Jakarta –
Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas) menilai perlu penyeimbangan jumlah antara program studi (prodi) berbasis Science, Technology, Engineering, and Mathematics (STEM) dengan prodi sosial. Sehingga tak menutup kemungkinan ada banyak prodi STEM yang dibuka di perguruan tinggi.
“Setidaknya itu proportional (antara prodi STEM dan sosial). Jadi seimbang. Ini kan belum seimbang,” kata Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Bappenas Amich Alhumami PhD di Hotel Artotel Mangkuluhur, Jakarta Selatan, Selasa (10/12/2024).
Buka-Tutup Prodi Hal Lumrah
Amich menjelaskan upaya peningkatan jumlah prodi STEM sebenarnya bukan program baru. Kebijakan tersebut sudah ditempuh sejak tujuh tahun terakhir. Hanya saja, tren dan peminat prodi STEM kini semakin naik.
“Sejak tujuh tahun terakhir kita sudah memulai meningkatkan proporsi untuk bidang ilmu STEM jadi hard science dan kalau kita lihat memang ada tren naik untuk program studi STEM itu” tuturnya.
Agar proporsi prodi STEM dan sosial seimbang, Bappenas menilai diperlukan pembaruan prodi. Pembaruan harus sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja dan upaya peningkatan ekonomi Indonesia.
Salah satu langkah yang dilakukan adalah proses membuka dan menutup sebuah prodi di perguruan tinggi. Menurutnya ini adalah proses yang lumrah di banyak negara agar lulusan perguruan tinggi bisa sesuai dengan kebutuhan industri.
“Di banyak negara, perguruan tinggi mana saja. Itu membuka dan menutup prodi itu hal yang lumrah. Karena itu disesuaikan dengan kebutuhan tadi. Pasar kerja dan dinamika perekonomian di negara yang tersebut,” ucap Amich.
Kriteria prodi yang akan ditutup atau dimoratorium menurut Amich adalah jurusan yang telah dianggap jenuh dan terlalu banyak menghasilkan lulusan. Contohnya, ilmu pendidikan.
“Misalnya untuk ilmu pendidikan. Kita tahu lulusan ilmu pendidikan itu dalam satu tahun itu bisa mencapai antara 250.000 sampai dengan 300.000. Atau juga ilmu-ilmu sosial yang lain,” imbuhnya.
Dibalik penutupan prodi, pemerintah juga mendorong tetap hadirnya prodi ilmu sosial/humaniora yang langka serta minim peminat tapi penting untuk negara. Seperti arkeologi, sejarah, sastra daerah, hingga ilmu filologi.
“Itu diberi proteksi. Karena ilmu langka dan tidak terlalu banyak peminat, tapi penting,” lanjut dia.
Upaya Meningkatkan Ilmuwan
Amich menilai banyak negara dunia memiliki ilmuwan sosial dan ilmuwan hard science yang berkaitan dengan STEM seimbang. Tetapi di Indonesia masih kurang.
Untuk itu kehadiran banyak prodi STEM diharapkan dapat menghasilkan banyak lulusan. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk meningkatkan jumlah ilmuwan Indonesia.
“Banyak negara memiliki ilmuwan pada kelompok hard sciences (STEM) dan itu yang kurang (di Indonesia). Dengan memproduksi bidang keahlian atau sarjana lulusan STEM lebih banyak, maka nanti akan pelan-pelan meningkatkan jumlah ilmuwan,” tutup Amich.
(det/pal)