Jakarta –
Nama SMK PIKA (Pendidikan Industri Kayu Atas), Semarang Jawa Tengah semakin didengar namanya. Beberapa waktu lalu, sekolah ini memiliki peran penting dalam kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia.
Karena panitia penyambutan dari Paroki Gereja Katedral Jakarta secara khusus memesan dua buah kursi ke sekolah yang berada di depan Stasiun Poncol, Semarang itu. Dua kursi yang dipesan adalah satu kursi rotan dan satu kursi sofa.
Sama seperti namanya, SMK PIKA memang menjadi sekolah kejuruan yang berfokus pada teknik furnitur dan desain interior. Dengan keahlian yang spesifik, wajar bila lulusannya laris manis di industri furnitur Tanah Air bahkan sudah ‘ditandai’ industri sebelum lulus sekolah.
Sekolah 4 Tahun dengan Kurikulum Swiss-Indonesia
Wakil Kepala Sekolah Bidang Bengkel, Dwi Hartanto menjelaskan SMK PIKA dahulu bernama Sekolah Menengah Teknik Kebun Kayu (SMKK). Sejak awal berdiri, sekolah ini memang hanya fokus pada bidang perkayuan dan furniture berbahan kayu.
Sekolah ini dirintis oleh Bruder Josef Haeken dari Swiss ini memiliki keahlian spesifik yang dibutuhkan industri furnitur. Sehingga ada beberapa perbedaan yang ada di sekolah ini.
Seperti masa tempuh pendidikan siswanya. Bukan 3 tahun seperti SMK pada umumnya, siswa SMK PIKA menempuh pendidikan selama 4 tahun.
Selain itu, SMK PIKA memadukan kurikulum Swiss dan kurikulum yang ada di Indonesia. Tujuannya untuk bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan spesifik.
“Kami memadukan kurikulum Swiss dengan kurikulum yang berlaku di Indonesia agar bisa menghasilkan lulusan dengan kompetensi tinggi dan spesifik,” kata Dwi dikutip dri rilis di laman Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbudristek, Senin (7/10/2024).
Diburu Industri
Sebuah studi yang dilakukan guru besar Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), sekaligus pakar di bidang pendidikan kejuruan, Soenarto pada tahun 2015 lalu menyebutkan SMK dengan program pendidikan 4 tahun ternyata lebih disukai dunia usaha dan industri.
Karena siswa diberikan waktu lebih banyak untuk mengikuti kerja praktik di perusahaan secara langsung, minimal 6-9 bulan. Hal ini juga terjadi di SMK PIKA.
Dengan waktu praktik/prakerin yang panjang, lulusan SMK PIKA memiliki kompetensi yang cukup. Hasilnya, mereka banyak diburu industri, bahkan sebelum lulus sekolah.
“Biasanya saat mereka prakerin itu sudah mulai diminta oleh industri,” kata Dwi.
SMK PIKA juga menerima satu hingga dua tawaran pekerjaan industri setiap harinya. Praktik langsung ini membuat siswa terus berlatih. Tawaran ini tak terbatas di industri Semarang saja, bahkan luar kota seperti Bali.
“Lulusan kami juga banyak yang menjadi pengusaha furnitur, biasanya untuk keperluan ekspor,” tambahnya.
Untuk semakin meningkatkan keterserapan lulusan, SMK PIKA juga rutin menggelar festival kayu dan industri. Acara ini digunakan untuk mempromosikan hasil karya dan memperkenalkan sekolah ke industri secara luas.
“Biasanya dari acara ini juga sudah banyak permintaan kepada lulusan kami,” tutup Dwi.
(det/nwk)