Jakarta –
Belakangan ini ramai kabar beberapa tokoh publik baik pejabat hingga artis meraih gelar doktor maupun doktor honoris causa (HC). Bagaimana sebenarnya fenomena tersebut terjadi menurut pakar?
Salah satu dosen Cultural Studies Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Radius Setiyawan melihat fenomena ini merupakan cara agar seseorang bisa memperkuat pengaruhnya di tengah masyarakat. Terutama secara struktur sosial.
“Dalam konteks pendidikan, usaha yang dilakukan oleh beberapa publik figur merupakan upaya untuk memperkuat kapital budaya,” ujar Radius dilansir dari laman UM Surabaya, Kamis (24/10/2024).
Pendidikan Mudah Didapat Pemilik Kapital
Radius menjelaskan, ada sebuah teori yang bisa menjelaskan fenomena maraknya publik figur mengejar gelar akademik tinggi ini. Seorang sosiolog terkemuka yakni Bourdieu mengatakan bahwa kemampuan kapital dapat memperkuat posisi seseorang di masyarakat.
Kapital ekonomi bisa berupa sumber daya fisik, kekayaan, dan instrumen produksi yang dimiliki seseorang. Selain itu, ada juga kapital budaya yang cakupannya soal pendidikan dan posisi seseorang dalam struktur sosial.
Kemudian, dalam teori juga dijelaskan adanya kapital sosial yang mempermudah seseorang mendapat akses jejaring. Terakhir adalah kapital simbolik yang berupa pengakuan sosial yang menghasilkan kekuasaan simbolik.
Beberapa publik figur tersebut pastinya memiliki kapital tersebut. Termasuk juga kapital budaya yang menjadikan mereka punya aset sosial untuk mempengaruhi akses mereka terhadap pendidikan.
Arena Pendidikan adalah Ruang Penting
Dalam sosial, pendidikan juga dianggap sebagai hal penting dan krusial. Sehingga, Radius berpendapat bahwa apa yang dilakukan para publik figur tersebut adalah hal yang wajar.
Semua orang berhak meraih pendidikan setinggi mungkin. Namun, yang disoroti oleh masyarakat terhadap beberapa publik figur adalah prosesnya yang terlihat mudah.
Kemudahan tersebut dijelaskan Radius sebagai deotonomisasi dalam pendidikan. Beberapa tokoh terbilang lebih mudah meraihnya karena secara ekonomi dan sosial memegang peranan penting.
“Bisa jadi sedang terjadi konversi atau pertukaran modal ekonomi untuk mendapatkan modal budaya. Hal tersebut akan semakin mengukuhkan dominasi aktor dalam arena sosial. Ketika hal tersebut terjadi, bisa jadi akan mengancam ekosistem pendidikan kita. Kondisi yang tentu mengkhawatirkan,” pungkas Radius.
(cyu/nwy)