Jakarta –
Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek) Satryo Soemantri Brodjonegoro mengakui banyak pendidik belum mendidik sesuai kebutuhan masyarakat, termasuk dunia usaha dan industri. Satryo mengatakan, pihaknya mengupayakan perbaikan ke depan agar pendidikan tinggi dapat memajukan pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada pembangunan nasional.
“Kami akui banyak dari kalangan pendidik itu mendidik dari apa yang dia inginkan, bukan kebutuhan masyarakat,” ucap Satryo pada Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Mendikdasmen, Mendikti, dan Menbud di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Masalah Pendidikan Tinggi
Satryo menilai, masalah pendidikan tinggi yang belum maksimal yang menjawab kebutuhan masyarakat berakar dari transformasi pendidikan tinggi yang belum optimal.
Ia menjelaskan, sebelum perkembangan industri di Indonesia dan di tingkat global, perguruan tinggi menjadi pendorong pengembangan ilmu. Namun kini, industri sebagai pihak yang membutuhkan talenta kompeten lulusan pendidikan tinggi kini menjadi pendorong pengembangan ilmu.
“Dari sejarah universitas 1960-sekian, dulu memang belum ada industri, perguruan tinggi mengembangkan ilmu-ilmu yang memang dipahami para peneliti, mereka punya passion di bidang itu, dia bikinlah suatu kajian. Belum ada industri,” ucapnya.
“Industri di Inggris baru 1800- sekian. Sekarang terbalik sebetulnya. Dulu iya, perguruan tinggi yang men-drive (menggerakkan) suatu pembangunan, oerguruan tinggi yang men-support pembangunan, pembalikan supply driven jadi demand-driven. Mudah-mudahan ini bisa memperbaiki kita punya perguruan tinggi,” sambung Satryo.
Mendukung Perguruan Tinggi
Untuk mendukung perguruan tinggi sendiri, Satro mengatakan masalah regulasi dan kebijakan yang berubah terlalu cepat selama ini harus diatasi agar tujuan pendidikan nasional akhirnya bisa tercapai.
“Ke depannya kita minimalkan terjadinya upaya-upaya yang mengakibatkan perubahan di perguruan tinggi. Bahkan ke depan, kami juga mengupayakan supaya pendidikan tinggi ini diregulasi sedemikian rupa sehingga memberikan ruang gerak inovatif pada pengampunya supaya pendidikan tinggi itu ke depannya betul-betul bermanfaat buat pembangunan nasional Indonesia,” ucapnya.
“Yang kita ingin lihat adalah perguruan tinggi yang berdampak pada pembangunan nasional, dan dia mengembangkan ekosistem penelitian dan pengembangan melalui akses pendidikan tinggi bermutu, relevan, dan berdampak. Ini bukan hal baru, sudah dikumandangkan selama ini, meski kita belum bisa sepenuhnya mencapai karena berbagai macam kendala atau hambatan,” sambungnya.
Perlu Bersikap Ilmiah
Satryo menekankan, pencetakan talenta sains dan teknologi berdaya siang global dibutuhkan pada Indonesia Emas 2045. Lulusan pendidikan tinggi ini diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 8 persen.
Untuk mewujudkannya, Satryo mengatakan semua stakeholders pendidikan tinggi perlu penguatan budaya, pola pikir (mindset) dan sikap perilaku (attittude) ilmiah dalam penelitian dan pengembangan. Hal ini yang sudah coba diterapkan India dari UUD-nya.
“Melihat UUD India, ada satu pasal yang menyatakan bahwa masyarakat harus mempunyai scientific temper. Jadi kekuatan untuk berpikir ilmiah. Itu sebabnya India sangat maju dalam bidang ilmiah karena mereka punya kepercayaan, seperti Gandhi mengatakan kita harus punya scientific mindset. Berharap Indonesia juga ikut maju dengan mindset atau attittude ilmiah,” kata Satryo.
Investasi di Pendidikan Tinggi buat Ekonomi Nasional
Satryo mengatakan, Indonesia akan bertransformasi lebih maju ke depan dengan investasi pendidikan tinggi yang diupayakan untuk mengangkat pendidikan tinggi yang transformatif. Caranya lewat penelitian dan pengembangan, serta pengembangan kemampuan sains dan teknologi. Hasilnya tercermin pada penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) serta pembangunan sosio-ekologis dan ekonomi.
“Ini menjadi umpan balik bagi investasi pendidikan tinggi. Kalau ekonominya maju, pendidikan tinggi maju, maju juga pertumbuhan ekonominya. Ada siklus dari situ supaya kita mencapai harapan target Presiden dalam pidato pertamanya,” ucap Satryo.
(twu/nwy)