Jakarta –
Beredar desas-desus kembalinya Ujian Nasional (UN) usai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dipecah menjadi tiga kementerian. Hal ini menuai beragam tanggapan dari masyarakat hingga pakar pendidikan.
Seperti diketahui, Pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto telah memecah Kemendikbudristek menjadi 3 kementerian, yakni Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, serta Kementerian Kebudayaan. Ketiga kementerian ini dipimpin oleh masing-masing satu menteri dan satu hingga dua wakil menteri.
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Prof Dr Abdul Mu’ti MEd menjelaskan jika kebijakan pendidikan di masa pemerintahannya akan diambil dengan hati-hati. Ia pun menyinggung kemungkinan kembalinya Ujian Nasional (UN)
“Saya belum sampai pada keputusan itu. Intinya kami ingin mendengar dulu,” ujarnya kepada wartawan usai serah terima jabatan Menteri Dikbudristek ke Menteri Dikdasmen, Menteri Diktisaintek, dan Menteri Kebudayaan di Gedung A Kemendikbud, Jakarta, Senin (21/10/2024) ditulis Jumat (8/11/2024).
Terkait wacana kembalinya UN, Pakar Kebijakan Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Arif Rohman menegaskan agar UN tidak hanya mengulang format yang sudah ada. Ia pun mengingatkan sederet penolakan UN akibat kelemahan dalam pelaksanaannya.
UN Sempat Ditolak Karena Banyak Masalah
Menurut Arif, UN dahulu sudah mendapat banyak penolakan akibat sederet kelemahan dalam pelaksanaannya. UN yang dahulu, kata dia, dianggap sesuatu yang sakral dan menakutkan sehingga memunculkan tekanan di kalangan siswa dan sekolah.
“Kalau seperti yang dulu ini kan sudah ditolak. Artinya kita sudah melihat bahwa ada banyak kelemahan dari UN ya, di antaranya bikin stres anak-anak, lalu intervensi politik begitu masuk, bupati, wali kota itu, bikin target-target dan seterusnya,” ujarnya dalam Antara dikutip Jumat (8/11/2024).
Minta Format UN yang Baru
Melihat kelemahan yang melekat pada UN terdahulu, Arif mengatakan agar penerapan UN kembali harus dikemas dengan format dan inovasi yang baru.
“Format Ujian Nasional, saya kira perlu ada inovasi ya. Karena konteksnya berbeda, kemudian nuansa sekarang juga sudah berbeda,” kata Arif.
Penghapusan UN Malah Menurunkan Kemampuan Siswa
Arif setuju dengan wacana penerapan kembali UN untuk mendongkrak semangat belajar siswa. Ia menyadari jika penghapusan UN selama pemberlakuan Kurikulum Merdeka Belajar telah menurunkan kemampuan siswa serta hilangnya upaya pencapaian standar kompetensi.
“Banyak terjadi distorsi dan anomali sehingga banyak hal-hal yang kompetensinya harus dicapai oleh siswa itu lalu hilang,” kata dia.
Kendati demikian, dia menekankan agar wacana penerapan kembali UN tidak sekadar mengulang masa lalu sehingga harus didahului evaluasi secara kritis dan komprehensif.
“Jangan sekadar lalu ingin nostalgia. Saya kira pemerintah jangan tergesa-gesa memberlakukan itu. Harus ada studi kelayakan yang memang benar-benar komprehensif,” kata dia.
Rekomendasi Inovasi UN
Menurut Arif, inovasi yang diharapkan muncul dalam format baru UN antara lain menghindari penyeragaman standar dalam pelaksanaannya. Menurutnya, UN dapat diterapkan kembali dengan mengakomodasi karakteristik masing-masing wilayah serta mempertimbangkan kapasitas daerah yang belum merata.
“Apakah perlu dibikinkan semacam zonasi untuk ujian nasional sehingga tidak satu seragam semua dari Sabang sampai Merauke,” tutur Arif.
(nir/pal)