Jakarta –
Kemajuan zaman tak bisa dilawan, termasuk dalam dunia pendidikan. Agar tetap relevan, pendidikan tinggi juga harus melakukan perubahan alias transformasi untuk menjawab tantangan zaman.
Hal tersebut disadari betul oleh Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI). Seperti diketahui, FEB UI memiliki peran tersendiri dalam catatan sejarah pembangunan bangsa ini. Salah satu wujud transformasi FEB UI adalah menempuh berbagai akreditasi internasional.
“Kami merasakan bahwa akhirnya dengan transformasi melalui akreditasi itu memaksa untuk meningkatkan kualitas. Akreditasi membantu transformasi secara struktural di dalam pengelolaan pendidikan yang kami jalani. Pengelolaan pendidikan terstandardisasi dan dengan standar itu bisa memiliki prestis. Tanpa adanya tekanan dari luar, transformasi itu biasanya sulit dijalankan. Dengan seperti itu ranking FEB UI melonjak,” ujar Dekan FEB UI Teguh Dartanto, dalam rilisnya, Senin (16/9/2024).
Berikut adalah akreditasi internasional yang sudah diraih FEB UI:
- Internasional Association of MBAs (AMBA) untuk program studi Magister Manajemen (MM FEB UI) – diperbarui 2022
- Association to Advance Collegiate School of Business (AACSB) – salah satu penilaian paling bergengsi di dunia untuk sekolah bisnis.
Hal ini menjadikan FEB UI sebagai satu-satunya sekolah bisnis di Indonesia yang memiliki ‘Double Crown’ yaitu tingkat tertinggi pengakuan internasional atas pendidikan tinggi sekolah bisnis (AACSB dan AMBA). Saat ini, FEB UI berupaya menggapai the last crown of EQUIS accreditation. Harapannya, FEB UI bisa menjadi bagian dari 1% sekolah bisnis di dunia yang memiliki triple crown accreditation.
Teguh, yang kini mengomandani dan memotori transformasi FEB UI, mengatakan proses akreditasi adalah bagian dalam membangun reputasi. Adapun reputasi perlu direkognisi/diakui oleh pihak luar yang memiliki kredibilitas. Oleh karena itu badan akreditasi tersebut adalah yang akan memberikan rekognisi bahwa proses bisnis FEB UI sudah terstandardisasi.
Dia menegaskan, melalui transformasi dan mengejar akreditasi, ranking itu akan mengikuti. Melalui transformasi, kata dia, peningkatan kualitas pendidikan terjadi secara berkelanjutan dan peringkat yang diperoleh tidak instan.
“Saya rasa pemerintah perlu mendorong transformasi universitas itu sendiri untuk bisa mengikuti standar global karena itu penting. Dengan mengikuti akreditasi internasional sebagai standarnya. Transformasi itu memang berat karena mengubah kebiasaan, tradisi, hingga mindset,” kata Teguh.
Adapun ranking FEB UI pada QS WUR 2024:
- Business and Management Studies dari 201-250 (2023) ke 151-200 (2024)
- Economics and Econometrics dari 251-300 (2023) ke 151-200 (2024)
- Accounting and Finance masih menempati posisi yang sama unggulnya dari 2023-2024, yaitu 101-150
Transformasi Paradigma Kampus
Selain melakukan transformasi melalui akreditasi, Teguh juga berupaya melakukan transformasi paradigma di FEB UI. Dari teaching university menjadi research university dan akan menjadi entrepreneur university. Hal ini membutuhkan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terutama para dosen.
“Itu membutuhkan shifting dari paradigma atau pemikiran dari pada dosen. Dosen sekarang harus S3, setelah S3 dia harus punya publikasi, paradigma ini yang kami dorong ke dosen-dosen. Perubahan ini mendorong transformasi internal. Beban shifting paradigm-nya itu perlu waktu untuk transformasi,” ujarnya.
Melalui transformasi pula FEB UI ingin mengubah pandangan bahwa universitas seringkali dianggap seperti ‘menara gading’. FEB UI diharapkan selalu melahirkan SDM yang unggul di bidang ekonomi dan bisnis dengan karakter inclusive, relevant dan reputable. Dengan demikiian SDM lulusan maupun akademisi FEB UI mampu mengawal berbagai tantangan ekonomi dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
“Transformasi menjadi upaya sekolah bisnis ini bisa relevan dan berdampak terhadap industri, pengembangan kebijakan dan mampu menyentuh permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat maupun pemerintah. Dengan karakter inclusive, relevant dan reputable, para lulusan maupun akademisi yang dihasilkan akan siap menghasilkan solusi yang relevan terhadap berbagai permasalahan, serta menjunjung tinggi nilai-nilai inklusif yang sangat menghargai keberagaman dan kemajemukan selain juga senantiasa menjaga integritas dan kredibilitas,” imbuhnya.
Fokus Tingkatkan 5 Skill dan Lebih Inklusif
Dalam proses transformasi tersebut, untuk membangun SDM berkualitas berstandardisasi global FEB UI fokus pada lima skill yang merupakan hal-hal mendasar dari keterampilan manusia yakni:
- Skill untuk menyelesaikan permasalahan dengan critical thinking dan creativity.
- Skill SDM untuk lebih resilience agar tahan banting, sehingga dibutuhkan persistensi, adaptability dan juga semangat untuk tidak takut gagal dan berani mencoba.
- Skill untuk mampu bekerja sama dengan orang lain dari latar belakang yang beragam.
