas sudah memantik rasa penasaran banyak warga. Sehingga ia mendorong pemerintah agar segera memastikan rancangan revisi UU tersebut.
“Kenapa UU Sisdiknas banyak jadi sorotan tokoh masyarakat, salah satunya soal kesejahteraan guru hingga JPPI pun mengawal ini. Jangan sampai revisi ini jadi problem baru lagi karena tidak menyelesaikan permasalahan yang ada, padahal kajian sudah dilakukan berkali-kali,” katanya.
(cyu/nwk)