Jakarta –
Baik. Bisa dipahami. Dan kabarnya Swedia memiliki indeks kebahagiaan tinggi. Apakah karena gabungan sains-teknik dan sosial-humaniora di sana sudah begitu masif?
Ya. Memang demikian adanya. Di sana, waktu kerja dibatasi dengan sangat ketat: 8 jam sehari. Seorang sopir, yang sudah bekerja selama delapan jam, pasti akan diganti di mana pun lokasinya. Saya pernah mengalaminya. Bus yang saya tumpangi mendadak berhenti di tengah hutan yang sepi. Tak lama kemudian, sebuah mobil sedan datang dan menepi. Menjemput sopir lama. Mengantar sopir pengganti. Saya terkesima. Belakangan saya paham bahwa hal itu bisa terwujud karena didukung rekayasa sains-teknik dan rekayasa sosial-humaniora yang sangat masif, yang membuat seluruh warganya merasa happy.
Bukankah teknologi hebat bisa berdampak buruk secara sosial? Bagaimana cara mereka mengatasinya?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, tepat sekali. Karenanya, mereka memperhitungkan dampak sosial setiap teknologi secara presisi. Di era AI dan teknologi digital, mereka juga membuat aturan dan kebijakan yang tepat. Agar warganya selamat. Agar warganya terhindar dari dampak buruk amat berat terkait kemampuan konsentrasi. sebagai contoh, saat ini Swedia mengucurkan dana hingga 104 juta Euro – lebih dari 1,7 triliun rupiah – untuk mengganti perangkat belajar digital dengan buku cetak agar para siswa bisa lebih konsentrasi meningkatkan kemampuan dasar membaca dan menulis. AI baru digunakan saat mereka dewasa, dengan mematuhi policy dan regulasi yang amat ketat. Ya, benar, AI mesti digunakan secara bertanggung jawab: memaksimalkan manfaat, meninggalkan subhat. Penggunaan yang benar bisa amat menguntungkan. Penggunaan yang salah bisa sangat merugikan, bahkan membahayakan.
Teknologi AI terkini, seperti ChatGPT dan DeepSeek yang telah dilatih dengan miliaran pengetahuan dari beragam bidang ilmu, jika digunakan secara benar sebagai teman brainstorming-atau diskusi-untuk menemukan ide-ide besar yang tidak pernah terbayangkan. Bisa juga digunakan sebagai tools-kakas bantu-untuk mereduksi kuantitas eksperimentasi, mengeliminasi percobaan yang tidak berpotensi, sehingga mempercepat penemuan sains serta mengakselerasi lahirnya invensi dan inovasi. Dalam hal ini diperlukan manusia-manusia ahli yang bijaksana, yang bisa memahami domain masalah, yang bisa memvalidasi kebenaran, yang bisa mengoreksi kesalahan.
Namun, bagi anak-anak dan remaja yang belum memiliki kematangan kognitif, AI bisa membahayakan jika digunakan secara salah. AI bisa menyebabkan brain rot (pembusukan otak) pada anak-anak dan remaja jika digunakan secara berlebihan, yang membuat mereka malas berpikir dan menstimulasi otak mereka. Apalagi jika mereka sudah mengalami adiksi AI yang tinggi. AI bisa merusak seperti zat adiktif, yang menimbulkan efek halusinasi, karena AI menghasilkan luaran berdasarkan pengetahuan paling umum, dengan probabilitas terbesar, dari data yang dilatihkan padanya. Luaran umum, yang tidak spesifik, bisa membuat kreativitas anak-anak dan remaja terus berkurang, bahkan menghilang, sebab mereka khawatir saat memiliki pemikiran yang berbeda dari pengetahuan umum. Jika terjadi dalam waktu lama, otak mereka membusuk. Karenanya, dampak berbahaya ini disebut pembusukan otak.
Teman-teman, kalian pasti menyadari pentingnya teknologi keberlanjutan-sustainable technology-karena jumlah manusia di dunia terus bertambah. Sejak Oktober 2024, jumlah penduduk dunia mencapai 8 miliar manusia. Di tahun 2050 nanti, penduduk dunia diperkirakan mencapai 9,66 miliar manusia. Dan di tahun 2084 hingga kiamat, penduduk dunia diprediksi akan stabil di kisaran 10 miliar manusia, dengan angka kelahiran dan kematian yang hampir sama. Karenanya, teknologi keberlanjutan, seperti AI dan IoT (internet of things), sangat dibutuhkan untuk memperkuat ketahanan pangan, ketahanan energi, ketahanan kesehatan, dan sebagainya. Tanpa ketahanan pangan, bisa terjadi perang dunia ketiga: negara-negara saling serang untuk memperebutkan makanan.
Jadi, endurance mutlak diperlukan untuk keberlanjutan. Seperti maratonan yang butuh endurance tinggi, kita mesti memaksimasi potensi semua teknologi (khususnya AI), meminimasi limitasi, memitigasi dampak buruk yang mungkin terjadi. Demi apa? Demi menjaga bumi tetap ideal untuk ditinggali. Demi mewujudkan Revolusi Industri 5.0 yang memiliki tiga visi: human-centric (berpusat pada manusia), resilient (tahan), sustainable (berlanjut). Seperti maraton, kita mesti mampu melawan keserakahan diri sendiri. Agar memiliki endurance tinggi. Agar tetap bahagia hingga tiba di garis finish. Agar bisa hidup damai-sejahtera bersama miliaran manusia di muka bumi hingga kiamat nanti.
