Jakarta –
Siswa akan libur sekolah sebentar lagi pada awal Ramadan akhir Februari ini. Siswa bakal libur panjang selama 7 hari dari Kamis, 27 Februari hingga Rabu, 5 Maret 2025.
Aturan libur ini sesuai dengan Surat Edaran Bersama (SEB) Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri No 2 Tahun 2025, No 2 Tahun 2025 dan No 400.1/320/SJ tentang Pembelajaran di Bulan Ramadan Tahun 1446 Hijriah/2025 Masehi.
Nantinya, siswa akan masuk sekolah lagi pada 6-25 Maret 2025. Kemudian akan libur lagi pada akhir Ramadan atau jelang Lebaran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama tidak masuk sekolah sebelum hingga awal Ramadan, siswa akan diminta belajar mandiri di lingkungan keluarga, tempat ibadah, dan masyarakat. Penugasannya diatur sekolah, madrasah, atau satuan pendidikan keagamaan masing-masing.
Merespons libur sekolah yang begitu panjang ini, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar, mengatakan perlunya perhatian khusus untuk anak-anak.
Menurutnya, libur panjang anak-anak harus dikontrol aktivitasnya. Hal ini berlaku untuk orang tua, guru, sekolah, hingga pemerintah.
“Sebentar lagi bulan suci Ramadan tiba, yang perlu mendapatkan perhatian itu adalah anak-anak kita. Bagaimana anak-anak kita sebaiknya merespons libur yang panjang ini? Saya sarankan, pertama, jangan memanfaatkan masa libur itu (jadi) libur beneran. Kita para guru dan para orang tua, para senior, bahkan pemerintah setempat di daerah, manfaatkan untuk mengisi masa libur anak ini dengan produktif,” ucap Nasaruddin kepada detikcom, saat ditemui di kantornya di komplek Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Kamis (13/2/2025).
Perlunya Kegiatan yang Produktif untuk Anak
Menag mencontohkan, anak-anak bisa diberi kegiatan produktif selama libur sekolah. Misalnya seperti pesantren kilat atau kegiatan yang bisa menigkatkan keterampilan anak-anak.
“Misalnya bikinkan pesantren kilat, bikin kursus-kursus keterampilan, misalnya kerajinan, keterampilan berbahasa asing, (atau) mungkin ada pelatihan-pelatihan di luar kampus, di luar daerah kita biaya. Akhirnya anak itu akan mendapatkan nilai tambah,” terangnya.
Selain itu, Nasaruddin mengatakan, orang tua juga bisa memberi kegiatan khusus dengan memberi target untuk anak-anak mereka. Sebagai contoh, pelatihan hafalan Al-Qur’an yang ditarget.
Kemudian setelah anak mencapai target, akan diberi apresiasi atau dukungan bonus, sehingga anak akan termotivasi.
“Anak-anak itu kita kasih target,’Kalau kamu hafal Qur’an juz 30, nanti kamu dapat bonus (apresiasi)’.Jadi itu hampir satu bulan anak-anak libur, kan? Nanti libur awal (Ramadan), libur kedua (akhir Ramadan), libur Lebaran, banyak sekali libur. Nah kalau anak-anak itu memanfaatkan libur untuk menghafal Qur’an nanti dikasih bonus,” paparnya.
Perlunya Kolaborasi Berbagai Pihak
Hal yang tak kalah penting, kata Nasaruddin, perlunya kolaborasi dalam hal mengontrol kegiatan anak-anak selama libur panjang Ramadan dan Lebaran.
Sebab, potensi bahaya bisa terjadi jika lingkungan rumah, sekolah, dan masyarakat tidak mengawasi.
“Tanggung jawab siapa yang harus mengurus (kegiatan anak-anak selama libur) ini? Apakah pemerintah, apakah masyarakat, apakah orang tua atau sekolah? Hemat saya, harus ada kolaborasi, kerja sama antara guru, orang tua, pemerintah, dan masyarakat,” ujar Imam Besar Masjid Istiqlal tersebut.
Nasaruddin berpendapat, rusaknya moral atau sikap anak-anak bukan semata terjadi di sekolah atau di rumah, melainkan antara sekolah dan rumah.
Misalnya, jika di rumah dan sekolah ada larangan merokok, tapi antara rumah dan sekolah, di mana-mana akan ada orang merokok.
“Jadi anak-anak itu mengalami semacam split personality, (juga) kepribadian ganda, mana yang benar; apa kata guru dan orang tua atau apa kata masyarakat,” jelasnya.
“Jadi ini harus diperbaiki, karena kalau nggak nanti nggak enak tuh, masyarakat nanti akan terbebani dengan kenakalan remaja di sekitarnya,” imbuhnya.
Pentingnya Pendidikan Privat Orang Tua untuk Anak
Terakhir, Menag berpesan kepada orang tua untuk tetap mendidik secara intens anak-anak mereka. Hal ini perlu dilakukan sebelum terlambat.
“Kita juga harus memberikan pendidikan privat kepada anak kita sendiri, bagaimana belajar sholat, jangan semua dari sekolah dia peroleh. Bagaimana berakhlakul karimah jangan semua memintanya dari sekolah. Jadi sekolah itu kaya bengkel rusak, semua taro di situ,” pesannya.
Nasaruddin juga turut mengajak orang tua melakukan refleksi, bahwa rusaknya moral dan akhlak anak-anak, bisa berawal dari rumah tangga. Artinya, menjadi tidak tepat jika sekolah yang menanggung kerusakan tersebut.
Begitu juga potensi lain, rusaknya moral dan akhlak anak bisa terjadi di lingkungan sekolah. Kemudian, orang tua yang harus menanggungnya.
“Atau jangan-jangan masyarakat yang rusak, sehingga sekolah dengan orang tua kewalahan mengatasi. Atau jangan-jangan semuanya rusak, sekolahnya rusak, masyarakatnya rusak, dan juga orang tuanya rusak, akibatnya apa? Anaknya juga ikut rusak,” ungkapnya.
“Kalau semuanya rusak, negara kayak apa yang kita huni (ini)?” tambahnya.
Maka dari itu, Menag Nasaruddin mengajak untuk semua pihak untuk menyusun strategi dalam hal mendidik anak-anak selama libur panjang.
“Saya kira itulah poin saya, mari menyusun strategi yang sangat detail untuk menyelamatkan anak-anak kita di masa libur bulan suci Ramadan ini. Jangan tidur melulu, akhirnya juga nanti loyo tuh. Jangan nggak puasa, apalagi kan. Jangan (di) jalan melulu, balapan sesudah subuh, gas motornya terus. Itu nanti (bisa berakibat) mayat bergelimpangan. Saya kira itu pendapat saya. Selamat mengontrol anak-anaknya. Wassalamu’alaikum warahmatullah wabarakatuh,” tutupnya.
(faz/nwk)