Jakarta –
Beberapa waktu lalu video konten “Tanah Menjadi Logam” viral di media sosial lewat akun Imam Santoso, dosen Program Studi Teknik Metalurgi, Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) Institut Teknologi Bandung (ITB).
Imam menyorot proses “menyulap” sebongkah kecil tanah menjadi besi dan nikel dalam waktu kurang dari 2 menit di laboratorium Pirometalurgi ITB. Proses tersebut disebut menggunakan teknologi plasma hidrogen.
Teknologi ini digagas Zulfiadi Zulhan yang juga dosen Teknik Metalurgi ITB. Zulfiadi bersama dengan timnya kemudian merealisasikan teknologi tersebut dalam bentuk reaktor plasma hidrogen.
Zulfiadi dikenal sebagai dosen yang punya jam terbang tinggi di bidang pengolahan logam. Gelar doktornya didapatkan dari Institute for Ferrous Metallurgy (IEHK, Institut für Eisenhüttenkunde), RWTH Aachen University, Jerman.
Kampus ini salah satu universitas terkemuka di Jerman. Ilmuwan legendaris Indonesia yang juga Presiden ke-3 Republik Indonesia BJ Habibie merupakan alumnus kampus tersebut.
Saat lulus dari kampus yang berlokasi di Kota Aachen itu pada 2006, Zulfiadi mendapatkan penghargaan Ludwig von Bogdandy-Preis sebagai ilmuwan muda yang lulus dengan prestasi.
Zulfiadi Zulhan menyampaikan orasi ilmiah saat pengukuhan guru besar Teknik Metalurgi Institut Teknologi Bandung (ITB), 12 Oktober 2024. Foto: ITB
|
Ia juga diganjar penghargaan Borchers Plakette RWTH Aachen University karena berhasil menyelesaikan program doktor dengan predikat “summa cum laude”.
Pada pertengahan Oktober lalu, Zulfiadi baru dikukuhkan guru besar FTTM ITB. Dalam upacara pengukuhan, pria yang lahir di Aceh Utara itu membawakan orasi ilmiah berjudul “Reaksi Plasma Hidrogen untuk Produksi Logam yang Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan”.
Kepada detikedu, Zulfiadi menjelaskan mengubah tanah menjadi logam sebenarnya bukan hal yang baru karena sudah dilakukan ribuan tahun lalu. Ia mengaku menggunakan istilah tanah agar mudah dijelaskan dalam bahasa sehari-hari. “Istilah yang paling tepat adalah bijih atau dalam bahasa Inggris disebut ore,” ujarnya.
Meski tanah memang mengandung unsur besi, tapi menurut Zulfiadi tidak semua layak secara ekonomis jika “disulap” menjadi logam. “Kandungan unsur besinya minimal 55 persen,” katanya.
Tanah lain yang sudah dicoba di laboratorium adalah bijih nikel laterit, yang mengandung besi dan nikel. Jenis ini banyak terdapat di Indonesia bagian timur. Percobaan bijih nikel laterit ini dalam reaktor plasma hidrogen menghasilkan feronikel dalam waktu 1,5 menit.