Jakarta –
Tes Kemampuan Akademik (TKA) akan mulai menggantikan Ujian Nasional (UN). Tidak wajib bagi siswa dan tidak menjadi penentu kelulusan, namun ada banyak keuntungan bila siswa ikut TKA.
“Benefitnya? Tak menjadi penentu kelulusan tapi punya banyak hal,” jawab Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
Hal itu dikatakan Mendikdasmen Mu’ti saat ditanya wartawan Forum Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan (Fortadikbud) dalam Halalbihalal di Perpustakaan Kemendikdasmen, Jumat (11/4/2025), ditulis Sabtu (12/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Bagaimana TKA jadi salah satu pertimbangan untuk masuk perguruan tinggi jalur nontes, kemudian rapor dan prestasi, sebagian bisa afirmasi,” imbuhnya.
TKA, lanjutnya akan jadi pertimbangan yang menentukan seseorang diterima atau tidak di perguruan tinggi negeri (PTN).
“Bahkan diusulkan TKA bisa jadi tes masuk PTN, sehingga tak perlu tes masuk lagi. Yang ini masih dijajaki,” jelas dia.
Kasus Guru ‘Sedekah’ Nilai Rapor
Mu’ti mengatakan TKA didesain akan menjadi alat ukur yang valid dan reliabel. Selama ini bila mengandalkan nilai rapor, ditemukan kasus-kasus bila guru melakukan ‘sedekah’ nilai rapor kepada siswanya.
“Nilai rapor menyangkut validitasnya. Banyak guru ‘sodaqoh’ nilai. Ada kasus nilai Bahasa Inggris seorang siswa 100. Kemudian karena penasaran, siswa yang nilainya 100 ini ditanya soal membaca teks dan percakapan bahasa Inggris. Ternyata nilainya tidak match dengan kemampuan yang dilakukan oleh panitia joint selection test ini,” ungkap Mu’ti.
TKA Solusi agar Calon Mahasiswa RI Diterima di PT LN
Sejak ditiadakannya UN, beberapa kampus di luar negeri tidak bisa menerima calon mahasiswa dari Indonesia. Karena tak ada alat ukur standar kelulusan dan sekolah secara nasional saat itu. Nah, TKA yang bersifat mengukur kemampuan individual ini bisa menjadi solusinya.
“Tak jadi penentu (kelulusan) tapi penentu banyak hal. Terkait dengan nilai yang dimiliki, tes sampling sekarang tidak bisa dijadikan referensi penerimaan di luar negeri karena tidak ada tes individual. Negara tertentu tidak terima siswa dari Indonesia karena tidak ada tes individual, ada kesulitan,” urai Mu’ti.
Mu’ti menjelaskan dari segi ini ada 3 benefit TKA yakni:
1. TKA solusi adanya individual test
2. Nilai TKA yang diperoleh hasil tes terstandar, valid dan reliabel di BSKAP (Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan) karena pengujian bank soal cukup banyak.
3. TKA berbasis mata pelajaran. Sehingga membantu para pihak terutama yang melanjutkan ke PTN seperti ke depannya.
TKA Menunggu Aturan Harmonisasi dengan Kemenkum
Sejauh mana persiapan TKA ini? Mu’ti mengungkapkan aturan sudah selesai dibuat dan kini dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Hukum. Sedangkan pelaksanaan teknisnya yakni:
TKA untuk tingkat SMA kelas 12 akan dilakukan November 2025 dengan penyelenggara di Kemendikdasmen pusat
TKA untuk tingkat SMP kelas 9 akan dilakukan tahun 2026 dengan penyelenggara sebagian pusat dan sebagian provinsi
TKA untuk tingkat SD kelas 6 akan dilakukan tahun 2026 dengan penyelenggara di tingkat kabupaten-kota.
“TKA tidak wajib dan tak jadi penentu kelulusan. Kenapa TKA tak wajib? Kami public hearing ada yang menyoal, wajib itu melanggar HAM, anggap ujian buat murid jadi stres. Agar tak melanggar HAM dan tak stres, yang siap yang ikut. Yang tak siap ya sudah, tak ada konsekuensi apa-apa,” tegas Mu’ti.
Sedangkan yang menjadi penentu kelulusan, adalah masing-masing satuan pendidikan.
“Lulus dan tidaknya oleh sekolah termasuk menerbitkan ijazah, tentunya untuk sekolah yang terakreditasi. Yang sekolahnya tak terakreditasi tak punya hak terbitkan ijazah,” jelas Mu’ti.
(nwk/pal)