Jakarta –
Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh dikabarkan tewas di kediamannya di Teheran, Iran pada Rabu (31/7/2024). Hal tersebut disampaikan oleh Garda Revolusi Iran (IRG).
“KediamanIsmailHaniyeh, kepala kantor politik Perlawanan IslamHamas, diserang diTeheran, dan sebagai akibat dari insiden ini, dia dan salah satu pengawalnya menjadi martir,” tulis pernyataan di situs Garda Revolusi Islam, seperti dikutip
.
Sosok Haniyeh adalah pemegang kunci politik di Palestina. Ia adalah pejuang pembebasan Palestina sedari remaja.
Ia sempat menjadi Perdana Menteri pemerintah Otoritas Palestina. Pada 2016 pun, ia menjadi pimpinan utama Hamas.
Bagaimana riwayat pendidikan Ismail Haniyeh dan kiprahnya dalam dunia politik? Berikut informasi selengkapnya.
Riwayat Pendidikan Ismail Haniyeh
Dikutip dari Al Jazeera dan New York Times, Haniyeh lahir pada tahun 1962 di kamp pengungsi Shati, Gaza. Orang tua Haniyeh saat itu melarikan diri dari Asqalan, sebuah kota yang kini bernama Ashkelon.
Saat kecil, Haniyeh mengenyam pendidikan di sekolah yang dikelola Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). Ia bersekolah di sana selama jenjang dasar hingga menengah.
Lalu, Haniyeh menempuh pendidikan menengah lanjutannya di Institut Al-Azhar di Gaza. Setelah itu, ia melanjutkan pendidikan di Universitas Islam di Gaza dan memperoleh gelar di bidang sastra Arab.
Selama berkuliah, Haniyeh memang terkenal aktif dalam blok mahasiswa Islam. Blok tersebut merupakan cikal bakal terbentuknya Hamas.
Di tahun kelulusannya yakni 1987, Haniyeh berada dalam situasi Palestina melakukan pemberontakan massal pertama melawan Israel. Dari sana lahirlah pasukan Hamas.
Haniyeh sempat tertangkap oleh pasukan Israel dan dideportasi ke Lebanon Selatan bersama pemimpin aktivis Palestina lainnya. Ia menghabiskan waktu selama satu tahun di dalam sel.
Beruntungnya, saat itu ia dan tahanan lain mendapat liputan media. Sehingga, reputasi mereka terbangun secara global.
Setelah adanya kesepakatan Perjanjian Oslo antara organisasi pembebasan Palestina dan Israel, Haniyeh pun kembali ke Gaza. Dalam usia 31 tahun, Haniyeh diangkat sebagai dekan di Islamic University.
Kiprah Politik Ismail Haniyeh
Kegigihannya dalam membela Palestina membuat Haniyeh cepat naik pangkat dalam organisasi keislaman Hamas. Ia menjadi asisten pendiri Hamas, yakni Sheikh Ahmed Yassin.
Pada 2001, Haniyeh pun ditetapkan sebagai pemimpin politik Hamas. Selang dua tahun kemudian, Haniyeh dan Yassin selamat dari rencana pembunuhan oleh jet tempur Israel.
Sang kawan sekaligus pendiri Hamas, Yassin, enam bulan kemudian dibunuh lewat pengeboman oleh Israel. Ia tewas saat meninggalkan masjid setelah sholat Shubuh.
Dalam usia 44 tahun, Haniyeh meraih kemenangan pemilihan legislatif atas gerakan Fatah. Sejak saat itu hingga sebelum ia tewas, Haniyeh selalu meyakinkan bahwa Hamas adalah gerakan yang sadar dan matang.
Sebelumnya, pada 2006 Haniyeh sempat menjabat sebagai perdana menteri Otoritas Palestina Barat. Namun, dirinya diberhentikan oleh Mahmoud Abbas, presiden Otoritas Palestina.
Usaha Dipomatis Haniyeh Meredakan Konflik Palestina-Israel
Mengutip Encyclopedia Britannica, pada bulan Desember 2019 Haniyeh meninggalkan Jalur Gaza dan mulai tinggal di Turki dan Qatar. Ia memfasilitasi kemampuannya untuk mewakili Hamas di luar negeri.
Di antara kunjungannya yang paling terkenal adalah pemakaman Qassem Soleimani, seorang komandan tinggi Korps Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) yang terbunuh oleh serangan pesawat tak berawak AS pada bulan Januari 2020. Ia juga pernah hadir pada pelantikan Presiden Iran Ebrahim Raisi pada bulan Agustus 2021.
Pada 2021 tersebut, saat pasukan AS menarik diri dari Afghanistan, Haniyeh menelepon pemimpin Taliban Abdul Ghani Baradar untuk memberi selamat kepadanya atas berakhirnya kehadiran AS di negara itu.
Pada bulan Oktober 2022 Haniyeh bertemu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Pertemuan itu menandai pertemuan pertama antara para pemimpin Hamas dan Suriah sejak Hamas memutuskan hubungan selama pemberontakan Suriah.
Selama perang Israel-Hamas , Haniyeh memimpin delegasi Hamas dalam negosiasi yang dimediasi oleh Qatar dan Mesir. Pada bulan April 2024, di tengah putaran negosiasi gencatan senjata, tiga anak Haniyeh dan empat cucunya tewas dalam serangan Israel.
Itulah riwayat pendidikan dari Ismail Haniyeh, pemimpin politik Hamas yang baru saja tewas terbunuh oleh Israel.
(cyu/nwy)