Jakarta –
Mahkamah Konstitusi (MK) meminta pemerintah menjamin pendidikan dasar di negeri dan swasta tanpa dipungut biaya. Apakah pendidikan dasar gratis memungkinkan diterapkan di Indonesia?
Pakar kebijakan publik Universitas Brawijaya (UB) Andhyka Muttaqin menyebut hasil putusan MK tersebut merupakan bentuk nyata penegasan amanat UUD 1945 khususnya Pasal 31.
Andhyka mengatakan dalam konteks ini, Indonesia sebenarnya sudah mulai melangkah ke arah tersebut melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati begitu karena dana yang diberikan oleh negara kerap kali belum cukup untuk menutup semua kebutuhan operasional, maka masih banyak sekolah yang memungut biaya melalui sumbangan.
Andhyka menilai putusan MK ini sangat mungkin diterapkan di Indonesia. “Namun, penerapannya tidak bisa instan dan memerlukan kesiapan anggaran, manajemen kebijakan yang tepat, serta koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah,” tuturnya kepada detikEdu pada Kamis (29/5/2025).
Tantangan SD-SMP Gratis
Andhyka menegaskan meski secara prinsip sangat baik dan konstitusional, penerapan SD-SMP gratis apalagi hingga sekolah swasta, tidaklah mudah.
Menurutnya tantangan pertama adalah soal anggaran. Meski sudah dipatok minimal 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), nyatanya masih banyak kebutuhan pendidikan yang belum terpenuhi.
“Jika negara ingin menanggung biaya pendidikan bagi siswa sekolah swasta juga, maka kebutuhan anggaran akan meningkat drastis,” ujarnya.
Andhyka menyebut tantangan berikutnya terkait data dan mekanisme verifikasi. Tidak semua sekolah swasta mempunyai sistem pelaporan yang transparan dan tidak semua siswa di sekolah swasta berasal dari keluarga tidak mampu.
Ia menilai, tidak adil apabila semua sekolah swasta memperoleh bantuan tanpa melihat latar belakang sosial ekonomi siswanya.
Di sisi lain ada tantangan keberagaman di sekolah swasta itu sendiri. Ia mengatakan biaya operasional dan kualitas pendidikan di sekolah swasta sangat bervariasi.
“Sekolah swasta unggulan tentu memiliki standar pembiayaan yang jauh lebih tinggi dibandingkan sekolah swasta kecil di pedesaan. Maka, sulit bagi negara untuk membuat satu skema pembiayaan yang seragam,” jelasnya.
Apa yang Harus Dilakukan Pemerintah?
Andhyka memaparkan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah untuk merealisasikan putusan MK ini.
Dalam jangka pendek, menurutnya pemerintah perlu melakukan pemetaan, sekolah swasta mana saja yang memang banyak menampung anak dari keluarga tidak mampu.
“Bantuan pendidikan harus disalurkan secara selektif agar tepat sasaran. Pemerintah juga bisa memperluas jangkauan dana BOS untuk siswa miskin yang bersekolah di swasta, agar mereka tetap bisa bersekolah tanpa dibebani biaya,” terangnya.
Untuk jangka panjang, Andhyka menyebut pemerintah perlu menyusun desain sistem subsidi pendidikan yang lebih adil dan menyeluruh.
“Salah satu opsi yang layak dipertimbangkan adalah pemberian bantuan langsung kepada siswa, bukan kepada sekolah. Ini bisa dilakukan dalam bentuk beasiswa pendidikan dasar bagi siswa miskin, baik mereka sekolah di negeri maupun swasta,” ucapnya.
Pemerintah menurutnya harus menyesuaikan struktur anggaran agar benar-benar menjamin seluruh anak usia pendidikan dasar memperoleh layanan pendidikan yang gratis dan bermutu.
Di samping itu, dosen Administrasi Publik ini turut menyebut perlu adanya kolaborasi yang kuat antara pemerintah dengan yayasan, organisasi masyarakat, serta lembaga swasta penyelenggara pendidikan. Melalui kerja sama yang baik, maka tujuan pendidikan gratis yang berkeadilan sosial dapat lebih terwujud.
(nah/pal)