Baiklah. Paham.
Pertanyaan terakhir, untuk menikmati disrupsi AI, bagaimana langkah-langkah yang mesti dilakukan?
Pertama, kalian mesti menjadikan AI sebagai bestie-sahabat dekat. Bagi kalian yang ahli di bidang sains-teknik, AI adalah sahabat untuk membantu kalian menganalisis data berskala besar, mendesain dan memodelkan sistem yang rumitnya luar biasa, mengoptimasi beragam masalah, dan mengotomasi bermacam kebutuhan. Bagi kalian yang ahli di bidang sosial-humaniora, AI bisa menjadi sahabat untuk memahami perilaku dan interaksi sosial secara akurat, cepat, dengan kapasitas besar. AI bisa menjadi sahabat untuk menganalisis opini publik, memetakan pola-pola perilaku manusia, mengkreasi strategi komunikasi yang lebih presisi, dan sebagainya. Membuat kalian lebih memahami penyampaian pesan yang lebih efektif. Membuat kalian mampu menyelesaikan masalah sosial yang rumit amit-amit.
Jadi, menikmati disrupsi AI berarti merangkul AI sebagai mitra kolaboratif, sebagai sahabat yang memperkuat. AI mengerjakan hal-hal rutin-membosankan sedangkan manusia mengerjakan hal-hal yang lebih strategis, lebih kreatif, lebih humanis. Di bidang Informatika, AI bisa menjadi sahabat untuk mencari kesalahan program komputer secara cepat. Di bidang hukum, AI bisa menjadi sahabat untuk menelusuri ribuan dokumen secara akurat dan cepat, sehingga bisa menangani lebih banyak kasus berat. Di bidang pendidikan, AI bisa menjadi sahabat untuk mengkreasi sistem pembelajaran yang lebih inklusif, memperkaya materi, memetakan bakat-minat para siswa berdasarkan data profil, memahami kebutuhan setiap siswa secara personal dengan lebih presisi, dan memberikan materi sesuai gaya dam kecepatan belajarnya.
Kedua, kalian mesti secepatnya beradaptasi dengan AI. Di era AI, adaptasi bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan. Pengetahuan dan keterampilan yang kalian pelajari di sekolah dan universitas bisa cepat berubah. Namun, prinsip dan nilai-nilai dasar yang telah kalian pelajari sejak bayi- integritas, kerja keras, serta kemampuan berpikir kreatif dan kritis- adalah bekal yang akan tetap relevan di segala zaman.
Di era AI, kita mesti belajar hal-hal baru yang tak terbayangkan. Oleh karena itu, menikmati disrupsi AI berarti memiliki pola pikir pembelajaran sepanjang hayat -lifelong learning- yang selalu terbuka, tidak segan, untuk terus belajar dari apa saja, dari siapa saja.
Ketiga, kalian mesti kreatif membangun inovasi dan gigih mempertahankan humanity. Di samping manfaatnya, AI juga membawa tanggung jawab. Disrupsi AI menuntut kita untuk berpikir jauh melampaui sekadar keuntungan ekonomis maupun politis. Ada isu etika, privasi, dan keadilan yang harus kita jaga. Di bidang sains-teknik, kalian memiliki peran penting untuk memastikan bahwa teknologi yang kalian kembangkan bersifat inklusif, etis, dan berkontribusi pada keberlanjutan planet bumi yang semakin sesak-yang menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di bulan Oktober tahun 2024, sudah mencapai delapan miliar manusia; dan di tahun 2084 nanti diprediksi penduduk dunia akan stabil di angka sepuluh miliar, dengan tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang hampir sama. Di bidang sosial-humaniora, AI sangat membantu kalian memahami perilaku manusia, tapi tetap memerlukan humanitas dalam pengambilan keputusan. Jadi, kalian harus memastikan bahwa AI tidak hanya digunakan untuk menyebarkan informasi, tetapi juga untuk menjaga etika dan integritas.
**
Teman-teman, masa depan bukan hanya milik kalian. Tapi juga milik seluruh umat manusia di dunia. Percayalah, para ahli menciptakan AI bukan untuk menggantikan sebagian pekerjaan kita. Tapi juga menciptakan pekerjaan-pekerjaan baru yang lebih banyak, lebih berguna untuk keberlanjutan bumi kita. Bahkan, AI bisa melejitkan potensi kita sebagai manusia. Dengan menggabungkan AI dan humanity, kita bisa menciptakan solusi yang lebih baik, masyarakat yang lebih adil, dan dunia yang lebih berkelanjutan hingga datangnya hari kiamat.
Dengan pengetahuan-keterampilan yang kalian dapatkan dari rumah dan sekolah, dengan prinsip yang kuat, dengan semangat pantang menyerah, kalian pasti bisa menikmati disrupsi AI dengan keyakinan maksimal. Jadi, mari kita nikmati disrupsi AI. Sebagai bagian dari maraton kehidupan kita. Sebagai tantangan yang membuat kita menjadi lebih kreatif, lebih humanis, lebih kuat, lebih bijaksana, yang membuat kita semakin menikmati disrupsi AI bersama miliaran manusia di seluruh dunia hingga kiamat tiba. Terhadap disrupsi AI, pilihan kita hanya dua: menikmati atau mati!
*) Prof Suo adalah nickname Prof Dr Suyanto, ST, MSc, Rektor Telkom University periode 2025-2030.
(nwk/nwk)