Jakarta –
Taruna Ikrar resmi dilantik sebagai Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) oleh Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta pada Senin (19/8/2024). Ia menggantikan Plt Kepala BPOM, RIzka Andalucia.
Sosok Taruna Ikrar dikenal sebagai dokter dan ilmuwan di bidang farmasi, jantung, dan saraf. Pria kelahiran 15 Juli 1969 ini pun mempunyai kecintaan terhadap dunia pendidikan.
Ia adalah lulusan kampus-kampus ternama di luar negeri. Selain meneliti, ia juga mendedikasikan dirinya dalam mengajar mahasiswa. Lebih lengkapnya, berikut riwayat pendidikan hingga kiprahnya dalam dunia penelitian:
Riwayat Pendidikan Taruna Ikrar
Dikutip dari laman SMAN 1 Makassar, Taruna adalah alumni dari sekolah tersebut. Setelah lulus dari sana, Taruna melanjutkan pendidikan S1 Pendidikan Dokter Umum di Universitas Hasanuddin (Unhas).
Selama kuliah, Taruna dikenal aktif dalam kegiatan mahasiswa. Selain berdedikasi dalam sains, Taruna juga gemar menulis. Ia pernah belajar menulis di penerbit kampus “Identitas” Unhas di sela kuliah sebagai mahasiswa kedokteran.
Selanjutnya, ia mengenyam magister farmasi di Universitas Indonesia (UI). Di kampus inilah, Taruna bertemu dengan sang istri di perpustakaan.
Mengutip laman Universitas Malahayati, Taruna kemudian melanjutkan pendidikannya di Niigata University (NU), Jepang. Lulus dari sana ia mengantongi gelar PhD.
Kecintaan Taruna dalam riset mendorongnya terus melanjutkan pendidikan di Bologna University Italy (2007) dan University of California, Irvine (UCI), USA (2013).
Kiprah Taruna Sebagai Dokter dan Ilmuwan
Taruna merupakan seorang ilmuwan di bidang farmasi, jantung, dan saraf. Di Departemen Anatomi dan Mikrobiologi Universitas California, Amerika Serikat, ia pernah menjadi asisten Laboratorium Xu milik Dr Xu.
Melansir detikHealth, Pada 2000-2003, Taruna menjabat sebagai Wakil Ketua PB Ikatan Dokter Indonesia. Ia juga tercatat pernah menjadi anggota American Cardiology Collage, and Society for Neurosciences, International Heart Research Association, Asia Pacific Hearth Rhythm Association, dan Japanese Cardiologist Association.
Dalam laman Universitas Prima Indonesia, nama Taruna Ikrar pun tercatat sebagai mantan Ketua Konsil Kedokteran Indonesia dan Director of the Members-at-Large International Association of Medical Regulatory Authorities (IAMRA).
Hasil penelitian dan karya ilmiahnya juga sudah bertebaran dan banyak dikutip. Beberapa hasil penelitiannya antara lain berjudul A disinhibitory microcircuit initiates critical-period plasticity in the visual cortex (2013), Adult neurogenesis modifies excitability of the dentate gyrus (2013), dan masih banyak lagi karyanya yang dipublikasikan di Google Scholar.
Sempat Dicabut Gelar Profesornya
Nama Taruna Ikrar sempat kontroversial pada 2023 lalu. Mengutip arsip detikEdu, saat itu gelar profesornya dicabut oleh Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Hal tersebut tertuang dalam Keputusan Mendikbudristek (Kepmendikbudristek) No 48674/M/07/2023 tentang Penyetaraan Jabatan Akademik Dosen tertanggal 30 Agustus 2023.
Sebelumnya, ia menerima SK Guru Besar dari Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah II Prof Iskhaq Iskandar pada November 2022 lalu.
Dijelaskan oleh Plt Dirjen Diktiristek saat itu, Prof Nizam, pencabutan dikarenakan Taruna melakukan kecurangan. Taruna terbukti melakukannya dalam mengusulkan dirinya sebagai Guru Besar.
Beberapa tahun yang lalu, Taruna juga banyak diberitakan setelah klaimnya atas gelar profesor di bidang biomedical sciences dan jabatan dekan di Pacific Health Sciences University (PSHU), Amerika Serikat.
Netizen saat itu mempertanyakan gelarnya tersebut. Kemudian, ia menjelaskan kepada detikcom soal kebenarannya.
“Guru besar di AS beda dengan Indonesia. Kalau di Indonesia, guru besar harus lewat pengesahan universitas, dari universitas dikirim ke Dikti, baru dikirim ke Setneg. Tapi kalau di AS, universitas itu independen, mandiri. Tiap universitas berhak mengangkat guru besar sendiri seperti dia angkat dosen,” jelasnya.
Ia menyampaikan telah menjadi dosen dan profesor di sana sejak Januari 2017. Selain itu, data soal statusnya sebagai profesor di sana tak banyak dipublikasikan lantaran kampus tersebut masih tergolong baru kala itu.
(cyu/nwk)