Jakarta –
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menyorot pemutusan kerja sepihak terhadap ratusan guru honorer.
Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri mengatakan, fenomena pengusiran halus para guru honorer dengan metode cleansing tersebut ditemukan di Jakarta. Berdasarkan catatan P2G hingga 15 Juli 2024, terdapat 77 laporan guru honorer yang terdampak kebijakan cleansing di Jakarta.
Iman mengatakan, rekapitulisasi cleansing di daerah Jakarta Utara menunjukkan terdapat 173 guru honorer yang akan dan sudah mengalami cleansing, termasuk anggota P2G. Kebijakan ini diperkirakan akan menimpa ratusan guru honorer lainnya.
“Pada 5 Juli 2024 atau pada minggu pertama masuk sekolah negeri tahun ajaran baru 2024/2025 di DKI Jakarta, para guru honorer mendapatkan pesan horor. Yaitu bahwa mereka sejak hari pertama masuk menjadi hari terakhir berada di sekolah. Selain itu kepala sekolah mengirimkan formulir cleansing Guru Honorer kepada para guru honorer agar mereka isi,” ungkap Iman dalam keterangan resmi P2G, ditulis Selasa (16/7/2024).
Iman menyebut, guru honorer yang terdampak mengalami syok. Setelah diberhentikan, para guru honorer yang sedang menunggu seleksi PPPK 2024 menjadi kehilangan kesempatan untuk ikut seleksi.
“Ada yang menangis, ada yang kebingungan bagaimana memberitahu keluarga di rumah karena dalam waktu singkat kariernya sebagai guru kandas begitu saja. Sampai hari ini mereka masih bertanya-tanya, ini kebijakan apa dan kenapa mereka diperlakukan seperti itu? Tanpa pemberitahuan, dan tanpa persiapan,” ucapnya.
Ia juga mempertanyakan penggunaan nomenklatur cleansing yang merendahkan guru.
“Selain itu penggunaan diksi ‘cleansing‘ sangat bermasalah dari segi kebijakan karena memposisikan guru seperti benda yang mengganggu kebersihan, padahal mereka manusia. Pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang mengirimkan edaran cleansing guru honorer harus bisa menjelaskan apa maksud kebijakan cleansing ini,” ujarnya.
Cleansing Guru Honorer Tidak Sesuai UU
Berdasarkan laporan yang diterima P2G, ia menjelaskan praktik kebijakan cleansing guru honorer tidak sesuai amanat UU Guru dan Dosen Nomor 14 tahun 2005. Sebab, pemberdayaan guru harus dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Iman menekankan, jika kebijakan cleansing ini merupakan dampak dari upaya menata kebijakan ASN sebagaimana amanat UU Aparatur Sipil Negara nomor 20 tahun 2023, maka bertentangan dengan asas dalam UU tersebut. Sebab, penyelenggaraan kebijakan ASN berdasarkan pada asas kepastian hukum, profesionalitas, proporsionalitas, keterpaduan, pendelegasian, netralitas, akuntabilitas, efektivitas, efisiensi, dan keterbukaan.
Pengusiran Halus Guru Honorer
Tidak Membuka Kuota PPPK Guru
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan P2G Feriansyah merekomendasikan guru honorer harus tetap mendapatkan jam ajar sesuai dengan bidang pelajarannya. Ia juga merekomendasikan agar guru honorer diberikan kepastian dan kesempatan untuk tetap mengikuti seleksi PPPK yang berkeadilan.
“Meminta komitmen pemerintah pusat dan daerah untuk tidak memberhentikan para guru honorer,” ucap dosen di salah satu perguruan tigggi negeri tersebut.
Feriansyah menjelaskan, perbaikan tata kelola pemenuhan kekurangan guru secara menyeluruh semestinya mengafirmasi guru honorer yang sudah bekerja di sekolah-sekolah negeri.
“Bagi P2G, angka kebutuhan guru dalam menyelenggarakan pendidikan harus sejalan dengan kuota PPPK, sehingga konflik antara guru honorer dan P1 tidak perlu terjadi. Maka kami mendorong supaya kuota PPPK mencakup semua guru, baik P1 dan guru honorer,” imbuh Feriansyah.
P2G juga merekomendasikan seleksi PPPK guru untuk menuntaskan dan memprioritaskan para guru honorer negeri sambil tetap membuka seleksi untuk guru honorer swasta.
Sementara itu, skema guru bantu (DPK) diharapkan hidup kembali. Skema ini menurut P2G dapat menjadi solusi bagi guru swasta yang sudah lulus PPPK tetapi tidak kunjung mendapat penempatan di sekolah negeri sehingga tetap bisa mengajar di sekolah swasta dengan status perbantuan.
P2G meminta semua pihak di tingkat nasional maupun daerah untuk tidak melakukan intimidasi saat guru sedang memperjuangkan hak-haknya.
“Ingat, jangan intimidasi pada para guru honorer melalui kepala sekolah atau pemanggilan-pemanggilan kepada guru karena bersuara di publik,” tegas Iman.
Iman juga menekankan seleksi PNS guru dibuka dan menyatakan seleksi PPPK bukan solusi permanen. Sementara itu, bagi guru non-ASN, P2G mendorong realisasi gagasan upah layak minimum.
“Kami kira upah minimum guru non-ASN bisa menjadi solusi kongkret menuntaskan masalah kesejahteraan guru secara nasional, ucapnya.
(twu/nwy)