Jakarta –
Sebanyak 31 paper bidang pendidikan terpilih untuk dipresentasikan di Forum on Education Learning Transformation (FELT) 2024 dari total 215 pendaftar. Hasil riset siswa hingga peneliti internasional tersebut didorong untuk menjadi referensi pengembangan kebijakan bagi Pemerintah RI.
FELT 2024 digelar Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) Kemendikbudristek bekerja sama dengan lembaga penelitian kebijakan Article 33 Indonesia. Forum ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengumpulkan ragam penelitian pendidikan dari berbagai kalangan untuk mendiskusikan dan menguji hasil riset mengenai masalah pendidikan di RI.
Direktur Eksekutif Article 33 Indonesia Santoso mengatakan, partisipan peneliti pada FELT 2024 meliputi guru, siswa, kepala sekolah, pemerintah, lembaga nonpemerintah, lembaga internasional, lembaga pendidikan tenaga pendidikan (LPTK), hingga peneliti independen asal dari Sumatra hingga Maluku, Amerika Serikat (AS), Swedia, Finlandia, dan Australia.
Berangkat dari hasil penelitian tersebut, para pegiat dan pemangku kepentingan bidang pendidikan duduk dalam satu forum untuk memecahkan masalah-masalah pendididikan di Indonesia. Langkah ini menurutnya agar menjadi pembiasaan kultur penelitian yang egaliter dan berpusat pada kepentingan pendidikan Indonesia.
“Kita mendorong agar mengumpulkan ide ini, temuan ini, dari mana pun agar bisa dipertukarkan secara akademik dan egaliter,” ucap Santoso pada Dialog Kebijakan FELT 2024 di Hotel Ayana Midplaza, Jakarta, Senin (22/7/2024).
“Rektor, mahasiswa, bergabung, menteri, duduk satu meja. Yang penting adalah idenya apa. FELT ingin menciptakan kultur yang matters itu idenya,” imbuhnya.
Mengatasi Kesenjangan Pendidikan di Indonesia
FELT 2024 mengambil tema Mengatasi Kesenjangan Pendidikan di Indonesia. 215 Abstrak penelitian dari dalam dan luar negeri didaftarkan pada FELT 2024, naik 100% dari tahun lalu yakni 107 abstrak. Jumlah yang terpilih untuk dipaparkan juga naik 72% hingga 31 paper dari total 18 paper pada 2023.
“Kesenjangan pendidikan berhubungan dengan kesenjangan di luar bidang pendidikan. Berbagai publikasi menyorot apa sebenarnya yang paling penting,” ucapnya.
Kesenjangan pendidikan sendiri meliputi kesenjangan pada guru dan tenaga kependidikan, pembelajaran, Gedsi (kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial), serta infrastruktur pendidikan yang termasuk akses digital.
Sedangkan kesenjangan nonpendidikan meliputi kesenjangan sosial-ekonomi, akses kesehatan, infrastruktur, kondisi geografis, dan sumber daya.
Soal Desentralisasi di RI
Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (Dikdasmen) Kemendikburistek Iwan Syahril menambahkan, tantangan pembangunan pendidikan ke depan juga soal memecahkan masalah tata kelola desentralisasi.
Iwan menjelaskan, Indonesia sebagai negara dengan sistem pendidikan terbesar ke-4 di dunia memiliki 3,3 juta guru dan 50 juta siswa. Masing-masing kebutuhan yang beragam dengan tersebar di 17.000 pulau.
“Dan yang jarang dibicarakan itu adalah konteks desentralisasi. 552 Pemerintah daerah, kabupaten/kota dan provinsi, yang memiliki kewenangan. Kewenangan dan anggaran ditransfer, tetapi tentunya banyak sekali tantangan yang kita hadapi di daerah,” ucapnya.
Berangkat dari hasil Road to FELT 2024, empat aspek pemecahan kesenjangan pendidikan di Indonesia berfokus pada pendidik, pembelajaran bermakna, infrastruktur yang termasuk infrastruktur digital, serta Gedsi. Hasil-hasil penelitian sedianya dibahas lebih lanjut untuk mengurai masalah-masalah pendidikan RI dan mendukung peningkatan kualitas pendidikan.
(twu/nwy)