Jakarta –
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis laporan Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Laporan tersebut bertajuk Indeks Integritas Pendidikan 2024.
Dalam survei tersebut, KPK menelusuri tingkat kejujuran akademik siswa di sekolah dan mahasiswa di kampus. KPK menemukan bahwa masih banyak kasus menyontek dan ketidakjujuran akademik lain yang dilakukan pelajar yang terlibat dalam survei.
Hal ini disampaikan juga oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Dadan Wardana dalam acara Peluncuran Indeks Integritas Pendidikan 2024 dan Penandatanganan Komitmen Bersama Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Dalam kejujuran akademik, kasus menyontek masih ditemukan pada 78% sekolah dan 98% kampus. Dengan kata lain menyontek masih terjadi pada mayoritas sekolah maupun kampus,” ujarnya, dikutip dari YouTube KPK pada Jumat (25/4/2025).
Pelaku Menyontek Didominasi Mahasiswa
Dinilai dari aspek kejujuran akademik ini, KPK melaporkan persentase peserta didik yang menyontek walaupun tahu perbuatan itu salah mencapai 44,75%. Tak hanya menyontek, siswa pun masih melakukan tindak kecurangan lain.
Misalnya ditemukan 38,4% siswa meminta orang lain mengerjakan tugasnya. Kemudian, 20,69% siswa memilih menyontek daripada harus belajar.
Tak sedikit juga siswa mengaku bahwa mereka tidak berani menolak ajakan menyontek. Angka survei atas perbuatan tersebut sebesar 25,28%.
Angka ketidakjujuran akademik ini ternyata lebih banyak ditemui di kalangan mahasiswa. Kasus menyontek dilaporkan sebanyak 57,87%.
Kemudian sebanyak 51,7% mahasiswa mengaku meminta orang lain mengerjakan tugas, 2,79% memilih menyontek daripada belajar, dan 26,05% tidak berani menolak ajakan menyontek.
Di ranah mahasiswa, ada variasi kasus lain yang tidak ditemui pada siswa yakni plagiarisme dan tindakan menyontek karena melihat teman.
Sebanyak 51,57% mahasiswa mengaku bahwa mereka ikut menyontek atau plagiat saat melihat rekannya melakukan hal demikian. Lalu, 44,59% mahasiswa pun mengaku telah melakukan plagiarisme.
“Untuk kasus plagiarisme masih ditemukan pada 43% kampus dan 6% sekolah,” kata Dadan.
Tentang Survei Penilaian Integritas KPK 2024
SPI ini melibatkan sebanyak 449.865 responden dari 36.888 satuan pendidikan. Jumlah tersebut terdiri dari 35.850 sekolah dasar dan menengah dan 1.238 pendidikan tinggi.
Seluruh daerah di Indonesia yakni 38 provinsi termasuk dalam survei ini. Sampel diambil dari 507 kabupaten/kota.
Selain itu, SPI melibatkan sembilan negara perwakilan yang mempunyai Sekolah Indonesia Luar Negeri. Negara-negara tersebut yakni Thailand, Malaysia, Singapura, Myanmar, Filipina, Jepang, Arab Saudi, Mesir, dan Belanda.
Selain menilai 141.134 siswa dan mahasiswa, SPI juga menelusuri integritas dari 161.808 tenaga pendidikan, 45.608 pimpinan satuan pendidikan, dan 101.315 orang tua/wali peserta didik.
Adapun metode survei KPK ini dilakukan secara daring dan hybrid. Responden diwawancara lewat Whatsapp Blast, Computer Assisted Web Interview dan Computer Assisted Personal Interviewing.
Adapun secara keseluruhan, laporan SPI menyimpulkan bahwa Indek Integritas Pendidikan di Indonesia mempunyai skor 69,50. Artinya, skor ini menunjukkan Indonesia masih ada di level “Korektif”.
“Indeks ini bukan sekadar angka. Kalau angka ini kita acuhkan, kita biarkan begitu saja, maka bisa menjadi sebuah malapetaka. Sehingga hasil SPI Pendidikan ini bisa menjadi cermin jujur sekaligus penanda bahwa membangun benteng antikorupsi di dunia pendidikan tak bisa ditunda,” ujar Ketua KPK, Setyo Budiyanto,
Menurut Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Dikti Saintek), Stella Christie hasil SPI ini menekankan kembali pentingnya penanaman nilai antikorupsi yang konsisten. Ia berharap generasi muda saat ini dapat membangun sikap antikorupsi sedari dini.
“Sehingga kita semua bisa mengurangi tindak pidana korupsi demi mencapai Indonesia emas 2045,” ucap Stella.
(cyu/nwy)