Jakarta –
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) hendak kembali menghidupkan jurusan di SMA. Hal ini berkaitan dengan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dimulai pada November 2025.
“Jurusan akan kita hidupkan lagi, IPA, IPS, Bahasa. Di TKA (Tes Kemampuan Akademik) ada tes wajib Bahasa Indonesia dan Matematika,” jelas Mendikdasmen Abdul Mu’ti dalam Halal Bihalal Bersama Forum Wartawan Pendidikan (Fortadikbud) di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jl Jenderal Sudirman, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
“Kalau jurusan IPA, boleh pilih fisika, kimia atau biologi. Kalau IPS ada akuntansi dan sebagainya,” lanjut Mu’ti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal penjurusan kembali di tingkat SMA, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai langkah ini terburu-buru dan dilakukan tanpa kajian.
Penghapusan format jurusan dalam Kurikulum Merdeka yang baru sejenak disebut oleh Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim dampak dan efektivitasnya belum dievaluasi dengan mendalam.
Ia pun menyebut sebaiknya Kemendikdasmen tak langsung begitu saja menerapkan kebijakan yang mengubah struktur kurikulum yang sedang berjalan sebelum diberi waktu untuk transisi dan evaluasi.
“Paling cepat butuh waktu 6 tahun untuk menilai efektivitas implementasi kurikulum. Kemdikdasmen hendaknya membuat kajian akademik terlebih dulu yang melibatkan semua stakeholder pendidikan dengan meaningfull participation, sebelum membuat kebijakan strategis,” kata Satriwan melalui keterangannya, Senin (14/4/2025).
Selain tanggapan dari P2G, detikEdu telah menghimpun sejumlah tanggapan guru pengampu beragam mata pelajaran.
Penjurusan Ada Lagi, Apa Kata Guru?
Di Sekolah Terapkan Paket Jurusan
Guru kimia SMA Prestasi Prima Jakarta Timur, Atika Rifda mengaku jika skema jurusan di tingkat SMA diadakan kembali, ia biasa saja. Pasalnya, sekolah tempatnya mengajar belum benar-benar menerapkan Kurikulum Merdeka 100%, masih semi ada penjurusan.
“Kan kalau Kumer (Kurikulum Merdeka) anak-anak bebas milih mapel apa yang dipingin. Nah, kalau kemarin itu jatuhnya sekolahku jadinya kayak paketan. Misal mau ambil IPA, IPA-nya plus bentuk Kumer-nya adalah IPA dengan sosiologikah, ekonomikah, geografikah, informatika, misalnya sama apa,” jelas guru yang juga disapa sebagai Tika itu kepada detikEdu (14/4/2025).
“Misalnya mau milih IPS, terus bentuk Kumer-nya IPS dengan apa, kimiakah; biologikah; atau misalnya dengan bahasa Jepang, seperti itu,” imbuhnya.
Menurutnya, karena di SMA Prestasi Prima Jakarta Timur sedari awal menerapkan skema semacam paket jurusan, maka tidak akan ada kesulitan jika kembali ke format IPA/IPS/bahasa.
Tika menerangkan, salah satu alasan sekolahnya menerapkan skema semacam ini karena universitas belum familiar dengan Kurikulum Merdeka yang bisa memilih dengan lebih bebas.
“Akhirnya kemarin kenapa diakali dengan pilih paketan supaya ketika pendaftaran di universitas itu, universitas itu tidak bingung, ‘Oh, dia cenderung IPA misalnya, karena dia pilihannya cenderung ke IPA atau saintek kita nyebutnya, ketika dia milih mapel jurusannya jurusan saintek ya berarti masuk,” ujarnya.
Ia mengatakan tidak ada persiapan jika kembali ke penjurusan, sebab sudah ada sistem paket penjurusan di sekolahnya.
“Tapi justru kalau aku sebagai guru lebih seneng karena kadang kalau anak diminta milih sendiri, banyak yang nggak milih fisika dan kimia. Pasti misalnya, karena aku sebagai guru IPA sains, mereka akan lebih milih biologi biologi biologi gitu,” ungkapnya.
Sebagai guru kimia, Tika menuturkan, peluang siswa memilih mapel kimia dan fisika sedikit, sebab tergolong mapel sulit.
“Aku sih jujur lebih enak ya penjurusan karena misal memang mau Kumer, kurikulum tuh kalau ngubah nggak bisa di SMA tok, harus menyeluruh,” ucapnya.