- Skill untuk mengerti dan memperbaiki keadaan menjadi lebih ideal.
- Skill untuk memberikan pengaruh sosial.
“Pendidikan di Indonesia harus fokus terhadap hal-hal mendasar dari keterampilan manusia tersebut. Artinya SDM yang memiliki kontribusi dengan social impact yang diperlukan adalah inisiatif dan leadership. Lima skill itu menjadi fokus dalam menyiapkan SDM ke depan dari FEB UI untuk menghadapi segala macam perubahan yang ada secara global,” tegas Teguh.
Adapun secara jangka pendek, pihaknya berupaya mendorong dua hal utama, yakni:
- Pertama, bagaimana mengubah cara pandang dan pola pikir untuk lebih mampu berkolaborasi.
- Kedua, skill mengenai evidence based di mana SDM harus bisa membaca fakta dan data dan mengaitkannya agar tidak mudah terpengaruh oleh informasi-informasi yang kurang positif.
Selain itu, Teguh pun mendorong peningkatan inklusifitas di dunia pendidikan tinggi karena merupakan salah satu katalis penting memajukan dan mewujudkan aspirasi pendidikan berkualitas untuk semua. Di mana FEB UI menyusun rencana strategis yang akan menjadi salah satu dasar peningkatan pendidikan inklusif. Melalui rencana strategis itu pula FEB UI ingin menciptakan pemimpin masa depan yang memiliki global awareness dan juga beretika.
Contohnya, penerapan inklusifitas di FEB UI diwujudkan dalam beberapa program penerimaan mahasiswa dan kegiatan lainnya di lingkungan kampus. Adapun saat ini FEB UI akan menambah fasilitas yang mengakomodir kebutuhan mahasiswa difabel. Pihaknya pun berupaya mengakomodir mahasiswa dari daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar). Yakni memfasilitasi beberapa jalur penerimaan bagi calon mahasiswa termasuk dari daerah 3T.
“Sejak beberapa tahun terakhir, fasilitasnya memang sudah disiapkan. Kami ingin mengakomodir aksesibilitas bagi mahasiswa difabel. Kami juga, sebelumnya sudah menerima beberapa mahasiswa difabel. Kami fasilitasi mulai dari penerimaan hingga yang bersangkutan bisa lulus tepat waktu. Juga banyak dari mahasiswa kami yang harus masuk FEB UI dengan berbagai macam perjuangan dan begitu dia masuk, dia membutuhkan berbagai macam dukungan, itu kami bantu. Salah satunya adalah dengan Student Wellness Center dan juga tentunya peran penting dari pembimbing,” urainya.
Gotong Royong UKT, Pantang Putus Kuliah karena Biaya
Dalam hal uang kuliah tunggal (UKT) alias biaya kuliah yang memang masih menjadi masalah di semua kampus di Indonesia, tak terkecuali FEB UI. Namun, Teguh memastikan tak ada mahasiswanya yang putus kuliah karena masalah biaya. UKT di fakultasnya, diupayakan dengan sistem gotong royong dengan subsidi silang.
“FEB UI ini berkomitmen tidak boleh ada satupun mahasiswa yang tidak bisa meneruskan sekolah karena alasan biaya. Itu adalah komitmen untuk menciptakan, memberikan kesempatan, yang setara dan seluas-luasnya kepada seluruh elemen anak bangsa untuk sekolah di FEB UI. Bahkan ada mahasiswa di sini yang mengikuti program Kartu Indonesia Pintar,” ujarnya menekankan.
FEB UI berupaya mengalihkan beban biaya dengan mencari sumber pendanaan lain untuk mengompensasi penurunan UKT, dan mensubsidi mahasiswa yang dikenakan biaya pendidikan rendah. Seperti melalui kelas khusus internasional dan kelas pascasarjana. FEB UI juga bekerja sama dengan stakeholder terkait seperti perusahaan-perusahaan besar melalui program corporate social responsibility (CSR).
Ada pula orang tua mahasiswa yang mampu di-charge sesuai dengan kemampuannya untuk membantu saudara yang berpenghasilan rendah. Selain itu, FEB UI pun kerap melibatkan alumni untuk membantu persoalan biaya pendidikan ini. Sehingga kualitas pendidikan tetap terjaga. Hal tersebut adalah spirit FEB UI, di mana pembangunan pendidikan tinggi sifatnya bergotong royong.
Semangat gotong royong di dunia pendidikan seperti ini, menurutnya relatif sudah dilupakan banyak orang. FEB UI ingin membangkitkan kembali semangat gotong royong sehingga dapat saling membantu menghadirkan tempat belajar yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada seluruh elemen masyarakat di Indonesia, untuk bisa belajar tanpa menghadapi risiko atau masalah keuangan.
Dia pun berharap semangat gotong royong membangun pendidikan tinggi ini bisa diadopsi dan menjadi solusi dari masalah yang sama di perguruan tinggi lainnya. Setiap universitas, kata dia, harus mau berbicara dengan mahasiswa atau mendengarkan stakeholder.
“Ini adalah prinsip kami yaitu inklusi. Bahwa pendidikan berkualitas itu untuk semua kalangan. Kerja sama dengan stakeholder untuk membantu dan saudara atau adik kita yang memiliki keterbatasan ekonomi agar tetap bisa sekolah, saya rasa sifat orang Indonesia itu selalu berusaha ingin membantu. Hal itu bisa menyelesaikan masalah, tapi memang butuh effort yang luar biasa,” pungkas Teguh optimistis.
(nwk/nwk)