Jakarta –
Pakar psikologi Universitas Airlangga (Unair) Atika Dian Ariana MSc MPSi soroti tren “New Year, New Mental Issues” yang merebak di kalangan generasi muda. Tren ini menjadi sebuah isu kesehatan mental yang baru.
Tren “New Year, New Mental Issues” kerap membuat seseorang merasakan beban emosional di awal tahun. Fenomena ini menurut sosok yang akrab dipanggil Atika itu terjadi karena pola refleksi yang salah.
“Harapannya, awal tahun menjadi babak baru yang positif. Sayangnya, tekanan di akhir tahun, seperti kegagalan mencapai target, seringkali memicu rasa pesimisme yang sulit dihindari,” tutur Atika dikutip dari laman resmi Unair, Selasa (7/1/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemicu Timbulnya Tekanan Mental di Tahun Baru
Banyak orang yang menganggap momen pergantian tahun adalah waktu yang tepat untuk mengevaluasi pencapaian. Baik itu tentang apa saja pencapaian yang sudah dilewati setahun kebelakang ataupun saat membuat resolusi di tahun mendatang.
Tetapi, terkadang evaluasi ini tidak selalu menghasilkan sesuatu yang positif. Terlebih bila prosesnya dilakukan dengan sudut pandang pesimis yang berakhir menimbulkan stres.
Sudut pandang evaluasi pesimis terjadi ketika seseorang melihat berbagai kegagalannya di tahun sebelumnya. Kegagalan ini biasanya menetap dan cenderung berulang, sehingga menimbulkan tekanan mental.
“Mereka cenderung mengulang pola pikir negatif. Hal ini membuat mereka merasa tidak pantas berhasil di masa depan,” jelas Atika.
Tekanan ini dapat diperburuk oleh pengaruh media sosial yang penuh dengan pencapaian baik orang lain. Akibatnya kita melakukan perbandingan sosial antara diri sendiri dengan orang lain.
“Perbandingan sosial dapat meningkatkan kecemasan,” ungkapnya.
Seseorang mungkin kerap tidak sadar ketika mengalami tekanan mental. Isu ini terkait dengan berbagai tanda termasuk secara fisik.
Dari suasana hati yang murung, kehilangan semangat, hilangnya minat pada aktivitas yang biasanya dinikmati, hingga pola makan dan tidur berubah drastis. Secara fisik, seseorang akan mudah merasakan sakit, mengalami gangguan pencernaan, dan sakit kepala.
Gejala ini menurut Atika tidak selalu terjadi di awal tahun. Tetapi bisa semakin terlihat karena momen refleksi yang tidak sehat.
“Tekanan ini bisa terjadi kapan saja, tetapi momen refleksi akhir tahun sering membuatnya lebih kentara,” imbuhnya.
Tips Hadapi Tekanan Mental di Tahun Baru
Bila tekanan terjadi karena media sosial, Atika menyarankan agar seseorang mengambil jeda. Menurutnya lebih baik membangun interaksi nyata dengan orang-orang sekitar.
Selain itu, detikers bisa melakukan praktek mindfulness dan mengikuti berbagai kegiatan spiritual. Dua hal ini dianggap efektif untuk membantu tekanan mental.
Mindfulness dapat membuat seseorang tetap fokus pada hal yang ada di depannya saat ini dan mengurangi kekhawatiran terhadap masa depan. Sedangkan kegiatan spiritual bisa membuat seseorang lebih bersyukur dengan kehidupannya kini.
Jika hidup sudah terasa semakin berat, jangan ragu untuk kembali ke keluarga atau orang-orang terkasih yang dapat memberikan dukungan. Karena keluarga yang suportif dapat menjadi detektor pertama perubahan perilaku seseorang.
“Namun, jika keluarga kurang mendukung, lingkungan sosial dapat menggantikan peran tersebut,” kata Atika.
Mulailah merubah evaluasi dan refleksi dari pandangan negatif menjadi kesempatan untuk bersyukur. Berhentilah juga untuk menghukum diri sendiri atas kesalahan yang telah berlalu dan mulai memperbaikinya.
“Refleksi yang sehat membantu kita merencanakan langkah ke depan tanpa mengabaikan proses yang telah kita jalani,” ujarnya.
(det/pal)