Jakarta –
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) mendorong akselerasi kualitas perguruan tinggi. Salah satu upayanya melalui kolaborasi riset internasional dengan program Partenariat Hubert Curien (PHC) Nusantara.
Program ini disiapkan dalam rangka memperkuat kolaborasi riset sekaligus meningkatkan jaringan akademik perguruan tinggi negeri Indonesia dengan dunia internasional, khususnya Prancis. PHC Nusantara memungkinkan kerja sama antara peneliti Indonesia dengan peneliti Prancis pada bidang-bidang prioritas.
Di Prancis, PHC Nusantara dikoordinasikan oleh Kementerian Eropa dan Luar Negeri (MEAE) dan Kementerian Pendidikan Tinggi dan Riset (MESR). Sementara itu, PHC Nusantara di Indonesia dikoordinasikan oleh Kemendikbudristek.
Program yang utamanya mendanai mobilitas peneliti tersebut bertujuan untuk mengembangkan pertukaran pengetahuan dan teknologi yang unggul antara pusat-pusat penelitian di kedua negara. Para pemenang pun akan menerima manfaat dari sharing pengetahuan dan pemerolehan pengalaman melalui kegiatan penelitian bersama (joint research).
Tahun ini, untuk pertama kalinya dosen politeknik negeri terlibat dalam program PHC Nusantara. Tujuannya dalam rangka meningkatkan kapasitas serta kualitas riset dosen-dosen vokasi di RI.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati mengatakan penguatan dan kolaborasi riset dan inovasi menjadi salah satu fokus Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi. Hal ini untuk mendorong transformasi dan akselerasi perguruan tinggi vokasi di Indonesia.
“PHC Nusantara telah mendorong terciptanya ekosistem kolaborasi riset antara perguruan tinggi vokasi dengan periset, ilmuwan dari luar negeri khususnya dengan Prancis untuk mencari solusi atas permasalahan dan tantangan dunia yang semakin kompleks ini, seperti perubahan iklim,” kata Kiki dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/6/2024).
Menurutnya pengetahuan tidak hanya dimiliki oleh satu sumber saja. Karena itu kolaborasi dibutuhkan untuk mengembangkan pengetahuan yang secara kolektif dapat membangun ketangguhan manusia dalam menghadapi masa depan yang penuh tantangan.
“Di sisi lain, program ini juga akan mendorong publikasi bersama yang penting dalam memajukan penelitian dan pendidikan tinggi vokasi di Indonesia,” tuturnya.
Salah satu dosen politeknik yang berhasil lolos program PHC, yaitu Hadi Hermansyah. Dosen Program Studi (Prodi) D3 Alat Berat di Politeknik Negeri Balikpapan (Poltekba) ini aktif dalam penelitian dan publikasi ilmiah. Adapun beberapa topik penelitiannya meliputi pemodelan sirkulasi arus laut menggunakan metode 3D Mohid di Teluk Balikpapan.
“Selain bisa mengembangkan riset keilmuan, manfaat dari kegiatan ini adalah memang jejaring penelitian yang sifatnya internasional dan ini menjadi nilai tambah bagi kami para dosen,” ujarnya.
Pada penelitian kali ini, Hadi mengambil tema Earth and Space Science dengan judul penelitian ‘mesoscale Eddies-Internal Wave Interactions and Its Role In The Transformation Of The Indonesian Throughflow Waters’. Untuk penelitiannya kali ini, Hadi akan bekerja sama dengan Laboratoire D’etudes Géodésique Océanographie Spatiale (LEGOS) di Toulouse.
Selain sesuai dengan keilmuan yang dimiliki oleh Hadi, tema bidang kemaritiman yang dipilih karena Prancis selama ini dikenal sebagai salah satu negara dengan riset kemaritiman yang unggul. Mereka juga sangat tertarik dengan isu-isu lingkungan seperti pemanasan global.
Riset Hadi kali ini terkait dengan isu perubahan iklim besar-besaran yang terjadi di berbagai belahan dunia. Sebagai seorang oceanografer, Hadi ingin melihat kaitan perubahan iklim yang terjadi saat ini dengan perubahan komposisi air laut.
“Kami ingin menghasilkan model laut regional khususnya model transformasi massa air di Perairan Indonesia dan bisa berdampak pada dunia secara keseluruhan,” tuturnya.
Sebagai program baru di Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Hadi awalnya mengaku cukup kesulitan untuk mendapatkan mitra penelitian di Prancis. Prancis dinilai cukup selektif untuk melakukan kolaborasi riset dengan negara lain.
“Tapi syarat dari program ini adalah kita harus memiliki mitra riset dari Prancis,” ujar Hadi.
Namun, Hadi mencari cara dengan mencoba menghubungi Kedutaan Prancis di Indonesia untuk menjajaki peluang kerja sama dengan lembaga-lembaga penelitian yang sejalan dengan risetnya.
“Akhirnya, pihak Kedubes Prancis mencarikan lembaga yang sekiranya sesuai dan ternyata ada, kemudian direkomendasikanlah salah satunya adalah LEGOS. Selanjutnya, peneliti melakukan komunikasi langsung secara intens dengan pihak mitra dan peneliti mitra di Perancis memberikan respons yang sangat baik dan sepakat dengan topik riset yang ditawarkan,” terangnya.
LEGOS merupakan laboratorium riset yang fokus untuk menangani riset-riset yang berkaitan dengan oseanografi yang diakui dunia internasional. Oleh karena itu, Hadi mengaku sangat tertarik akan masa depan kolaborasi riset yang akan dilakukan selama dua tahun ini.
“Penelitian tentang kemaritiman belum menjadi perhatian serius di Indonesia. Dengan keterlibatan mitra asing, institut laboratorium berkelas dunia tentu akan menunjang pengembangan riset yang kami lakukan,” ujar Hadi.
Sebagai insan vokasi pertama dalam program PHC Nusantara, Hadi berharap risetnya dapat berjalan dengan lancar. Baik Hadi maupun mitra dari Prancis akan melakukan riset bersama-sama. Dalam waktu dekat, Hadi dan tim juga akan dikirim ke Prancis untuk melakukan riset di laboratorium mitra, begitu juga sebaliknya.
“Selain jurnal internasional yang dipublikasi pada Jurnal internasional terindeks Scopus, sebagai luaran lain dari program riset kolaborasi ini, kami juga akan merancang desain Autonomous Underwater Vehicles (UAVs)-drone bawah laut. Selama ini Indonesia cukup kesulitan untuk mengetahui kondisi bawah laut Indonesia yang memang sangat bervariasi,” ujar Hadi.
(anl/ega)