Jakarta –
Asti Shafira baru saja menamatkan studinya dari Global Health and Population at Harvard School of Public Health. Sukses menyeimbangkan karier dan studi sebagai seorang sandwich generation, Asti menitipkan pesan untuk detikers yang juga berada di posisi yang sama.
Sebelumnya, Asti meluruskan jika ada banyak respons tentang istilah sandwich generation ini. Salah satunya adalah anggapan jika sandwich generation datang dari generasi stroberi yang mudah mengeluh.
Menurut Asti, istilah sandwich generation bukanlah sekadar tempat mengeluh atau tanda jika tidak bersyukur akan orang tua. Istilah ini juga bukan untuk membandingkan kesulitan dengan generasi sebelumnya.
“Mungkin lebih ke ini tantangan generasi sekarang, si kelas menengah ini, yang memang punya tantangan besar untuk nge-balance kehidupan finansial, emosional, dan physical health mereka juga, mental health mereka dan juga refleksi gimana sih sebenarnya nge-manage berbagai peran kita. Peran kita di rumah sebagai caregiver, tulang punggung keluarga tapi at the same time kita juga punya karir yang pingin kita pursue, pingin punya akademis yang bagus gitu, degree yang oke gitu,” paparnya.
Asti membenarkan jika memang banyak yang harus dikorbankan sebagai seorang sandwich generation. Hal ini ia rasakan saat berusaha menyeimbangkan kariernya dan mengejar studi di luar negeri.
Pengorbanan untuk Melanjutkan Studi
Asti mengaku dirinya tidak terlalu suka mengeluhkan keadaan. Namun ia membenarkan jika menyeimbangkan pekerjaan, keluarga, dan cita-citanya melanjutkan S2 adalah tantangan tersendiri.
“Aku jugagak terlalu sukangeluh-ngeluh. Meskipunmenurutku kayak emang it’s a real struggle,”ungkapnya kepadadetikEdu dikutip Jumat (18/10/2024).
Saat itu, Asti harus menekan gaya hidup. Jika rekan kerja atau teman mengajaknya jalan-jalan selepas kerja ia harus menolak ajakan itu.
“Aku tuh beneran tahan lifestyle aku selama 2-3 tahun untuk bisa nabung buat apply-apply sekolah, terus bayar-bayar kayak IELTS,” ujarnya.
Sebagai sandwich generation, ia sadar jika ia memiliki tanggungan yang besar. Maka yang bisa ia tekan adalah biaya hidupnya.
“Yaudah berarti priority yang lain yang emang harus ditunda. Aku tadinya kan pingin langsung S2 waktu aku selesai S1 cuman karena aku harus menghidupi keluarga ku juga jadi yaudah kerja dulu ya ya ya that’s that’s the thing that you should go through gitu,” jelasnya.
Pesan dari Sandwich Generation untuk Sandwich Generation
Asti mengatakan jika memenuhi kebutuhan keluarga sebagai sandwich generation bukanlah hal yang mudah. Namun, ia yakin jika Tuhan telah memberikan jalan keluar bagi Hambanya yang kesulitan.
“Kalau Allah udah kasih kita posisi seperti itu udah pasti Allah bakal jamin solutionsnya,” pesannya.
Ia juga mengatakan ada banyak berkah dari menghidupi keluarga. Oleh karena itu, ia berpesan agar saat mengirimkan bantuan untuk keluarga baiknya ditemani dengan niat yang lurus.
“Berkah dari rezeki kita itugak cuma bentuk materi mungkin bisa jadi gaji-gaji kita rasanya kok, abis gajian, abis itu abis ya, buat bayar listrik, buat transfer ke mama, buat bayar sekolah adik, segala macem. Tapi bisa jadi ada berkah yang lain gitu, Alhamdulillah akudapet sekolah yang bagus, Alhamdulillah akudapet internship bagus, Alhamdulillah akudapet kerjaan bagus,” jelasnya.
Ia juga berpesan jika hidup tidak berhenti sebagai tulang punggung keluarga saja. Asti mendorong agar para tulang punggung keluarga untuk semangat mengejar mimpinya.
“Kayak bukan berarti yaudah lah hidup gue demi keluarga aja yang penting keluarga makan. If you wanna do something kayak mau S2 atau mau pursue karir yang di international organization atau bikin bikin jadi apa segala macem gitu.” pesannya.
“Kayak hidup kita tuh gak selesai hanya karena kita menanggung tanggung jawab keluarga,” pungkasnya.
(nir/pal)