Jakarta –
Studi terbaru dari peneliti Melissa Tham dan rekan-rekan menantang gagasan bahwa anak cerdas perlu masuk di sekolah unggulan agar masa depannya baik.
Hasil studi menunjukkan, pada usia 19-25 alias setelah lulus, nasib lulusan sekolah unggulan dan sekolah negeri biasa tidak jauh berbeda, seperti dipublikasi di British Journal of Education Studies.
Dalam studi ini, yang dimaksud dengan sekolah unggulan yaitu sekolah negeri yang hanya menerima siswa-siswa dengan kinerja akademik terbaik. Untuk masuk sekolah ini, para siswa perlu ikut tes masuk terstandar dan diseleksi berdasarkan skor terbaik, dikutip dari laman Taylor and Francis Group Newsroom.
Sejumlah orang tua berpendapat anak cerdas penting untuk masuk sekolah unggulan sehingga dapat maksimal mengembangkan potensi akademiknya.
Sekolah unggulan juga lazimnya menetapkan biaya gratis atau lebih rendah daripada sekolah elit. Untuk itu, siswa dari kalangan ekonomi rendah di sekolah unggulan khususnya dapat memperoleh pendidikan yang berkualitas dan mencapai kemampuan akademik yang mampu bersaing.
Di sisi lain, sekolah negeri unggulan dinilai menguntungkan siswa dari keluarga mampu yang bisa ikut les atau tutor privat untuk sukses lulus ujian masuk.
Lebih lanjut, hasil studi menunjukkan bahwa masuk sekolah unggulan juga tidak lantas menghasilkan manfaat seperti yang diharapkan orang tua setelah lulus SMA/sederajat.
“Studi menunjukkan bahwa orang tua siswa ingin memasukkan anaknya ke sekolah unggulan karena mereka percaya cara itu bisa meningkatkan kesempatan sang anak masuk universitas bergengsi, serta dapat kerja yang berstatus dan bergaji tinggi,” kata Tham, rekan peneliti di Mitchell Institute, Victoria University, Melbourne, Australia.
Usai Sekolah, Hasilnya Tak Jauh Beda?
Hasil studi ini diperoleh Melissa Tham, Shuyan Huo, dan Andrew Wade berdasarkan penelusuran data hampir 3.000 siswa dari Longitudinal Surveys of Australian Youth (LSAY). Survei nasional ini merekam jejak para siswa selama 11 tahun, sejak para siswa berusia 15 tahun pada 2009.
Sekolah unggulan dalam studi ini memiliki proporsi yang lebih besar atas siswa dengan capaian akademik tinggi, khususnya di bidang matematika dan membaca.
Namun pada usia 19-25 tahun, hasil studi menunjukkan tidak banyak perbedaan antara hasil pendidikan dan pekerjaan orang lulusan sekolah unggulan dengan orang lulusan sekolah negeri biasa.
Contohnya, 81% siswa sekolah unggulan lanjut studi ke pendidikan tinggi atau mendapat kerja di usia 19 tahun, sedangkan siswa sekolah negeri biasa sebanyak 77,6%.
Namun, perbedaan sekitar 3% tersebut juga lenyap jika si siswa lulusan sekolah negeri biasa memiliki sejumlah karakteristik kunci yang cocok dengan peluang studi atau kerja yang diinginkan, seperti latar sosioekonomi tertentu, gender, atau lokasi geografis tertentu.
Beda Kepuasan Hidup?
Kemudian di usia 25 tahun, perbedaan hasil studi dan kerja antara orang lulusan sekolah unggulan dan sekolah biasa juga tidak signifikan. Keduanya sama-sama cenderung bisa lanjut kuliah maupun bekerja.
Namun, yang membedakan adalah kepuasan hidup. Hasil studi menunjukkan bahwa masuk sekolah unggulan meningkatkan skor kepuasan hidup secara umum bagi mantan siswanya hingga 0.19 poin.
Cek Ulang Manfaat Sekolah Unggulan
Peneliti menilai perlu studi lebih lanjut untuk memastikan apakah sekolah unggulan benar-benar memberikan manfaat bagi siswa dengan kemampuan akademik baik.
“Kami berpendapat bahwa sekolah negeri unggulan tidak bermanfaat banyak untuk seorang siswa,” kata Wade.
Peneliti berpendapat, besarnya signifikansi seleksi masuk sekolah perlu dicek kembali jika pada kenyataannya tidak benar-benar memberi manfaat yang diharapkan orang tua.
“Ketimbang mengutak-atik beberapa aspek penerimaan siswa, kami rasa lebih penting untuk meninjau dan menguji sekolah unggulan secara menyeluruh dan kritis, dan mengecilkan signifikansi selektivitasnya jika ternyata tidak memberi manfaat yang diharapkan,” tutur Huo.
tags
sekolah unggulan
sekolah negeri
anak cerdas
akademik
kerja
kuliah
penelitian
(twu/faz)