Jakarta –
Faris Al Rif’at menjadi salah satu wisudawan dalam gelaran Wisuda Program Sarjana dan Sarjana Terapan UGM periode IV Tahun Angkatan 2024/2025 pada 24-25 Agustus lalu. Meski baru lulus dari jenjang sarjana, ia sudah menjalani perkuliahan magister lewat program fast track UGM.
Fast track adalah program percepatan pembelajaran bagi mahasiswa yang diselenggarakan oleh UGM berdasarkan Peraturan Rektor UGM Nomor 23 tahun 2024. Masing-masing jenjang program fast track mensyaratkan ketentuan yang berbeda untuk persyaratan seleksinya seperti IPK, kemampuan bahasa inggris maupun kemampuan potensi akademik.
Program fast track bisa dibuka untuk program studi magister atau magister terapan serta program doktor atau doktor terapan. Untuk program magister atau magister terapan, mahasiswa harus sudah menempuh 6 semester atau belum yudisium pada jenjang sarjana. Kemudian untuk program doktor atau doktor terapan, syaratnya minimal telah menempuh 2 semester dan belum yudisium pada saat di jenjang magister.
Menjalani dua jenjang perkuliahan sekaligus tak membuat Faris ‘keteteran’. Bahkan ia berhasil lulus dari prodi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian UGM dengan IPK nyaris sempurna, atau 3,93.
Usai menamatkan studi S1 nya, Faris akan berfokus menimba ilmu di prodi Ilmu Hama Tanaman jenjang S2.
“Mulai semester 7 di program sarjana, saat penyusunan skripsi, saya juga harus menjalani kuliah reguler untuk program magister. Senang sekali karena satu fase perjalanan pendidikan berhasil dilalui,” terang Faris dalam laman UGM dikutip Jumat (20/9/2024).
Proses Mengikuti Program Fast Track
Faris memulai program fast track atau akselerasi saat di semester 7 dan 8. Dalam waktu bersamaan ia juga menjalani kuliah mengambil 14 sks di semester 1 dan 16 sks di semester 2 pada program magister.
Faris mengaku ia harus pintar-pintar membagi waktu antara kegiatan penelitian skripsi S1 dengan kegiatan kuliah reguler S2 program fast track.
“Tantangan terberat saat kuliah adalah menyesuaikan timeline waktu antara penelitian, kuliah program master, menjadi asisten peneliti dan praktikum, dan pembinaan asrama,” ungkapnya.
Meski begitu, Faris memiliki kiat khusus untuk mengatasi tumpang tindih tersebut. Ia selalu mempersiapkan bahan bacaannya sebelum memulai kelas dan memperbanyak diskusi.
“Menurut saya tidak ada yang berat. Saya mengerjakan penelitian skripsi di sore atau sebaliknya, walau tidak jarang ketika weekend atau hari libur saya tetap harus ke kampus atau laboratorium untuk mengerjakan,”kenangnya.
Topik penelitian skripsinya soal lalat buah masih menjadi hama utama penyebab kerusakan dan menghambat ekspor pada buah salak. Hasil penelitian skripsinya ini dilanjutkan pada penelitian tesis tentang pola perilaku serangan lalat buah pada buah salak dalam skala Lapangan. Ia berharap, dari penelitian dasar di laboratorium dan penelitian skala lapangan ini dapat memberikan solusi permasalahan tersebut.
“Kita ingin dari penelitian ini dapat membantu petani khususnya petani buah salak,” tutupnya.
(nir/nwk)