Lebih Baik Segera Disosialisasikan
Opini lain disampaikan oleh guru ekonomi, SMAN 12 Jakarta, Adi Purwanto. Mengenai kebijakan penjurusan yang dihapuskan dalam Kurikulum Merdeka, menurutnya sudah bagus, sebab peserta didik dapat mengambil pelajaran sesuai bakat dan minat.
Kendati begitu, ia juga menilai perlu diperhatikan plus dan minus dari kebijakan tersebut.
“Kelulusan peserta didik perlu diperhatikan. Jangan sampai mengambil jurusan di kuliah yg tidak selaras. Jadi, diadakan penjurusan agar lebih terfokus arah anak didiknya untuk kedepannya nanti,” jelasnya kepada detikEdu (14/4/2025).
Sementara, Adi juga mengatakan transisi ke format penjurusan akan cepat atau sulit dipengaruhi oleh kebijakan dari Kementerian.
“Sebagai pelaksana di lapangan, akan efektif dan efisien apabila kebijakan tersebut cepat disosialisasi kembali serta evaluasi kebijakan sebelumnya, supaya dapat ditingkatkan dari penjurusan tersebut,” ungkapnya lagi.
“Kita sebagai guru akan segera cepat mengadaptasi kebijakan baru karena untuk ke depannya harus bisa mengedepankan keberpihakkan semua elemen guru dan persiapan mengajar yang nantinya akan ada perubahan,” pungkas Adi.
Tidak Kesulitan Jika Penjurusan Kembali
Adapun guru lain yang tidak ingin diungkapkan identitasnya mengaku peminatan IPA/IPS/bahasa/bidang lain di SMA/SMK sesuai dengan tes minat & bakat yang pernah dilaksanakan peserta didik amatlah penting.
“Termasuk kecerdasan akademik mereka memengaruhi proses dan hasil pembelajaran,” ucapnya.
Ia sendiri pada tahun ini ditugaskan mengajar kelas bahasa Indonesia. Sementara, sebelumnya pernah mengajar mapel-mapel peminatan IPS.
“Jadi, tiap tahun ajaran ada perubahan jadwal mengajar. Artinya, tiap tahun ajaran saya bisa mengajar pelajaran selain bahasa Indonesia, asalkan masih dalam radar kemampuan dan pengalaman saya,” terangnya.
Apabila nantinya format jurusan diterapkan kembali, ia mengaku tidak merasa kesulitan, asal mempersiapkan diri secara optimal.
“Saya akan membaca materi-materi yang akan diajarkan, menyimak video-video di kanal YouTube sebagai acuan metode pembelajaran yang beragam, memodifikasi RPP dari rekan sejawat, mengikuti pelatihan, & menyusun strategi pembelajaran yang menyenangkan,” bebernya.
Universitas Masih Fokus Saintek-Soshum
Sementara, guru matematika SMA Negeri 1 Karanganyar Kebumen, Arif Dwi Hantoro juga memiliki penilaian soal dihidupkannya lagi penjurusan di tingkat SMA.
“Kalau kembali ke era diterapkan jurusan IPA, IPS, dan bahasa seperti dulu, menurut saya hal itu juga bisa diterapkan di kurikulum saat ini, penjurusan menjadi salah satu langkah siswa untuk bisa memfokuskan jurusan pilihannya,” kata Arif.
Ia mengatakan saat ini ada kelas yg semua IPA, semua IPS, ada juga yang campuran IPA dan IPS. Walau demikian, kadang murid kesulitan memetakan fokus belajarnya di mana, menurutnya.
Arif pun menyebut sekarang ini jurusan-jurusan di perguruan tinggi sepertinya masih fokus antara saintek dan soshum, sehingga tidak bertentangan jika penjurusan kembali diadakan.
“Justru memudahkan siswa dalam menentukan jurusan after lulus SMA,” sebutnya.
“Selain itu, jika jadi UN diganti TKA penjurusan ini juga bisa menjadi materi yang diujikan sehingga bisa memulihkan kembali rasa tanggung jawab dan kompetisi antarsiswa untuk melakukan yang terbaik untuk mendapatkan hasil terbaik,” lanjutnya.
Arif sendiri belum terbayang kesulitan yang mungkin dihadapi jika skema jurusan kembali ada. Namun, menurutnya mungkin nanti akan menemui kesulitan dalam menjelaskan ke siswa soal penjurusan. Sebab, murid-muridnya sudah familiar dengan mata pelajaran pilihan (MPP).
(nah/pal)