Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto menjanjikan kenaikan gaji guru yang berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) maupun non-ASN. Hal ini akan diberlakukan mulai 2025.
“Guru ASN mendapat tambahan kesejahteraan sebesar satu kali gaji pokok. Guru non-ASN nilai tunjangan profesinya ditingkatkan Rp 2 juta per bulan,” kata Prabowo pada perayaan puncak Hari Guru Nasional di Jakarta, Kamis (28/11/2024) lalu.
Kenaikan gaji guru ASN disesuaikan dengan pangkatnya. Sedangkan kenaikan gaji guru non-ASN sebesar Rp 2 juta setelah mereka mendapatkan sertifikasi.
Akan tetapi, berdasarkan catatan dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) ditemukan bahwa ternyata kenaikan gaji pada guru non-ASN adalah sebesar Rp 500 ribu. Jumlah tersebut dihitung dari besar tunjangan semula yang sebesar Rp 1,5 juta sehingga total menjadi Rp 2 juta.
Pemerintah Perlu Beri Kepastian Status
Menyikapi hal tersebut, Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya) Achmad Hidayatullah PhD berpendapat bahwa pemerintah harus meluruskan hal tersebut. Pemerintah harus memberikan kepastian status kenaikan gaji tersebut.
“Mengenai status guru honorer, sebaiknya pemerintah memberi kepastian status agar memberi rasa aman bagi guru honorer. Jika sistem honorer dihapus, alternatif pengganti perlu segera dilakukan misal dengan membuka pppk dan cpns,” katanya, dilansir dari laman UM Surabaya, Sabtu (7/12/2024).
Achmad melihat langkah yang ditawarkan pemerintah baik untuk meningkatkan motivasi guru. Namun, jangan menyebabkan kesenjangan pemahaman antara pemerintah dan guru.
“Pada konteks inilah seolah ada kesenjangan epistemologis antara pemerintah dan guru honorer,” katanya.
Pemerintah Harus Tampung Suara Guru Dahulu
Selain kenaikan gaji, beasiswa bagi guru honorer yang belum selesai D4 atau S1 pun sama baiknya. Akan tetapi, Achmad memberi pesan bahwa dalam menyimpulkan solusi baik harus sesuai dengan suara guru terlebih dahulu.
“Kebijakan penghapusan tenaga honorer ini perlu mempertimbangkan aspek keadilan sebagaimana tertuang dalam pancasila. Transisinya perlu adil, sehingga tenaga honorer yang ada tidak kehilangan pekerjaan,” imbuhnya.
Kemudian, diperlukan juga pencatatan jumlah guru aktif dan guru yang akan pensiun. Gunanya untuk memberikan kesempatan lebih banyak bagi guru untuk mengikuti PNS atau PPPK.
“Saya yakin pemerintah punya data akurat guru yang sudah dan akan pensiun. Ketika data tersebut sudah ada, pemerintah bisa segera membuka PPPK ataupun CPNS sebagai pengganti,” katanya.
Achmad menyarankan pengangkatan guru honorer dengan segera perlu dilakukan. Terutama guru-guru honorer yang sudah mengajar lama.
“Guru honorer yang bertahun tahun sudah mengabdi di sekolah saya pikir tidak prlu diuji-uji lagi, misal kinerjanya di sekolah sudah bagus dan sudah mengabdi bertahun tahun, ya diangkat saja. Jangan dibikin susah lagi,” katanya.
(cyu/nwy)