Jakarta –
Sebuah video memperlihatkan seorang siswa Sekolah Dasar (SD) swasta Abdi Sukma di kawasan Jalan STM, Kota Medan, Sumatera Utara yang diminta belajar di lantai oleh wali kelasnya. Siswa kelas 4 SD itu disebut menjalani hukuman karena menunggak pembayaran uang sekolah selama tiga bulan.
Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menyayangkan kejadian tersebut. Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Gogot Suharwoto PhD menegaskan pendidik dalam proses belajar mengajar di sekolah seharusnya memberikan rasa aman, nyaman, menyenangkan bagi siswa.
Ia pun menyatakan dalam proses pembelajaran setiap peserta didik harus bebas dari segala bentuk kekerasan dan diskriminasi. “Tidak boleh ada kekerasan dalam pendidikan. Dalam video tersebut, kasihan sekali anaknya memang terlihat tertekan,” ujar Gogot pada detikedu, Sabtu (11/1/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gogot mengungkapkan Kemendikdasmen melalui tim Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Sumut sudah ke sekolah. Tim tersebut bertemu dengan murid, orang tua, guru, dan yayasan.
“Laporan yang kami dapatkan masalah sudah diselesaikan dan siswa tersebut sudah tampak gembira,” ujar doktor bidang Pendidikan Matematika dari Oregon State University, Corvallis, Oregon, Amerika Serikat itu.
Kronologi Siswa SD Diminta Belajar di Lantai Kelas
Dikutip dari detikSumut, orang tua siswa, Kamelia (38), mengatakan jika peristiwa dalam video terjadi pada Rabu (8/1). Anaknya sendiri ternyata telah duduk selama 3 hari di lantai.
“Di hari Rabu, tanggal 6 (Januari) masuk sekolah kan, jadi sekitar 3 hari itu dia memang duduknya di lantai tanpa sepengetahuan saya,” kata Kamelia kepada detikSumut, Jumat (10/1/2025).
Kamelia pun menceritakan kronologi dia mengetahui anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia menyebutkan wali kelas membuat peraturan jika siswa yang belum mengambil rapor tidak boleh mengikuti kegiatan belajar mengajar.
“Jadi gini ceritanya, saya memang belum melunasi uang SPP awalnya, tapi wali kelasnya itu kan membuat peraturan kalau sudah terima rapor baru muridnya bisa mengikuti pelajaran,” ujarnya
Kamelia mengaku sudah berkomunikasi dengan wali kelas jika dia belum bisa datang ke sekolah. Dirinya berniat menjual handphone-nya agar bisa melunasi uang sekolah kedua anaknya di sekolah itu.
Sedangkan, anaknya yang lain disebut tidak mendapat perlakuan seperti itu meskipun belum membayar uang sekolah.
“Saya sudah koordinasi hari Selasa-nya, saya bilang ibu izin saya belum bisa datang, itu rencana kemarin saya mau sempat jual HP untuk bayar uang sekolah biar (anak) dapat rapor,” ucapnya.
Dia mengaku mengetahui jika anaknya duduk di lantai berawal dari anaknya yang tidak mau berangkat ke sekolah pada Rabu (8/1) pagi. Saat itu, Kamelia meminta agar anaknya pergi duluan dan akan menyusul untuk membayar uang sekolah.
Anaknya kemudian menceritakan jika dia malu duduk di lantai beberapa hari ini karena belum mengambil rapor. Dari situlah kemudian Kamelia datang ke sekolah.
“Terus anak saya bilang gini ‘jangan lah Mak, ayolah datang ke sekolah, Mahesa malu lo Mak asyik duduk di semen aja, dari pertama masuk,” ujarnya.
Kamelia kemudian menghubungi wali kelas anaknya untuk memastikan informasi dari anaknya. Wali kelas membenarkan hal itu dan ngotot jika aturannya anak tidak bisa mengikuti pelajaran jika tidak mengambil rapor.
Mengetahui hal itu, Kamelia kemudian datang ke sekolah dan melihat langsung anaknya duduk di lantai saat belajar. Kamelia mengaku miris saat melihat anaknya duduk di lantai.
“Miris hati saya, kok kecewa kali, saya kan dari awal sudah izin, kenapa didudukkan di semen juga,” ungkapnya.
Setelah sempat mempertanyakan soal anaknya duduk di lantai, Kamelia kemudian diajak ke kantor. Wali kelas disebut tetap kekeuh dengan sikapnya, padahal kepala sekolah mengatakan tidak ada membuat aturan seperti itu.
“Memang dia kekeuh, dia (wali kelas) bilang ‘saya sudah suruh keluar tapi dia (siswa) nggak mau’, saya tanya kepsek apakah itu peraturan dari sekolah, kepsek bilang ‘peraturan itu nggak ada saya buat’,” sebutnya.
Kamelia mengaku sudah memohon, apalagi dirinya saat itu sedang sakit. Suami Kamelia sendiri bekerja sebagai tukang bangunan. Uang sekolah anaknya di SD itu sebesar Rp 60 ribu per bulan. Kedua anaknya yang sekolah di SD itu sama-sama menunggak uang sekolah selama 3 bulan.
“Kalau dia kan dari kelas 1 itu Rp 60 ribu, tidak ada naik sampai sekarang Rp 60 ribu, mereka kan ini berdua abang beradik, si adik lah satu, tiga bulan lah uang SPP mereka belum dibayar,” ucapnya.
(pal/pal)