Jakarta –
Rencana menghidupkan kembali sistem penjurusan di tingkat sekolah menengah atas (SMA) mengemuka. Padahal, kebijakan penghapusan sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa itu belum sampai setahun dijalankan secara resmi.
Niat untuk menjalankan kembali penjurusan dikemukakan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Muti dalam Halalbihalal bersama Forum Wartawan Pendidikan di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
“Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA (Tes Kemampuan Akademik) ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika,” ungkap Abdul Mu’ti yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Kalau jurusan IPA, boleh pilih Fisika, Kimia atau Biologi. Kalau IPS ada Akuntansi dan sebagainya,” imbuh Mu’ti.
Penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa Dihapus Menteri Nadiem Makarim
Dalam arsip pemberitaan detikedu, sistem penjurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA resmi dihapuskan mulai tahun ajaran 2024/2025 lalu.
Kebijakan ini merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka yang sudah ditetapkan sebagai kurikulum nasional oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim.
Anindito Aditomo yang saat itu menjabat sebagai Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek menjelaskan, kebijakan ini sudah diterapkan secara bertahap sejak tahun 2021.
Kemudian pada 2022, Kurikulum Merdeka sudah diterapkan di 50 persen sekolah di seluruh Indonesia. Selanjutnya, pada tahun ajaran 2024/2025, tingkat penerapan Kurikulum Merdeka mencapai 90-95 persen.
Dalam penjelasannya saat itu, Anindito mengungkapkan dengan penghapusan jurusan di SMA, para siswa bisa memilih mata pelajaran secara lebih leluasa sesuai minat, bakat, kemampuan, dan aspirasi studi lanjut atau kariernya.
Sebagai contoh, seorang murid yang ingin berkuliah di program studi teknik bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Matematika tingkat lanjut dan Fisika tanpa harus mengambil mata pelajaran Biologi.
Sebaliknya, seorang murid yang ingin berkuliah di kedokteran bisa menggunakan jam pelajaran pilihan untuk mata pelajaran Biologi dan Kimia tanpa harus mengambil mata pelajaran Matematika tingkat lanjut.
Menurut Anindito, penghapusan penjurusan membuat murid bisa lebih fokus untuk membangun basis pengetahuan yang relevan untuk minat dan rencana studi lanjutnya. Persiapan yang lebih terfokus dan mendalam akan sulit dilakukan jika murid masih dikelompokkan ke dalam jurusan IPA, IPS, dan Bahasa.
Alasan lainnya menurut Anindito, selama ini, ada kecenderungan di masyarakat, di mana banyak orangtua lebih mengarahkan anaknya untuk memilih penjurusan IPA karena dianggap memiliki keistimewaan atau kemudahan saat mendaftar kuliah. Padahal, hal ini belum tentu cocok dengan bakat, minat, dan rencana karier sang anak.
Penghapusan jurusan di SMA juga diyakini akan menghapus diskriminasi terhadap murid jurusan non-IPA dalam seleksi nasional mahasiswa baru. Kurikulum Merdeka membuat semua murid lulusan SMA dan SMK dapat melamar ke semua program pendidikan (prodi) di perguruan tinggi melalui jalur tes tanpa dibatasi oleh jurusannya ketika SMA/SMK.
Alasan Menteri Mu’ti Hidupkan Kembali Penjurusan
Jurusan yang akan ‘dihidupkan’ kembali ini memang terkait TKA buat SMA sebagai pengganti ujian nasional yang akan dimulai pada November 2025. Hal ini lantaran TKA buat kelas 12 SMA bisa digunakan untuk pembobotan untuk mendaftar ke perguruan tinggi negeri tanpa tes.
Meskipun TKA tidak wajib, tetapi benefit tersebut akan diperoleh siswa yang ikut TKA. “Kemampuan akademik seseorang akan jadi landasan, bisa dilihat nilai kemampuan akademiknya. Kami dapat info menarik, ada jurusan IPS diterima di FK (fakultas kedokteran). Diterima sih diterima, tapi nantinya jadi kesulitan karena dasarnya tak berbasis mata pelajaran,” urainya.
(pal/twu)