Jakarta –
Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan rencananya untuk mengevakuasi 1.000 warga Gaza ke Indonesia. Prabowo mengatakan evakuasi bisa dilakukan dengan syarat semua pihak terkait menyetujuinya.
“Syaratnya adalah semua pihak harus menyetujui hal ini, kedua mereka (warga Gaza) di sini hanya sementara sampai pulih sehat kembali dan pada saat mereka pulih dan sehat kembali, kondisi Gaza sudah memungkinkan mereka harus kembali ke daerah mereka asal,” ucapnya dalam keterangan pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (9/4/2025) dini hari, dikutip dari detikNews, Jumat (11/4/2025).
Keputusan Prabowo untuk mengevakuasi warga Gaza pun menimbulkan polemik. Salah satunya dari Pakar Hukum Internasional dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Fajri Matahati Muhammadin, SH, LL M, Ph D.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Fajri merespons bahwa rencana persis Prabowo sebenarnya belum diketahui rinciannya. Apakah itu hanya untuk bantuan medis dan bagaimana proses pengembalian warga Gaza setelah dari Indonesia.
“Maksudnya, sepaham saya ada 1.000 yang mau dibawa ke Indonesia untuk sementara mendapatkan penanganan medis. Sementara, artinya akan dikembalikan lagi (bukan permanen),” ucapnya kepada detikEdu, saat dihubungi Jumat (11/4/2025).
“Tapi, saya belum tahu: warga Palestina yang diungsikan ini maksudnya diambil dari luar atau dalam Gaza atau bagaimana, lalu berapa lama, dan bagaimana arrangement pengembaliannya (bagaimana, ke mana, dll.),” imbuhnya.
Berpotensi Menjadi Masalah Besar
Fajri menilai, rencana Prabowo sebenarnya ada baiknya, tapi lebih banyak buruknya. Terutama keterkaitan dengan isu lain, seperti Tarif Trump hingga menyoal penjajahan itu sendiri.
“Menurut saya rencana ini ada baiknya dan ada (banyak) buruknya. Baiknya, betul rakyat Palestina banyak sekali yang membutuhkan bantuan medis (tidak cuma 1.000). Andai Indonesia bisa memberi bantuan bagi lebih banyak, tentu akan lebih baik,” ujarnya.
“Mungkin juga, kalau benar ini terkait dengan tawar-tawaran dengan Trump soal tarif, bisa jadi membantu menegosiasikan masalah tarif,” tambahnya.
Ia menyebut, keburukan dari rencana ini yakni terkait dengan rencana zionis dan Trump. Rencana yang dimaksud adalah mengosongkan Gaza dan meminta negara-negara lain (termasuk Indonesia) untuk menampung warga Palestina.
Jika itu terjadi, menurutnya, akan semakin memberi ruang untuk para zionis sepenuhnya memiliki tanah tersebut. Dalam hal ini, Indonesia sudah pernah membuat statement menolak untuk mendukung rencana tersebut.
“Tapi kok langkah ini seperti satu langkah dari mendukung kebijakan Trump dan zionis tersebut. Nah, sekali lagi saya kurang tahu bagaimana arrangement untuk pengembaliannya 1.000 warga Palestina ini nanti,” kata Dosen di Departemen Hukum Internasional tersebut.
“Maka ini akan jadi potensi masalah besar, misalnya nanti pemulangannya dipersulit lalu ditunda, lalu jangan-jangan malah ditambah lagi warga Palestina yang disuruh kita evakuasi ‘sementara’,” lanjutnya.
Potensi masalahnya, imbuh Fajri, yakni karena pemulangan ke Palestina wajib bekerja sama dengan zionis. Untuk membuat ‘evakuasi sementara’ menjadi ‘evakuasi tetap’ saat pemulangan, berpotensi dipersulit dan diulur-ulur.
“Dan kita ketahui zionis punya track record kuat bermain-main begini, apalagi punya dukungan dari Trump,” imbuhnya.
Alih-alih merencanakan evakuasi 1.000 warga Palestina, Fajri menyebut lebih baik mengirim lebih banyak dokter dan tenaga medis Indonesia untuk membantu korban-korban di Palestina.
“Pikir saya, daripada kita menegosiasikan membawa 1.000 orang Palestina ke Indonesia untuk mengobati mereka di Indonesia, jauh lebih baik membawa 1.000 dokter dan tenaga medis Indonesia ke Palestina untuk mengobati mereka di sana,” katanya.
Khawatir dengan Manipulasi Diplomasi
Menyoal rencana ini, lebih jauh, Fajri menjelaskan bahwa pengusiran paksa warga Palestina merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Against Humanity). Itu juga sekaligus kejahatan perang (War Crime) yang sudah terjadi selama berpuluh tahun.
Maka dari itu, terkait rencana evakuasi ini, ia khawatir dengan kemungkinan adanya manipulasi diplomasi.
“Zahirnya, langkah Pak Prabowo ini sekilas kelihatan bukan seperti mendukung kejahatan tersebut. Tapi saya khawatir dengan segala manipulasi diplomasi seperti ini, langkah ini akan ‘termainkan’ untuk turut mendukung kejahatan tersebut,” tuturnya.
Secara umum, ketika ditanya apakah langkah Presiden Prabowo sudah tepat dalam merespons situasi di Gaza, ia menilai salah langkah.
“Salah langkah sekali kalau menurut saya,” tutur Fajri.
(faz/pal)