Jakarta –
Museum Nasional Indonesia (MNI) mulai dibuka kembali usai renovasi pasca kebakaran. Penataan MNI kini sesuai jati diri Nusantara. Ini penjelasan kurator.
“Karena Indonesian Heritage Agency ini punya 3 output, yaitu scholarly, enjoyment, dan juga spiritual. Kalau di Barat, kadang mereka mengoleksi arca, bukan kadang, kerap kali mengoleksi arca, tidak diceritakan misalnya untuk ritual apa, pemaknaannya itu apa. Kenapa? Karena menurut mereka itu cuma koleksi, itu cuma benda,” tutur Tenaga Ahli Tata Pamer dan Kurator Museum Nasional Indonesia, Aprina Murwanti.
Hal itu dikatakan Aprina saat konferensi pers Pembukaan Kembali Museum Nasional Indonesia, di MNI, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (11/10/2024).
“Buat kita, leluhur kita mengandalkan itu (arca) sebagai bagian dari living community, sebagai bagian sakral. Jadi kita perlu tuliskan di situ, oh tadinya ini di tempat misalnya pemujaan, oh tadinya untuk memanggil hujan, kita ceritakan kembali di Semesta Hayat,” tutur Aprina.
Semesta Hayat adalah pameran Museum Nasional 2025 yang akan bercerita tentang dunia, alam, hingga penghayatan spiritual.
MNI akan ditata menjadi 3 gedung utama. Gedung A Masa Lalu Penuh Makna, Gedung B Marwah Indinesia dan Gedung C Bekal Masa Depan Berkelanjutan.
“Gedung B bicara tentang Marwah Indonesia. Nah, di Gedung B ini, akan ada cerita-cerita tentang perjuangan kolektif bangsa untuk memperjuangkan kemerdekaan menjadi Indonesia,” papar Aprina.
Aprina, kurator dan edukator museum ini, mendapati fenomena saat melakukan survei kepada murid-murid SD-SMP. Murid-murid yang mengenyam pendidikan dasar itu tidak tahu kalau kemerdekaan Indonesia itu diperjuangkan.
“Kita sempat bikin survei, bahwa murid-murid SMP dan SD tidak tahu, juga tidak tahu ya, banyak yang belum tahu bahwa Indonesia ini kemerdekaannya diperjuangkan. Jadi kita ceritakan lagi, tapi pendalamannya nanti ada di museum-museum kita yang lain,” jelasnya.
Sedangkan di Gedung C Bekal Masa Depan Berkelanjutan, akan ada open lab alias laboratorium terbuka untuk konservasi hingga perpustakaan.
Narasi penataan MNI ini lebih inklusif dan mencerminkan perspektif bangsa Indonesia. Hal ini ditekankan menjadi yang utama dalam proses revitalisasi pasca kebakaran yang terjadi di museum.
“Saya sangat ingin museum di Indonesia dapat bercerita dari sudut pandang kita sendiri,” imbuhnya.
Revitalisasi ini tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki kondisi fisik museum, tetapi juga untuk menghadirkan pengalaman yang lebih kaya dan mendalam bagi pengunjung, sekaligus merayakan warisan budaya yang beragam dan autentik. Dengan mengusung tema “Reimajinasi Warisan Budaya,” MNI berharap dapat mengubah cara masyarakat melihat dan menghargai kekayaan budaya Indonesia.
Lebih Inklusif untuk Disabilitas
Seiring dengan revitalisasi ini, Museum Nasional Indonesia juga berkomitmen untuk mengubah citranya dari tempat penyimpanan peninggalan kolonial menjadi ruang yang lebih inklusif dan berpresentatif bagi budaya Indonesia. Salah satu langkah penting adalah meningkatkan layanan bagi penyandang tuna netra.
MNI kini menyediakan layanan yang lebih baik bagi penyandang tuna netra dan memungkinkan mereka untuk menikmati koleksi arca dan benda bersejarah lainnya. Penanggung Jawab Utama (PJU) Museum Nasional Indonesia, Ni Luh Putu Chandra Dewi juga menjelaskan bahwa pengunjung disabilitas netra akan bisa menyentuh arca, tentu secara tidak langsung.
“Memegang arca hanya diperuntukkan bagi teman-teman tunanetra. Namun, karena semua koleksi kami merupakan barang asli, kami menyediakan sarung tangan agar tidak merusak koleksi kami,” jelas Dewi.
Lebih Canggih dengan AI & VR
Dalam tiga tahun ke depan, MNI akan mengalami transformasi bertahap, terdapat digitalisasi manajemen koleksi, memperkenalkan cara baru dalam menyajikan dan merayakan keunggulan pemikiran dan kreativitas. Transformasi ini mencakup penerapan teknologi digital dalam pameran untuk menciptakan pengalaman yang lebih interaktif, seperti penggunaan augmented reality (AR) dan virtual tours.
Salah satu ruang pamer yang mengadaptasi inovasi teknologi adalah ruangan ImersifA, sebuah teknologi canggih yang merevolusi cara mengalami sejarah dan budaya. Ruangan ini menggunakan teknologi visualisasi dan audio yang canggih untuk menciptakan pengalaman yang menyeluruh dan mendalam, mirip dengan melihat lukisan gua dalam konteks modern.
Pengunjung dapat menjelajahi sejarah budaya Indonesia lintas zaman dalam format yang sangat interaktif, memungkinkan mereka untuk mengimajinasikan kembali dan mengalami narasi sejarah dengan cara yang baru dan menarik.
“Dengan upaya revitalisasi yang telah berjalan dan akan terus berjalan hingga tiga tahun mendatang, diharapkan nantinya Museum Nasional Indonesia dapat menjadi bagian dari ekosistem kebudayaan dengan menjadi museum percontohan yang dapat dijadikan standar pengelolaan dan pemanfaatan koleksi museum bertaraf internasional, serta mempertegas fungsi museum sebagai ruang publik yang juga berperan sebagai sumber pengetahuan dan inspirasi yang menyenangkan,” ungkap Plt Kepala Indonesian Heritage Agency, Ahmad Mahendra.
(nwk/nwk)