Jakarta –
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti mengatakan pihaknya tengah mengkaji putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pendidikan dasar di negeri dan swasta gratis dan wajib dibiayai negara.
“Sedang kita analisis dan kami belum bisa beri penyataan sebelum analisisnya selesai,” kata Mu’ti saat ditemui di Gedung A Kemendikdasmen, Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Pusat Rabu (28/5/2025).
Mu’ti juga menyebut belum ada koordinasi langsung dengan pihak sekolah swasta maupun pemerintah daerah. Untuk membuat kebijakan lanjutan, Kemendikdasmen akan menganalisis dahulu putusan MK tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Belum ada (koordinasi dengan pihak swasta),” katanya.
Ia meminta masyarakat dan banyak pihak untuk menunggu hasil analisis yang akan diumumkan kemudian. Yang jelas, Mu’ti akan mengkoordinasikan ini dengan pihak lainnya.
“Jadi, kami masih menganalisis belum bisa memberkan pernyataan soal keputusan MK,” ujarnya.
Pelaksanaan Disesuaikan dengan Kemampuan Fiskal Daerah
Sebelumnya Mu’ti mengatakan jika putusan MK dilaksanakan, maka harus sesuai dengan kemampuan fiskal pemerintah. Kemudian, aturan tidak bisa melarang sekolah swasta memungut biaya.
“Tapi satu, pelaksanaannya disesuaikan dengan kemampuan fiskal pemerintah. Dua, sekolah swasta tetap dapat memungut biaya pendidikan dari masyarakat meski ada bantuan pembiayaan dari pemerintah,” katanya kepada detikEdu kemarin (27/5/2025).
Mu’ti memahami hasil putusan MK tentang pasal Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tersebut.
“Inti dari putusan itu memang menyatakan bahwa Pasal di UU Sisdiknas harus dimaknai punya kewajiban untuk membiayai pendidikan dasar bukan hanya sekolah negeri tapi juga sekolah/madrasah swasta,” katanya.
Adapun putusan MK ini diajukan oleh Jaringan Pemantan Pendidikan Indonesia (JPPI) bersama Fathiyah, Novianisa Rizkika dan Riris Risma. Permohonan tersebut kemudian dikabulkan dengan tanda putusan yang dibacakan Ketua MK Suharyoto.
“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat,”
Adapun Hakim Konstitusi Enny Nurbainingsih mengatakan bahwa memang frasa “wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya” tak sesuai dengan fakta pendidikan yang terselenggara saat ini.
MK melihat bahwa pendidikan dasar adalah bagian dari pemenuhan hak atas ekonomi, sosial, dan budaya ekosob). Sehingga ini juga berlaku bagi siswa di sekolah swasta.
“Meskipun demikian, sifat pemenuhan hak atas pendidikan sebagai bagian dari hak ekosob tersebut pada prinsipnya berbeda dengan sifat pemenuhan hak sipil dan politik (sipol) yang bersifat segera (promptly) dengan mengurangi sedemikian rupa campur tangan negara dalam pelaksanaan hak tersebut,” jelas Enny.
“Sementara itu terkait dengan sifat pemenuhan hak ekosob dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kemampuan negara karena pemenuhan hak ekosob senantiasa berkaitan dengan ketersediaan sarana, prasarana, sumber daya, dan anggaran,” lanjutnya.
(cyu/nwk)