Jakarta –
Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah (Ditjen PAUD Dikdasmen), Gogot Suharwoto, mengatakan ada beberapa transformasi dalam Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025.
Selain perubahan nama seleksi yang sebelumnya Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), kuota di jalur domisili, afirmasi, dan prestasi juga berubah. Kuota jalur domisili akan dikurangi sedangkan afirmasi dan prestasi ditambah.
“Penambahan kuota jalur afirmasi dilakukan berdasarkan hasil pembahasan bersama Menteri Sosial. Dari data yang kami himpun, sekitar 80% anak yang rentan tidak melanjutkan pendidikan berasal dari keluarga tidak mampu,” kata Gogot dalam keterangan resminya, Minggu (27/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah Telah Mengunci Daya Tampung Sekolah di Dapodik
Gogot mengatakan pemerintah saat ini telah mengunci daya tampung setiap sekolah lewat sistem Data Pokok Pendidikan (Dapodik). Ia menegaskan, sekolah yang mengubah kuota akan mendapat sanksi tidak dapat pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Jika kuota sekolah negeri sudah penuh, maka siswa yang belum tertampung akan dialokasikan ke sekolah swasta yang terakreditasi. Pemerintah juga akan membantu biaya pendidikan siswa.
Menurut Bupati Hulu Sungai Tengah, Samsul Rizal, SPMB tahun ini cenderung lebih memerhatikan kondisi geografis dan sosial. Hal tersebut baik bagi pemerataan pendidikan di Indonesia.
“SPMB lebih relevan dengan kondisi sosial dan geografis daerah kami. Ini membuat seleksi lebih adil dan memberi kesempatan setara bagi semua anak,” ujarnya.
Perubahan PPDB ke SPMB: Dorong Pendidikan Inklusif-Transparan
Kemudian Gogot membeberkan alasan perubahan nama PPDB menjadi SPMB. Tidak lain adalah untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif, merata, dan adil.
“Kita harapkan bisa selesaikan semua itu, tetapi tetap kita perlu melakukan mitigasi sedini mungkin sehingga potensi-potensi penyimpangan, seperti proses seleksi yang tidak akuntabel, tidak transparan, ataupun tidak patuh terhadap peraturan yang sudah kita sepakati,” ujar Gogot.
Meski demikian, ia tak memungkiri masih banyak tantangan dalam mewujudkannya. Misalnya, masih ada persepsi bahwa sekolah negeri itu lebih baik dan lebih murah sehingga masih ada potensi-potensi intervensi dalam proses seleksi.
“Oleh karena itu, kita perlu melakukan mitigasi untuk mengatasi akar permasalahan tersebut,” tambah Gogot.
Hal ini juga dilakukan sebagai upaya keberpihakan terhadap murid baru dari keluarga yang kurang mampu. Jalur afirmasi juga disediakan bagi calon siswa yang yang tidak tinggal di dekat sekolah dan tidak memiliki prestasi akademik ataupun non-akademik.
“Oleh karena itu, jalur afirmasi ini difokuskan untuk murid dari keluarga kurang mampu, termasuk di dalamnya anak-anak penyandang disabilitas,” ujar Gogot.
Adapun besar kuota untuk domisili minimal 40%, afirmasi minimal 20%, prestasi minimal 25%, dan mutasi maksimal 5%. Untuk SPMB SMA, kuota domisili minimal 30%, afirmasi minimal 30%, prestasi minimal 30%, dan mutasi maksimal 5%.
(cyu/nah)