Jakarta –
Dari 5.053 lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang diwisuda pada Sabtu (26/11/2024) lalu, nama Syed Saquib jadi sorotan. Ia adalah wisudawan S3 termuda.
Usianya saat ini masih 25 tahun. Pria dengan sapaan akrab Saquib ini merupakan lulusan dari program studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri ITB.
Saquib juga mendapat kesempatan maju ke podium untuk mewakili wisudawan doktoral menyampaikan kesannya selama berkuliah di ITB. Bagaimana perjalanan Saquib selama kuliah di ITB? Simak yuk!
Pilih Kuliah di RI daripada di Negara Sendiri
Bukan warga Indonesia, Saquib adalah mahasiswa internasional asal India. Alasannya memilih ITB sebagai tempat meraih pendidikan doktor karena terkenal memiliki kiprah baik dalam bidang sains dan teknologi.
Menurutnya, ITB berkomitmen tinggi dalam keberlanjutan dan inovasi bagi sistem pengelolaan air. Masalah tersebut merupakan apa minat penelitian Saquib.
Sebelumnya, Saquib menempuh S1 dan S2 di bidang ilmu lingkungan. Teknik kimia kemudian dipilih Saquib karena ia sadar solusi pengelolaan air bisa diwujudkan lewat rancangan teknologi yang tepat.
“Kampus ini memupuk lingkungan yang inovatif dan penuh ketelitian. Mahasiswa didorong untuk melampaui batas pengetahuan mereka dan berpikir kreatif untuk mencari solusi atas berbagai permasalahan yang ada di masyarakat,” ujarnya pada laman ITB, dilansir Senin (11/11/2024).
Tantangan Kuliah sebagai Mahasiswa Internasional
Saquib mengaku tantangan yang ia rasakan saat awal perkuliahan adalah soal bahasa. Akan tetapi, perlahan ia bersyukur bisa beradaptasi.
Ia belajar bahasa Indonesia dengan sungguh agar bisa bergabung dengan komunitas akademik di kampus. Saquib pun berterima kasih kepada dosen pembimbingnya yakni Prof Ir Tjandra Setiadi M Eng Ph D karena merasa sudah banyak dibantu olehnya.
“Selain berpengetahuan luas, para dosen di ITB sangatlah suportif. Mereka memiliki keahlian di dunia akademik maupun industri sehingga membuat pengalaman belajar menjadi relevan dan dapat diterapkan. Komitmen mereka untuk membimbing, baik itu dengan memberikan feedback yang membangun, menyarankan arah penelitian baru, atau menghubungkan mahasiswa dengan para profesional industri sangatlah penting bagi perjalanan doktoral saya,” ujarnya.
Selain itu, Saquib juga beruntung karena dibantu oleh mentor dan co-worker di laboratorium ITB yang banyak mendukungnya.
Selain bahasa, tantangan lain yang diceritakan Saquib selama kuliah di ITB adalah manajemen waktu. Penelitian yang ia lakukan termasuk proyek besar dan memerlukan analisis data mendetail.
Ia juga aktif terlibat dalam kolaborasi riset internasional, sehingga ia harus pintar membagi waktu. Saquib pun butuh menyesuaikan waktu dengan tim dari zona waktu yang berbeda.
Ambil Penelitian soal Limbah Tekstil
Tak mau berlama-lama, Saquib bertekad menyelesaikan S3-nya lebih cepat. Akhirnya ia lulus dalam waktu tiga tahun.
Saquib mengambil topik penelitian seputar pengolahan air limbah tekstil. Ia mengembangkan inovasi yang bisa mendukung metode untuk meningkatkan kualitas air.
Saquib menggunakan bioreaktor membran anaerobik terintegrasi sistem spons gantung aliran bawah yang hemat biaya. Sistem juga dibuat untuk pengendalian polutan.
Ke depannya, Saquib berencana jadi akademisi berbasis riset. Ia ingin memperluas pengetahuannya seputar industri pengolahan air limbah.
“Saya berencana untuk tinggal di luar negeri untuk sementara waktu. Namun, saya juga bersemangat untuk menerapkan pengetahuan saya guna meningkatkan praktik lingkungan di India,” harapnya.
(cyu/nwy)